اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ
Sesungguhnya Aku berniat kerana اللهَ:
Tugasan gerak organ-organ tubuh badanKu
Daku Niatkan Tasbih anggota-anggota organ tubuhku buat اللهَ.
Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya KepadaMu Ya اللهَ
Kerdipan Mataku berIstighfar Astaghfirullah (أسْتَغْفِرُاللهَ)
Hatiku berdetik disetiap saat menyebut Subhanallah (سُبْحَانَ اللَّهِ)
Denyutan Nadiku dengan Alhamdulillah (الْحَمْدُ لِلَّهِ)
Degupan Jantongku bertasbih LA ILAHA ILLALLAH (لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱلله)
Bayu Nafasku berzikir Allāhu akbar (اللَّهُ أَكْبَرُ)
الْحَمْدُ لِلَّهِ syukur kepada وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ ...اللهَ
AWAL PENCIPTAAN BISMILLAH
AWAL PENCIPTAAN BISMILLAH
Sebutir debu serta kesekejapan hidup diubah melalui tradisi
menjadi sebuah bintang di cakrawala, yang diberkahi dengan kemapanan dan merefleksikan
keabadian Tuhan. Menurut doktrin tradisional, realitas batin alam semesta
mengungkapkan dirinya melalui mata batin atau penglihatan intelektual, “karena
mata batin merupakan alat persepsi yang berdasarkan keselarasan, sekalipun
diatas bidang korporeal”.
Dalam makrokosmos, keselarasan alam semesta terwujud pada
taraf realitas yang lebih tinggi dan menjadi suram serta semakin samar dalam
tingkat kosmos yang semakin rendah, karena jauh sebelum Tuhan menciptakan
manusia pertama, yakni Adam As (Abul Basyar) Tuhan yang Maha Agung lebih dulu
menciptakan suatu alam yang disebut “Alam Jabbarut Malaakut”, dan dihuni oleh
para malaikat-malaikat Allah yang tak terbilang banyaknya.
Sebagian dari kelompok para Malaikat-Malaikat Allah tersebut
adalah kelompok Malaikat Muqarrabin, Malaikat Kurubiyyin, Malaikat Kiraman
Katibin, Malaikat Arsyi, Malaikat Hafadzah dan Malaikat Aran Jabaniyyah,
Malaikat Arsyi. Dan masih banyak lagi golongan Malaikat-malaikat lainnya yang
tidak dapat disebutkan disini.
Para malaikat-malaikat ini masing-masingnya mempunyai sayap,
yang sayapnya saja secara langsung melambangkan “Hakikat realitas penerbangan
dan pendakian melawan seluruh hal yang merendahkan derajat serta menurunkan
kekuatan atas dunia ini, yang akhirnya mengantar pada kebebasan dari kungkungan
duniawi yang serba terbatas”. Seperti tersebut didalam Firman-Nya : “ Segala
puji bagi Allah pencipta langit dan bumi yang menjadikan malaikat sebagai
utusan-utusan (untuk mengurus berbagai urusan) yang mempunyai sayap
masing-masing (ada yang) dua, tiga empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya
apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu”.
(Q.S. 35 : 1).
Menurut doktrin tradisional, “Alam Jabbarut Malakut” terdiri
dari tujuh lembah pegunungan kosmik “Qaf” yang pada puncaknya terdapat
singgasana Tuhan (Al-Arsy). Tuhan yang menciptakan singgasana (Al-Arsy) dari
jambrud hijau dan keempat tiangnya terbuat dari batu merah delima, yang dibawa
oleh delapan Malaikatul Arsy, yang selalu bertasbih memuji Tuhannya dan mereka
beriman kepada-Nya. Ketujuh lembah “Qaf” itu sendiri, adalah Lembah Thalab
(pencarian), Lembah Isyq (cinta), Lembah Istighna (kepuasan), Lembah Hayrat
(kekaguman), Lembah Faqr (kemiskinan), Lembah Ma’rifah (gnosis), dan Lembah
Fana (lebur).
Dimasing-masing ketujuh lembah pegunungan kosmik “Qaf” ini
terdapat (tersimpan) tujuh buah huruf Al-Hijaiyyah, yakni huruf-huruf yang ada
pada kalimah suci “Bismillah”. Pegunungan kosmik “Qaf” merupakan pesona
spiritual dari keindahan dan keAgungan Tuhan, yang selalu menjadi pintu gerbang
untuk masuk kedalam lautan rahasia Tuhan, yang dimulai dengan kerinduan
kepada-Nya, dan bergerak secara perlahan menuju penyingkapan “hakikat
Bismillah” yang suci dan mensucikan, dan akhirnya mencapai peleburan (Fana)
dengan melintasi horizon esoterisme “Qaf” yang sangat luas dan tanpa batas.
“Qaf, demi Al-Qur’an yang sangat mulia” (Q.S. : 50 : 1)
Ekspresi universal kehidupan “Alam Jabbarut Malaakut” dan
jalan inisiatik, dimungkinkan oleh tingginya tingkatan spiritual (maqam) yang sekaligus
menjadi awal cikal bakal penciptaan langit dan bumi yang pada waktu itu (di
alam jabbarut malakut), langit masih berupa asap, asap yang keluar dari ketujuh
lembah “Qaf”, kemudian Allah satukan dan dari asap tersebut dijadikannya tujuh
lapis langit. Seperti tersebut dalam firman-Nya: “ Yang menciptakan tujuh lapis
langit “ (Q.S. : 67 : 3). Dan firman-Nya lagi : “Kemudian Dia menuju kepada
penciptaan langit yang kala itu masih berupa asap” (Q.S. : 41 : 11). Setelah
tujuh lapis langit terbentuk, kemudian Allah Swt menciptakan tujuh lapis bumi
yang diambil dari pegunungan kosmik “Qaf” pula. “ Allah-lah yang mnciptakan
tujuh langit dan seperti itu pula bumi” (Q.S. : 65 : 12)
Catatan : Pengertian mengenai penciptaan langit dan bumi ini
adalah “langit akhirat dan bumi akhirat”, karena setelah penciptaan langit dan
bumi akhirat ini, Allah Swt menciptakan tujuh surga dan tujuh neraka, barulah
langit dan bumi dunia Allah ciptakan dalam masa yang pada saat itu bumi masih
dalam keadaan gelap gulita.
Seperti yang Allah Swt firmankan didalam Al-Qur’an : “Dan
sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, dan kami sedikitpun tidak ditimpa kelelahan “ (Q.S. :
50 : 38)
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dunia setelah DIA (Allah)
menciptakan surga dan neraka berikut wildan dan bidadari. Dunia saat itu masih
dalam keadaan gelap gulita, dan setelah Nabi Adam As dan Siti Hawa terusir dari
surga, kemudian turun ke dunia, barulah Allah Swt menciptakan cahaya yang
menerangi dunia (matahari-bulan-dan bintang), walau sebenarnya penciptaan
cahaya (cahaya Muhammad) ini lebih dulu dari pada penciptaan Alam Jabbarut
Malaakut, yakni “Nur Muhammad”
Tuhan adalah “cahaya langit dan bumi”. Demikian penegasan
Al-Qur’an yang kemudian dimensi kosmogonis dan kosmologisnya diperkuat oleh
Rasul Saw. Dengan sabdanya : “Yang pertamakali diciptakan oleh Tuhan adalah
cahaya”.
“Cahaya bagaikan kutub-kutub spiritual yang menyala, laksana
norma dan teladan-teladan yang hidup dan menjadi perhatian para pencari
kebenaran dimana dan kapanpun yang sekaligus merupakan realitas surgawi dibalik
bentuk keduniawian”.
“Hakikat Bismillah adalah gema panggilan Tuhan kepada
manusia untuk kembali ke sumber spiritualnya“ (Faridhal Attros Al’Kindhy)***
Bismillah dan hakikatnya
HAKIKAT BISMILLAH HURUF PER HURUf
Dalam suatu hadits Nabi saw. Beliau bersabda, Setiap
kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya ada di dalam Al
Quran. Dan seluruh kandungan Al Quran ada di datam Al Fatihah. Dan semua yang
ada dalam Al Fatihah ada di dalam Bismillah hirrahmaan nirrahiim.
Bahkan disebutkan dalam hadits lain, setiap kandungan yang
ada dalam Bismillah hirrahmaan nirrahiim ada di dalam huruf Baa, dan setiap
yang terkandung di dalam Baa ada di dalam titik yang berada dibawah Baa.
Sebagian para Arifin menegaskan, Dalam perspektif orang yang
makrifat kepada Allah, Bismillaah hirrahmaan nirrahim itu kedudukannya sama
dengan kun dari Allah.
Perlu diketahui bahwa pembahasan mengenai Bismillah
hirrahmaan nirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi
gramatikal (Nahwu dan sharaf) atau pun segi bahasa (etimologis), disamping
tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya serta
keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al Qur’an,
kristalisasi dan spesifikasi huruf huruf yang ada dalam huruf Baa, manfaat dan
rahasianya.
Tujuan kami bukan mengupas semua itu, tetapi lebih pada
esensi atau hakikat makna terdalam yang relevan dengan segala hal di sisi Allah
swt, Pembahasannya akan saling berkaitan antara satu sama lainnya, karena
seluruh tujuannya adalah Ma’rifat kepada Allah swt.
Kami memang berada di gerbangNya, dan setiap ada limpahan
baru di dalam jiwa maka ar-Ruhul Amin turun di dalam kalbunya kertas.
Ketahuilah bahwa Titik yang berada dibawah huruf Baa’ adalah awal mula setiap
surat dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu sendiri tersusun darititik, dan
sudah semestinya setiap Surat ada huruf yang menjadi awalnya, sedangkan setiap
huruf itu ada titik yang menjadi awalnya huruf. Karena itu menjadi keniscayaan
bahwa titik itu sendiri adalah awal dan pada setiap surat dan Kitab Allah
Ta’ala.
Kerangka hubungan antara huruf Baa dengan Tititknya secara
komprehensif akan dijelaskan berikut nanti. Bahwa Baa dalam setiap surat itu
sendiri sebagai keharusan adanya dalam Basmalah bagi setiap surat, bahkan di
dalam surat Al-Baqarah. Huruf Baa itu sendiri mengawali ayat dalam surat
tersebut. Karena itu dalam konteks inilah setiap surat dalam Al-Qur’an mesti
diawali dengan Baa sebagaimana dalam hadits di atas, bahwa seluruh kandungan
Al-Qur’an itu ada dalam surah Al-Fatihah, tersimpul lagi di dalam Basmalah, dan
tersimpul lagi dalam Huruf Baa, akhirnya pada titik.
Hal yang sama , Allah SWT dengan seluruh yang ada secara
paripurna sama sekali tidak terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Titik sendiri
merupakan syarat-syarat dzat Allah Ta’ala yang tersembunyi dibalik khasanahnya
ketika dalam penampakkan-Nya terhadap mahlukNya. Amboi, titik itu tidak tampak
dan tidak Layak lagi bagi anda untuk dibaca selamanya mengingat kediaman dan
kesuciannya dari segala batasan, dari satu makhraj ke makhraj lainya. Sebab ia
adalah jiwa dari seluruh huruf yang keluar dari seluruh tempat keluarnya huruf.
Maka,camkanlah, dengan adanya batin dari Ghaibnya sifat Ahadiyah.
Misalnya anda membaca titik menurut persekutuan, seperti
huruf Taa’ dengan dua tik, lalu Anda menambah satu titik lagi menjadi huruf
Tsaa’, maka yang Anda baca tidak lain kecuali Titik itu sendiri. Sebab Taa’
bertitik dua, dan Tsaa’ bertitik tiga tidak terbaca,karena bentuknya satu, yang
tidak terbaca kecuali titiknya belaka. Seandainya Anda membaca di dalam diri
titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya. Karena itu
dengan titik itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya
tidak terbaca kecuali titiknya saja. Hal yang sama dalam perspektif makhluk,
bahwa makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah.
Bahwa Anda mengenal-Nya dari makhluk sesungguhnya Anda
mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja Titik pada sebagian huruf lebih jelas
satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah yang lainnya untuk
menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik, kelengkapannya pada
ttik tersebut. Ada sebagian yang tampak pada kenyataannya seperti huruf Alif
dan huruf-huruf tanpa Titik. Karena huruf tersebut juga tersusun dari
titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif lebih mulia dibanding Baa’,karena Titiknya
justru menampakkan diri dalam wujudnya, sementara dalam Baa’ itu sendiri tidak
tampak (Titik berdiri sendiri). Titik di dalam huruf Baa’ tidak akan tampak,
kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena Titik
suatu huruf Merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya
menyatu dengan huruf tersebut. Sementara penyatuan itu sendiri mengindikasikan
adanya faktor lain, yaitu faktor yang memisahkan antara huruf dengan titiknya.
Huruf Alif itu sendiri posisinya menempati posisi tunggal
dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya Anda bisa mengatakan bahwa Baa’
itu adalah Alif yang di datarkan Sedang Jiim, misalnya, adalah Alif
dibengkokkan’ dua ujungnya. Daal adalah Alif yang yang ditekuk tengahnya.
Sedangkan Alif dalam kedudukan titik, sebagai penyusun
struktur setiap huruf ibarat Masing-masing huruf tersusun dari Titik. Sementara
Titik bagi setiap huruf ibarat Neucleus yang terhamparan. Huruf itu sendiri
seperti tubuh yang terstruktur. Kedudukan Alif dengan kerangkanya seperti
kedudukan Titik. Lalu huruf-huruf itu tersusun dari Alif sebagimana kita
sebutkan, bahwa Baa’ adalah Alif yang terdatarkan.
Demikian pula Hakikat Muhammadiyyah merupakan inti dimana
seluruh jagad raya ini diciptakan dari Hakikat Muhammadiyah itu. Sebagaimana
hadits riwayat Jabir, yang intinya Allah swt. menciptakan Ruh Nabi saw dari
Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh alam dari Ruh Muhammad saw. Sedangkan
Muhammad saw. adalah Sifat Dzahirnya Allah dalam makhluk melalui Nama-Nya dengan
wahana penampakan Ilahiyah.
Anda masih ingat ketika Nabi saw. diisra’kan dengan jasadnya
ke Arasy yang merupakan Singgasana Ar-Rahman. Sedangkan huruf Alif, —walaupun
huruf-huruf lain yang tanpa titik sepadan dengannya, dan Alif merupakan
manifestasi Titik yang tampak di dalamnya dengan substansinya — Alif memiliki
nilai tambah dibanding yang lain. Sebab yang tertera setelah Titik tidak lain
kecuali berada satu derajat. Karena dua Titik manakala disusun dua bentuk alif,
maka Alif menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu terdiri dari tiga:
Panjang, Lebar dan Kedalaman.
Sedangkan huruf-huruf lainnya menyatu di dalam Alif,seperti
huruf Jiim. Pada kepala huruf Jiim ada yang memanjang, lalu pada pangkal juga
memanjang, tengahnya juga memanjang. Pada huruf Kaaf misalnya, ujungnya
memanjang, tengahnya juga memanjang namun pada pangkalnya yang pertama lebar.
Masing-masing ada tiga dimensi. Setiap huruf selain Alif memiliki dua atau tiga
jangkauan yang membentang. Sementara Alif sendiri lebih mendekati titik.
Sedangkan titik , tidak punya bentangan. Hubungan Alif diantara huruf-huruf
yang Tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi
dan para pewarisnya yang paripurna. Karenanya Alif mendahului semua huruf.
Diantara huruf-huruf itu ada yang punya Titik di atasnya,
ada pula yang punya Titik dibawahnya,Yang pertama (titik di atas) menempatip
osisi “Aku tidak melihat sesuatu sebelumnya) kecuali melihat Allah di sana”.
Diantara huruf itu ada yang mempunyai Titik di tengah, seperti
Titik putih dalam lobang Huruf Mim dan Wawu serta sejenisnya, maka posisinya
pada tahap, ”Aku tidak melihat sesuatu kecuali Allah didalamnya.” Karenanya
titik itu berlobang, sebab dalam lobang itu tampak sesuatu selain titik itu
sendiri Lingkaran kepada kepala Miim menempati tahap, “Aku tidak melihat
sesuatu” sementara Titik putih menemptai “Kecuali aku melihat Allah di
dalamnya.”
Alif menempati posisi “Sesungguhnya orang-orang yang
berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada Alllah.” Kalimat
“sesungguhnya” menempati posisi arti “Tidak”, dengan uraian “Sesungguhnya
orang-orang berbaiat” kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat
kepadamu, kecuali berbaiat kepada Allah.”
Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw. dibaiat, lalu dia bersyahadat
kepada bersyahadat kepada Allah pada dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia
itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah. Artinya, kamu sebenarnya tidak
berbaiat kepada Muhammad saw. tetapi hakikat-nya berbaiat kepada Allah swt.
Itulah arti sebenarnya dari Khilafah tersebut.
(disarikan dari tafsir Al-Qur’an karya lbnu ‘Araby)
HAKIKAT BISMILLAH
Penjelmaan duniawi dari pola dasar ilahi, yang disebut didalam
Al-Qur’an dengan penulisan pena dan tempat tinta, memiliki suatu pokok
signifikasi spiritual. Dapat dikatakan, bahwa Al-Qur’an merupakan suara dari
firman Tuhan yang diembuskan ke hati Nabi dan kemudian kepada para sahabat
dan generasi-generasi selanjutnya.
Sayyidina Ali Karamallahu Wadz’hahu mengatakan : “ Bahwa seluruh
Al-Qur’an itu terkandung didalam surat Al-Fatihah”, sedangkan surat
Al-Fatihah itu sendiri terkandung di dalam Bismillah (basmallah).
Karena adanya suatu kehadiran ilahi dalam teks Al-Qur’an , yakni
Bismillah (Basmallah), maka kalimat Bismillah inipun merupakan
pengejawantahan yang dapat dilihat dari firman ilahi itu, untuk membantu kaum
muslim menembus kedalam dan ditembusi oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan
kapasitas spiritual setiap orang Islam.
Bismillah membantu manusia untuk menembus selubung eksistensi
material, sehingga memperoleh jalan masuk ke barakah yang terletak didalam
firman ilahi dan untuk mengenyam hakikat alam spiritual, karena Bismillah
itupun adalah suatu pengejawantahan visual dari kristalisasi
realitas-realitas spiritual (Al-Haqa’iq) yang terkandung didalam wahyu Islam
pertama :
“Iqraa bismirabbikaal ladzii khalaq” : Dengan menyebut nama Tuhanmu
yang menciptakan (Q.S. : 96 : 1)
Kalimat “Bismillah” merupakan hasil dari pengejawantahan ke-Esaan pada
bidang keanekaragaman. Kalimat suci ini merefleksikan kandungan prinsip
keEsaan ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa,
kesementaraan dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau
makhluk, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an: “Yaa Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (Q.S. 3 : 191)
Allah Swt menurunkan kalimat suci “Bismillah” dalam wujud fisik (yang
tersurat) pada sebuah kitab suci Al-Qur’anul Kariim yang secara langsung
dapat dipahami oleh pikiran yang sehat. Karena kalimat suci “Bismillah” itu
sendiri, memiliki realitas-realitas dasar dan perbuatan-perbuatan sebagai
tangga bagi pendakian jiwa dari tingkat yang dapat dilihat dan di dengar
menuju ke Yang Gaib, yang juga merupakan keheningan diatas setiap bunyi.
Wujud fisik (Bismillah) inipun didasarkan pada ilmu pengetahuan tentang dunia
batin yang tidak hanya berkaitan dengan penampakan lahir semata, tetapi juga
dengan realitas-realitas batin “Bismillah” itu sendiri (yang tersirat)
Bismillah diilhami oleh spiritualitas Islam secara langsung yang
diwahyukan oleh Allah Swt kepada Nabi, sedangkan wujudnya tentu saja dibentuk
oleh karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerima wahyu
Al-Qur’an, yaitu : “Qalbu” (hati), yang nilai-nilai positifnya diuniversalkan
Islam. Bentuk wahyu Islam yang pertama ini (Bismillah) tidaklah mengurangi
kebenaran, bahwa sumber religius dari “Bismillah” ini berasal dari kandungan
batin dan dimensi spiritual Islam pula.
Hanya bagi orang yang mampu melihat relitas-realitas tersebut ataupun
orang yang telah dilatih untuk memperoleh penglihatan “Al’Bashirah”
(penglihatan batin) atas sesuatu yang tersembunyi dibalik rahasia
“Bismillah”, dan dikarenakan “Bismillah” ini merupakan pula pesan dari ruang
inti perbendaharaan yang gaib (khaza’in al-ghoybi), maka siapapun yang
menerima pesan kalimat suci ini didalam hatinya ia seakan menikmati alunan
nyanyian alam rahim yang membawa jiwanya sebelum episode perjalanan
duniawinya yang singkat. Agama Islam tidak berdasarkan ketegangan dramatis
antara langit dan bumi, atau pengorbanan heroik dan penyelamatan melalui
campur tangan Tuhan, akan tetapi Agama Islam bertindak untuk mengembalikan
kesadaran manusia, bahwa alam semesta adalah kalam ilahi dan pelengkap
ayat-ayat suci tertulis yang diwahyukan dalam bahasa Arab.
Kesadaran ini diperkuat dengan tata cara “shalat” yang secara naluriah
mengembalikan manusia pada keadaan primordialnya dengan menjadikan seluruh
alam sebagai tempat ibadah. Begitu pula halnya kalimat “Bismillah” yang
terucap saat bersujud menyentuh bumi (shalat), adalah ; untuk mengembalikan
manusia ke-kesucian primordial (al-fithrah) saat Yang Maha Esa menghadirkan
dirinya secara langsung didalam hati manusia dan “mengumandangkan sebuah
simfoni abadi dalam keselarasan yang ada pada alam yang suci”.
Kalimat suci “Bismillah” yang terucap saat berdzikir, berarti sang
pendzikir telah kembali kepusat alam, bukan secara eksternal melainkan
melalui hubungan batin yang menghubungkan dirinya dengan prinsip-prinsip dan
irama-irama alam primordial yang sakral dan teramat luas sekaligus merupakan
suatu perumpamaan dialog suci antara seorang Hamba dengan Khaliqnya, yang
menenangkan dan sekaligus mensucikan jiwanya, begitupun “Bismillah” yang
terucap disaat manusia hendak melakukan suatu pekerjaan-pekerjaan yang halal,
maka kesadaran dirinya akan terbangkit dari keterlenaan, dalam dirinya
melalui kesadaran akan realitas Yang Maha Esa.
“Sebuah kesadaran yang sesungguhnya merupakan substansi dari manusia
primordial dan sebab terbentuknya eksistensi manusia “.
Hati serta jiwa seluruh muslim disegarkan oleh “keagungan, keselarasan
dan kesucian” kalimat “Bismillah” dalam pada bentuk-bentuk huruf Al-Hijaiyyah
yang terdiri dari tujuh huruf (Ba Sin Mim Alif Lam Lam Ha), yang mengelilingi
kaum muslim yang hidup didalam masyarakat Islam tradisional dan yang
mengungkapkan keindahannya pada setiap lembaran-lembaran suci Al-Qur’an. Oleh
karenanya “Bismillah” sebagai induk suci Islam yang merupakan karunia dari
“Haqiqah” yang terletak dalam hati wahyu Islam.
Kalimat suci ini akan tetap demikian bagi seluruh muslim, tak peduli
apakah diri mereka sadar akan haqiqah ataukah mereka yang sudah puas dengan
bentuk-bentuk luarnya saja (kalimat Bismillah yang tersurat).
Bagi mereka yang mengikuti jalan menuju “haqiqah”, kalimat suci ini
merupakan pembantu pertama yang sangat diutamakan untuk merenungkan ke-Esaan
Ilahi Rabbi, karena huruf “Ba” yang dilambangkan oleh titik pengenal kesucian
horizontal “Sin” dengan wujud lengkungan vertikal yang menghadap langit dan
“Mim” yang berporos pada suatu tiang kepasrahan.
Tiga huruf-huruf suci ini secara keseluruhan melambangkan eksistensi
universal untuk menuntun manusia dalam pembauran kualitas, kekuatan, dan
aliran berbagai elemen agar setiap muslim mengingatkan ajaran Tuhan, yaitu
dalam bentuk alam semesta, yang benar-benar muslim atau tunduk kepada
kehendak Tuhan dengan mematuhi sifat dan hukum alamnya sendiri-sendiri.
Kesucian “Bismillah” membantu manusia untuk menembus selubung
eksistensi material sehingga memperoleh jalan masuk ke “Barakah” yang
terletak didalam firman illahi dan untuk mengenyam suatu “rasa”, bahwa setiap
jiwa akan mengenyam sesuai dengan kapasitas, keterbatasan, dan keabadiannya.
Huruf
“Alif” didalam kalimat “Bismillah” dengan vertikalitasnya melambangkan
kekuatan Tuhan dan prinsip transenden yang darinya segala sesuatu itu
berasal, sedangkan dua huruf “Lam” dalam bentuk kail (mata kail), yang
melambangkan suatu peringatan agar hamba Allah berhati-hati dalam pancingan
Iblis atau setan dan sekaligus merupakan pengejawantahan yang dapat dilihat
dari firman ilahi, untuk membantu kaum muslim menembus kedalam dan ditembusi
oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan kapasitas spiritual setiap orang
Islam
Hal ini pernah disinggung dalam salah satu Hadits Rasul Saw, yang
menyebutkan, bahwa “Barang siapa yang melakukan sesuatu pekerjaan dengan
tanpa diawali “Bismillah”, maka tidak akan ada keberkahan didalam
pekerjaannya itu”. Karena didalam makan dan minumnya manusia, Iblis akan
turut andil didalamnya, jika tidak diawali dengan ucapan “Bismillah”.
Sedangkan mengenai huruf “Ha” (Ha, marbutoh), yang melambangkan
realitas lingkaran kosmos sebagai wahyu primordial Tuhan yang merupakan hasil
dari pengejawantahan keEsaan pada bidang keanekaragaman. Keempat buah huruf
suci ini merefleksikan kandungan prinsip keEsaan ilahi, kebergantungan
seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia dan
kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk, sebagaimana
difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an: Yaa Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia”
Keempat huruf ini jika digabungkan menjadi kalimat “Allah”. Itulah
alasan mengapa “Alif” menjadi sumber abjad dan huruf pertama dari nama “Tuhan
Yang Maha Kekal” ini, Allah, yang bentuk visualnya benar-benar menyampaikan
seluruh doktrin metafisik Islam mengenai alam realitas.
Karena dalam bentuk tulisan dari nama “Allah” dalam bahasa Arab, kita
melihat dengan jelas suatu garis horizontal, yakni gerak penulisannya,
kemudian garis tegak lurus dari “Alif” dan “Lam” semacam garis melingkar,
yang secara simbolis dapat disamakan dengan suatu lingkaran “Tauhid” yang
mengelilingi jiwa orang Islam, “ dan sekaligus merupakan suatu teofani dan
refleksi dari ketakterbatasan kekayaan khazanah Tuhan yang tercipta setiap
saat tanpa pernah kehabisan kemungkinan-kemungkinannya”. Hal ini pula yang
menegaskan peran kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk (Al-Huda), jalan
menuju Tuhan.
“Al’Qur’an bagaikan sepercik cahaya yang menyinari kegelapan
eksistensi manusia di dunia ini”.
Misteri Zat yang menyatakan identitas, yang sekaligus merupakan sifat
Tuhan yang mutlak dan juga transendensi, mencakup seluruh aspek ketuhanan
yang mungkin termasuk dunia dengan pembiasan pembiasan dari-Nya yang
mengindividualisasi tak terkira banyaknya. Maka dari itu orang yang mencintai
Tuhan akan selalu “mengosongkan hatinya dari segala sesuatu selain-Nya” (ini
terapi yang sangat ampuh untuk mencapai puncak kekhusyuan didalam shalat);
karena “ Alif Lam Lam Ha” akan menyerbu hatinya dan tidak menyisakan ruang
sedikitpun untuk sesuatu yang lain, karena seseorang hanya perlu mengetahui
dan menyelami hakikat “Bismillah” ini untuk mengetahui semua yang dapat
diketahui.
Nama “Allah” adalah kunci khazanah misteri Tuhan dan pintu gerbang
menuju Yang Gaib dan Yang Nyata. Itulah realitas yang berdasarkan identitas
esensial Tuhan dan kesucian nama-Nya. Itulah alasan mengapa para Ahlul Hukama
selalu merenungi dan menyebutkan bahwa ; “Huruf-huruf didalam “Bismillah” turun
dari dunia spiritual ke dunia fisikal dan memiliki substansi spiritual batin
ketika mengenakan selubung dunia gaib yang mampu menembus kedalam makna
batinnya, dan dapat merenungkan simbol prinsip-prinsip realitas maupun
pedoman yang terwujud”
Sebenarnya seluruh manifestasi berasal dari ketujuh huruf ini (Ba Sin
Mim Alif Lam Lam Ha), karena bagaimana mungkin Yang “Esa” melambangkan
sesuatu yang lain dari huruf-huruf yang akan mengakui keEsaan-Nya, apalagi
penggabungan dari ketujuh huruf-huruf ini jika berbentuk huruf Arab yang
memanjang dari kanan ke kiri, akan merupakan lambang penerimaan prinsip
material dan pasif, dalam arti kata “ketaqwaan mutlak” serta dimensi
keindahan yang menyempurnakan ke-Agungan diri-Nya, dan sekaligus melambangkan
pusat teragung yang dari-Nya segala sesuatu itu berasal dan kemana segala
sesuatu itu kembali.
“Manusia harus percaya kepada yang suci dan terlibat didalamnya, kalau
tidak, maka Yang Suci akan menyembunyikan dirinya dibelakang selubung yang
tidak dapat diraba dan dilalui, yang pada hakikatnya adalah, selubung jiwa
rendah manusia “.
Kesucian “Bismillah” mampu menciptakan sesuatu yang bersifat spiritual
sekaligus sensual, menyingkap keindahan dunia ini beserta sifat fananya, dan
menjelma dalam bentuk alam transendental yang indah melalui teofani Tuhan,
karena hakikat Bismillah masih suci dan dicari oleh sebagian masyarakat
Islam, dan menjadi nilai universal bagi seluruh dunia pada saat kebodohan
mengancam untuk mencekik “spirit Bismillah” itu sendiri.
|
................................................
................................
No comments:
Post a Comment