29 March 2020

NABI IBRAHIM AS





 ‏اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ‎

Sesungguhnya Aku berniat kerana اللهَ:
Tugasan gerak organ-organ tubuh badanKu
Daku Niatkan Tasbih anggota-anggota organ tubuhku buat اللهَ.
Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya KepadaMu Ya اللهَ
Kerdipan Mataku berIstighfar Astaghfirullah (أسْتَغْفِرُاللهَ)‎  
Hatiku berdetik disetiap saat menyebut Subhanallah (سُبْحَانَ اللَّهِ)‎
Denyutan Nadiku dengan  Alhamdulillah  (الْحَمْدُ لِلَّهِ)‎
Degupan Jantongku bertasbih LA ILAHA ILLALLAH  (لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱلله)‎
Bayu Nafasku berzikir Allāhu akbar   (اللَّهُ أَكْبَرُ)‎


الْحَمْدُ لِلَّهِ syukur kepada وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ    ...اللهَ 



NABI IBRAHIM
Negeri Babylon subur tanahnya, makmur rakyatnya. Di dalam sejarah dunia disebutkan bahawa rakyatnya maju, bahkan dari sanalah asal usul kemajuan dunia ini. Tetapi lain keadaannya di zaman hidupnya Nabi Ibrahim. Memang subur dan makmur rakyatnya, tetapi picik dalam pengetahuan, bergelumang dalam dunia kegelapan dan kebodohan.
Di negeri yang subur dan rakyat yang makmur tetapi bodoh itu, memerintah seorang Raja yang hanya menjalankan kehendak nafsu dan dirinya sendiri. Itulah dianya Raja Namrud bin Kanan bin Kusy. Di tangannyalah letak segala kekuasaan. Dia yang memutuskan tiap tiap perkara. Apa saja yang dikatakannya, itulah undang undang yang harus dijalankan oleh rakyatnya.
Bila ada seorang saja yang membantah kata-kata Raja, dinyahkan orang itu dengan kekuatan mata pedang. Kerananya tak seorang juga rakyat yang dapat menjalankan akal dan fikiran sendiri. Tetapi hanya tunduk kepada apa yang diperintahkan si Raja, sekalipun bagaimana juga. Rakyat semakin jauh terperosok ke lembah kegelapan dan kebodohan.
Raja itu pulalah yang memerintahkan membuat patong dari batu. Dan telah menjadi kegemaran Raja itu untuk memuja muja patong batu yang terbaik. Kemudian si rakyat banyak diperintahkan sang Raja menyembah nyembah patong dari batu itu. Itulah Tuhan, kata Raja, sedang rakyat hanya diberi kesempatan untuk tunduk saja.
Hal itu lama kelamaan menambah bodohnya rakyat, sehingga dengan rakyat yang bodoh itu, keadaan masyarakat bertambah buruk dan kacau juga.
Sesudah keadaan menjadi kacau dan rusak serusak-rusaknya, Raja Namrud yang berkuasa itu pada suatu malam bermimpi dalam tidurnya, bahawa ia melihat seorang anak kecil melompat masuk ke dalam kamarnya, lalu merampas mahkota yang sedang dipakainya di atas kepalanya, lalu menghancurkan mahkota itu. Setelah ia terbangun, ia termenung memikirkan mimpinya yang luar biasa itu.
Hampir seluruh manusia yang rusak kepercayaan, dahulu dan juga sampai sekarang ini amat percaya kepada mimpi mimpi, bahkan menggantungkan nasib mereka kepada mimpimimpi itu. Termasuk Raja-raja yang sedang berkuasa, sebab banyak di antara Raja-raja yang berkuasa besar itu di zaman purbakala adalah terdiri dari orang-orang yang bodoh-bodoh, tetapi berkuasa karena pengaruh keturunan semata mata. Raja Namrud termasuk salah seorang Raja yang bodoh itu. Karena kebodohannya ia tidak dapat mempergunakan akal yang diberikan Tuhan kepadanya, lalu ia mempercayakan nasibnya kepada tukang tukang tenung atau dukun-dukun tukang ramal. Kepada tukang tukang tenung itulah ia bertanya segala perkara, lebih-lebih tentang mimpi mimpi atau keadaan yang akan datang mengenai nasibnya.
Raja Namrud segera memanggil tukang tukang tenungnya menanyakan apa ertinya mimpi yang dilihatnya itu. Tukang tukang tenung itu mengatakan kepadanya, bahawa akan lahir seorang anak, sedang anak itu setelah besar badannya besar pula pengaruhnya. Dan karena besarnya pengaruh anak itu, maka akan hilanglah semua kekuasaan yang ada di tangannya. Akhirnya Namrud akan jatuh dan mahkotanya akan hilang.
Karena tabir mimpi menurut apa yang dikatakan tukang-tukang tenung itu, Raja Namrud memutuskan dan memerintahkan untuk membunuh semua anak yang dilahirkan, agar jangan sampai jatuh kekuasaan atau mahkota yang ada di kepalanya.

 Masjid Qubaa


       Masjid Qubaa                                        
Di saat itu ibu Ibrahim sedang mengandung, menghamilkan Ibrahim dalam perutnya. Karena takut bayi yang dikandungnya itu setelah lahir akan dibunuh oleh Raja Namrud, maka ibu Ibrahim lari menyembunyikan diri ke suatu gua di luar kota, di mana ia akhirnya melahirkan anaknya seorang laki-laki yang diberi nama Ibrahim.
Begitulah menurut ceritanya, Ibrahim sejak dilahirkan sampai dan selama masa kanak-kanak dibesarkan di dalam gua itu, disembunyikan oleh ibunya. Di sanalah ia disusukan, diasuh, dibesarkan sampai ia menjadi agak besar. Setelah agak besar dan mulai dapat menjalankan fikirannya, di kala ditinggalkan oleh ibunya pergi ke kota mencari makanannya, Ibrahim mencuba melihat ke luar gua dari celah-celah batu yang menutup pintu guanya. Ibrahim tercengang dan kagum melihat luasnya alam di luar guanya yang sempit itu.
Luas dan luas sekali alam (bumi) ini dilihatnya, berpinggiran langit yang biru, terdiri dari dataran dan gunung-gunung serta jurang-jurang, penuh dengan tumbuh-tumbuhan dan tanam tanaman. Di waktu siang ada matahari bersinar terang, di waktu malam gelap-gelita, hanya diterangi oleh bintang bintang yang berkedip kedipan bertebaran sebanyak banyaknya di angkasa luas.
Akhirnya ia bertambah besar dan akalnya bertambah maju. Ia bukan hanya tertarik dan tercengang melihat keindahan dan kehebatan alam luas, bermatahari, berbintang dan bertumbuh tumbuhan, tetapi akhirnya berfikir pula siapa yang menciptakan semuanya itu, siapa yang mengaturkan sedemikian rupa. Ia bertanya dalam hatinya: Siapakah yang mempergilirkan malam dan siang? Siapakah yang menjalankan matahari, bulan dan bintang-bintang? Siapakah yang menumbuhkan tanam tanaman dan tumbuh tumbuhan? Siapakah yang menghidupkan segala yang hidup dan yang mematikan segala yang mati?
Sampailah Ibrahim kepada taraf mencari jawapan dari semua pertanyaan yang demikian itu. Ia tidak mempunyai teman untuk bertanya, selain ibunya yang datang hanya sebentar-sebentar saja sekadar menghantarkan makanan dan minuman baginya. Sekalipun ia menanyakan juga pertanyaan pertanyaan tersebut kepada ibunya, tetapi ibunya tak mempunyai perhatian terhadap pertanyaan pertanyaan semacam itu, sebab perhatian ibunya hanya tertuju bagaimana caranya menyembunyikan Ibrahim agar jangan diketahui oleh seorang manusia pun, agar jangan dibunuh Raja. Hal yang lain yang menjadi perhatian ibunya ialah bagaimana dapat memperoleh makanan dan minuman bagi Ibrahim, dan bagaimana cara menghantarkan makanan dan minuman itu kepada Ibrahim agar jangan diketahui orang lain.
Ya, Ibrahim terpaksa mencari dan memikirkan sendiri jawapan dari segala pertanyaan yang muncul di otak atau fikirannya itu.
Akhirnya setelah ia agak besar, akalnya yang murni, fitrahnya yang suci, yang tidak dikotorkan dan dipengaruhi oleh siapa dan oleh apa pun, tidak pernah dipengaruhi oleh berbagai-bagai kepercayaan palsu yang dipercayai oleh orang banyak, dengan semata-mata atas kekuatan akal dan fikirannya sendiri yang diberikan Allah kepadanya, ia dapat meyakinkan adanya Tuhan yang menciptakan seluruh alam yang ada. Dan Tuhan itu pasti Maha Besar, Maha Mengetahui segala, dan pasti Maha Esa.
Di sinilah letak kehebatan Nabi Ibrahim itu. Sejak masa muda remajanya, tanpa seorang guru atau pengasuh, hanya semata-mata dengan akal yang dikurniakan Allah kepadanya saja, ia sudah dapat mempergunakan akal itu sehingga memperoleh ilmu pengetahuan dan keyakinan (kepercayaan) yang tidak dapat dicapai oleh orang lain, sekalipun orang lain itu hidup di alam bebas, beroleh harta kekayaan atau pangkat yang tinggi seperti Raja Namrud itu.
Memang benar juga kalau ada sebahagian orang berpendapat, bahawa dengan akal atau fikiran semata mata, manusia harus dapat mempercayai akan adanya Allah dan semua kebesaranNya, harus dapat mempercayai bahawa Allah itu Maha Tunggal dan tidak ada Tuhan selain Allah itu. Benar pula pendapat manusia yang mengatakan, bahawa kadang kadang ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia tidak secara ikhlas dan murni, atau harta kekayaan dan pangkat pangkat yang tinggi, tidak menjadikan manusia bertambah pintar, melainkan menjadikan manusia bertambah bodoh. Dan karena kebodohannya itu, mereka yang berilmu, yang berharta dan berkuasa itu sampai tak percaya kepada Allah Pencipta, malah menyembah berhala-berhala, patung-patung dan mempercayai tukang tukang tenung atau dukun dukun palsu.

         
Demikianlah kehebatan Ibrahim. Pantaslah kalau Allah di dalam Kitab SuciNya al-Quran, mengucapkan salam kepada Ibrahim: Salamun ala Ibrahim (salam kepada Ibrahim). Dan sepatutnyalah kalau setiap orang yang beriman, iaitu kita orang Islam, lima kali kita mengerjakan sembahyang dalam sehari semalam, lima kali kita mengucapkan selawat dan salam kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim yang beriman kepadanya, sesudah kita mengucapkan selawat dan salam kepada Muhammad dan semua keluarganya yang beriman kepada Muhammad.
Setelah Ibrahim menjadi remaja, bahaya pembunuhan terhadap anak anak yang baru lahir sudah dilupakan dan tak dijalankan lagi, Ibrahim keluar mencemplungkan dirinya ke dalam masyarakat manusia yang bergelumang dengan kebodohan dan kepercayaan-kepercayaan yang rusak itu. Ia dapati manusia seluruhnya sudah sesat. Mereka melakukan berbagai-bagai kejahatan, menyembah berhala berhala dan patung patung, ada pula yang menyembah bintang, bulan dan matahari. Bapaknya sendiri bekerja membuat patung-patung dari kayu atau batu, lalu menjual patung patung itu kepada orang-orang. Patung-patung itu mereka sembah. Termasuk yang menyembah patung patung itu bapaknya sendiri yang membikin patung-patung itu sendiri.
Ibrahim mengeluh dan mengeluh. Ia mengeluh kepada Tuhan: Oh Tuhan, aku menderita, iaitu penderitaan batin, melihat kemungkaran dan kesesatan. Untuk apakah gerangan akal yang dikurniakan Tuhan, mereka pergunakan? Apakah semata-mata untuk membuat kerusakan dan mencari kekayaan? Ia berdoa: Oh Tuhan, tunjukilah aku, kalau Tuhan tidak menunjuki akan daku, sungguh aku akan menjadi sesat sebagai orang banyak yang sesat dan aniaya itu.
Masjid Niu Jie Beijing


Masjid Niu Jie Beijing

               
Allah lalu memberikan petunjuk kepada Ibrahim. Dia diangkat Allah menjadi Nabi dan Rasul. Kepadanya dikirimkan wahyu-wahyu, sehingga keyakinannya kepada Allah Pencipta, sekarang ini bukan lagi sebagai kesimpulan pendapat dan pemikiran semata, melainkan sebagai iman atau kepercayaan yang tak goyah atau goncang lagi. Allah mengajarkan kepadanya segala sesuatu dan segala rahsia yang ada di balik alam nyata yang di lihat Ibrahim. Diajarkan Allah kepadanya bahawa disebalik alam nyata ini ada alam ghaib yang lebih luas. Setiap manusia yang mati akan dihidupkan kembali dalam kehidupan di alam Akhirat nanti.
Setelah bertahun tahun lamanya Ibrahim memikirkan alam nyata ini, fikiran Ibrahim sekarang ini tertumpah ke alam Akhirat itu. Timbul pertanyaan dalam hatinya bagaimana caranya Tuhan dapat menghidupkan semua manusia yang sudah mati itu di alam Akhirat nanti. Sekalipun ia sudah yakin akan kehidupan di alam Akhirat itu, tetapi ia ingin tahu bagaimana caranya Tuhan menghidupkan manusia di alam Akhirat.
Ia berfikir dan bermenung lagi, ingin tahu bagaimana caranya Tuhan menciptakan dan menghidupkan segala yang ada dan yang hidup ini. Bagaimana juga diikhtiarkannya untuk mendapatkan penyelesaian dari apa yang direnungkannya ini, ia tak berhasil mendapatkannya, karena yang difikirkannya ini adalah di luar letak kemampuan akal dan fikiran manusia, termasuk akal dan fikiran Ibrahim sendiri. Dia menjadi gelisah dan tak tenang kembali.
Lalu Nabi Ibrahim mendoa memohonkan kepada Allah, agar Allah memperlihatkan kepadanya, bagaimana Allah mengadakan kebangkitan itu, bagaimana caranya Allah menghidupkan apa yang sudah mati itu kembali.
Karena doa yang luar biasa ini, Allah lalu bertanya kepada Ibrahim: Apakah engkau belum beriman, ya Ibrahim ?
Ibrahim menjawab: Sekali kali tidak, ya Tuhanku; bukankah Engkau telah memberi wahyu kepadaku, dan aku telah percaya dan membenarkannya, tetapi dalam hal ini adalah semata mata supaya lebih terang kepadaku dan lebih tenang jiwaku ini.
Permohonan Nabi Ibrahim ini dikabulkan Tuhan. Lalu diperintahkan Tuhan agar Ibrahim mengambil (menangkap) empat ekor burung. Supaya masing-masing burung empat ekor itu dipotong potong, diceraikan setiap anggota tubuhnya, supaya Ibrahim melihat sendiri bagaimana cara burung itu dijadikan hidup lagi oleh Tuhan Allah.
Potongan potongan kecil dari keempat ekor burung itu, dihancur lumatkan menjadi serbuk yang halus, lalu dicampur-adukkan semuanya. Campuran itu lalu disuruh bagi menjadi empat longgok. Masing masing longgok itu disuruh taruhkan di atas puncak keempatempat bukit yang berjauh jauhan pula letaknya itu.
Kepada Nabi Ibrahim lalu diperintahkan Allah memanggil burung burung yang sudah hancur lumat itu. Baru saja Nabi Ibrahim memanggilnya, masing masing longgok burung yang hancur itu lalu terbang menjadi burung biasa kembali. Berbulu, berparuh, tak ada beza sedikit juga dengan burung burung itu sendiri sebelum hancur menjadi satu. Masing-masing burung itu menuju kepada Nabi Ibrahim, agar Nabi Ibrahim dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana caranya Tuhan menghidupkan apa yang sudah mati dan hancur.
Dengan cara dan dengan semudah itu pulalah Allah nanti akan menghidupkan dan membangkitkan semua manusia yang sudah mati di kampung Akhirat, untuk dihisab dan diperhitungkan segala amal dan kejahatan tiap-tiap manusia. Untuk diadili dan dibalas setiap amal itu dengan pembalasan yang setimpal. Amal baik dengan balasan yang baik, dan amal jahat dengan balasan yang jahat pula. Bila Allah telah menghendaki sesuatu, maka tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi adanya sesuatu itu. Sungguh Allah Maha Kuasa dan Maha Bijaksana.

PANCAROBA NABI IBRAHIM
The Sacred Site Of Prophet Ibrahim, Makkah 
The Sacred Site Of Prophet Ibrahim, Makkah

Kegagalan Ibrahim untuk membetulkan bapanya sendiri, dan sanggahan bapanya terhadap seruannya yang berhati hati dan bijaksana itu, tidaklah menjadikan Ibrahim putus asa, sehingga berhenti berusaha.
Hatinya yang tetap, jiwanya yang tenang, tetap memberikan keyakinan kepadanya, bahwa kata kata yang tersusun rapi, anjuran anjuran yang suci murni saja, belum tentu dapat membawakan hasil yang baik, bekas yang berguna di atas muka bumi yang didiami manusia ini.
Dia bersiap untuk menghadapi bangsa itu dengan kata kata yang lebih sesuai dengan pendengaran orang yang masih begitu pengertian mereka, lebih mudah dimasukkan ke dalam fikiran dan diterima oleh akal. Dan kalau perlu, tidak dengan kata-kata saja, tetapi dengan tindakan yang dapat dilihat dengan mata dan dirasa dengan anggota badan, yang sesuai pula dengan keadaan yang ada.
Sebagai seorang doktor, dicarinya pokok dan sebab penyakit, lalu dibubuhkannya ubat yang sepadan buat penyakit itu, dan keadaan orang yang menderita penyakit.
Ibrahim bertanya kepada mereka, dengan pertanyaan yang gampang sekali: Apakah yang kamu sembah itu? Mereka jawablah dengan apa yang mereka sembah, iaitu patung patung yang sudah sama diketahui.
Bertanya pula Ibrahim kepada mereka: Melihatkah gerangan patung patung itu kepada kamu menyembahnya, dan adakah patung patung itu mendengarkan apa yang kamu katakan kepadanya ketika kamu menyembah itu? Manfaat apa yang dapat diberi-kan patung-patung itu kepadamu, atau mudharat apa yang dapat dihasilkannya kepadamu ?
Mulailah kaum itu bimbang dan ragu dalam memberikan jawapan mereka. Mereka hanya dapat berkata dan menjawab begini: Karena demikianlah yang kami jumpai dari nenek moyang kami sejak dahulu.
Alangkah buruknya pekerjaan meniru itu, bertaqlid buta terhadap apa yang ada. Sungguh kamu dan nenek moyangmu itu adalah dalam kesesatan yang nyata, jelas Ibrahim.
Apakah engkau sengaja menghina kami, hai Ibrahim, ataukah engkau semata mata bermain main dengan kami? kata mereka pula.
Aku berkata dengan sebenarnya, aku tidak pernah bermain main. Aku membawa kepadamu agama yang benar, saya diutus Allah kepadamu membawa pedoman dan petunjuk yang baik. Tuhan yang patut kamu sembah ialah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Adapun patung patung yang kamu sembah itu hanya batu batu yang diukir yang tak dapat berbuat apa-apa. Kamu sembah dia karena ajakan setan belaka, untuk menyesatkan kamu. Fikirlah dengan akalmu, lihatlah dengan matamu, mudah mudahan kamu dapat melihat petunjuk ini! Tuhan itulah yang menjadikan aku ini lalu memberi petunjuk kepadaku, yang mengadakan makanan dan minumku; kalau aku sakit, Dialah yang menyembuhkan, yang mematikan dan menghidupkan aku kembali, kepadaNyalah aku tak bosan bosan memohon ampun atas kesalahanku di hari perhitungan nanti.
Telah menjadi adat kebiasaan yang tetap bagi bangsa Babylon itu saban tahun mengadakan hari raya besar. Di hari itu semua anak negeri keluar meninggalkan kota, pergi berburu, setelah menyediakan masakan masakan dan makanan yang lazat yang diletakkan di samping tiap tiap patung yang mereka sembah itu. Sepulangnya dari pemburuan itu, mereka makanlah bersama sama akan semua makanan itu di samping patung patung dengan riang gembira, serta memuja muja patung itu.

API YANG TIDAK DAPAT MEMBAKAR


Keputusan untuk membakar Nabi Ibrahim sudah tetap, dengan api yang bergejolak sebesar besarnya, sesuai dengan gejolakan kemarahan yang ada dalam hati mereka semuanya, dengan longgokan kayu api yang setinggi bukit. Untuk ini semua, masing masing rakyat, kecil besar, lelaki dan perempuan dalam waktu beberapa hari lamanya mengumpulkan kau api sebanyak mungkin. Yang paling banyak membawa kayu, paling besar pahalanya menurut ajaran agama mereka yang sesat itu, makin dicintai mereka itu oleh tuhan tuhan mereka yang terdiri dari batu batu berhala itu.
Kayu telah dilonggokkan dengan sebanyak-banyaknya, setinggi bukit. Sedang di tengah-tengah kau api yang setinggi bukit itulah Nabi Ibrahim dipaksa berdiri untuk dibakar menjadi abu.
Nabi Ibrahim digiring ke tengah-tengah onggokan kayu yang sudah mulai bernyala-nyala dimakan api. Tidak gentar sedikit jua, dan tidak pula ada sesalan. Imannya tetap, keyakinan penuh. Karena menjalankan perintah Allah dia akan dibakar, dan hanya Allah pulalah yang dapat menyelamatkan dirinya dari seksa manusia yang bagaimana juga hebatnya. Kepercayaan Ibrahim atas perlindungan dan pertolongan Allah kukuh dan kuat sekali.
Api mulai berkobar kobar, menyala nyala dengan warnanya yang merah, dengan bunyi Berderak derik, dengan asap yang bergumpal gumpal ke udara. Seakan akan bumi yang luas ini turut terbakar ketika itu. Demikianlah api yang bergejolak itu.
Nabi Ibrahim sekarang ini berada di tengah tengah api diselubungi oleh asap yang bergumpal gumpal. Bagaimanakah jadinya dengan Nabi Ibrahim? Semua kayu sudah menjadi bara yang merah, akhirnya beransur-ansur menjadi abu, sehingga habis sama sekali.
Alangkah terkejutnya si orang banyak, setelah api padam seluruhnya setelah berkobar dalam waktu berpuluh puluh jam lamanya. Nabi Ibrahim keluar dari tumpukan abu dengan selamat, jangankan akan luka dan terbakar, satu cacat pun tidak ada pada badan Nabi Ibrahim.
Api itu pun tunduk kepada perintah Tuhannya untuk menjadi dingin, dan malah menyegarkan akan perasaan Nabi Ibrahim, dicium sayang oleh api yang taat kepada Tuhannya itu.
Melihat keadaan itu, orang banyak sama berpaling menghindarkan muka satu sama lain, malu berpandangan wajah. Masing masing mahu menyembunyikan mukanya masing masing, lebih lebih terhadap pandangan mata Nabi Ibrahim sendiri.
Dengan kejadian itu, berlakulah satu kejadian besar yang di lihat sendiri oleh mata si orang banyak yang engkar, satu mukjizat kebenaran Ibrahim, satu ayat tanda kebesaran Allah.
Dengan kejadian itu, yang sebenarnya orang banyak sudah mahu tunduk kepada Ibrahim dan kebenarannya. Tetapi pengaruh Raja dan pemimpin mereka, pengaruh sentimen dan malu muka terhadap Ibrahim, umumnya mereka itu tetap membangkang atas ajakan yang benar itu, hanya sedikit saja yang turut menurutkan arus kebenaran yang menderas itu. Banyak pula yang terus engkar karena mempertahankan penghidupan dan pangkat duniawi, ada pula yang takut mati dan seksaan manusia yang memaksa mereka.

IBRAHIM DAN PENGIKUTNYA

Ibrahim pergi dengan tongkatnya. Meninggalkan kampung halaman dan bangsanya. Mencari orang yang sekiranya mahu mendengarkan kata katanya. Kalau orang yang dicari itu tidak ada di kalangan bangsanya sendiri, dari kalangan bangsa dan negeri lain pun jadi. Hanya untuk sama sama menyembah Allah. Sama sama meninggalkan kesesatan dan kejahatan.
Di gunung dan padang pasir yang tandus, Nabi Ibrahim berjalan. Di kala matahari sudah terbenam, dan malam sudah datang, gelap-gelita telah menutup dan menyelubungi bumi, maka tampaklah berkerlipan beribu ribu bintang di langit yang luas itu. Dilihatnya orang orang yang dijalaninya itu menyembah akan bintang bintang.
Nabi Ibrahim berkata kepada mereka: Ya, itulah tuhan saya ! Di sini tampak bagaimana caranya Nabi Ibrahim mengajar kepada orang berkepercayaan bintang sebagai tuhan. Diturutkannya kepercayaan orang itu sejenak, untuk dibawanya ke arah yang benar dengan cara berkata kata dan bercengkerama belaka.
Kemudian ketika bintang yang berkelip kelip itu telah tenggelam, maka Ibrahim memperlihatkan marahnya kepada bintang bintang itu di hadapan mereka yang menyembah bintang itu sendiri dengan berkata: Saya tidak suka kepada tuhan yang meninggalkan aku dalam gelap, yang berpindah pindah, dan berubah ubah. Aku sekali kali tidak cinta kepada tuhan yang demikian itu.
Ketika itu muncullah bulan purnama dengan wajahnya yang bulat, cahayanya yang terang, jauh lebih terang dari cahaya bintang bintang, karena lebih besar. Lalu Ibrahim berkata kepada mereka: Inilah tuhanku ! Iaitu semacam kata kata untuk membawa dan membimbing perasaan mereka ke jalan yang benar.
Tetapi bulan itupun akhirnya tenggelam pula, sehingga tinggallah Ibrahim dan kawan kawannya itu tanpa bulan, gelap-gelita. Ketika itu berkata pulalah Ibrahim di hadapan mereka: Kalau tuhan itu tidak menerangi saya lagi, tentu tersesat jalanku. Ia menerangkan kepada mereka, bahawa Tuhan yang sebenarnya harus memberi penerangan, menunjuk jalan yang benar. Sedang bulan itu timbul dan tenggelam, tidak selamanya menerangi.
Apalagi setelah Ibrahim melihat matahari dengan sinarannya yang membahang itu. Dengan kagum dan tercengang hebat di hadapan orang banyak itu ia berkata: Inilah tuhanku ! Lihatlah cahayanya yang memenuhi angkasa dan dunia, sehingga bumi penuh dengan perasaan hidup dan bahagia kerananya. Jauh lebih besar dari bintang dan bulan, lebih banyak manfaat.
Tetapi akhirnya matahari itupun tenggelam pula, dengan lebih marah lagi berkata Ibrahim terhadap matahari, bahawa dia bukan Tuhanmu dan sungguh sesat orang yang menyembah mata-hari itu. Di situ diterangkanlah oleh Ibrahim, bahawa bintang, bulan dan matahari itu sendiri dijadikan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Allah inilah yang seharusnya kita sembah, kita hormati dan kita puja. Setelah memaklumkan kepada mereka, bahawa dia tidak akan mengikuti menyembah bintang bintang, bulan dan matahari, lalu dia berkata: Saya menghadapkan muka saya hanya terhadap Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi, dan saya tidak termasuk orang orang yang syirik.
The entrance door of Ibrahim Mosque
The entrance door of Ibrahim Mosque

               
Ibrahim sengaja di hari raya itu tidak turut ke luar kota, sebab sudah ditetapkannya rencana, yang sepeninggalan mereka, Ibrahim akan menghancurkan semua patung patung itu dengan sebilah kapak besar yang sudah disediakannya.
Di kala semua orang sudah sama pergi, dan kota itu kosong dari manusia manusia syirik itu, lalu Ibrahim masuk ke rumah penyembahan patung, dimana dia dapati patung sebanyak banyaknya, kecil besar, sedang di samping patung patung itu makanan yang lazat lazat rasanya.
Dengan amarahnya Ibrahim berkata kepada patung patung itu: Kenapa, hai patung, tidak engkau makan akan makanan makanan yang lazat itu? Tidak satu pun di antara patung patung itu yang menjawab karena memang batu tidak mendengar kata kata dan tak dapat berbuat apa apa.
Dengan marah dan hati yang tetap, dihancurkannya semua patung patung itu sampai hancur luluh merupakan pecahan pecahan batu yang berantakan tak keruan susunannya. Hanya ditinggalkannya satu patung yang paling besar saja. Sedang di leher patung yang terbesar itu digantungkannya kapak yang dipergunakannya untuk menghancurkan patung patung yang banyak itu. Agar dilihatnya sendiri, bagaimana kata mereka terhadap patung yang terbesar itu nanti.
Akhirnya semua orang kembali dari perburuan, pulang ke kota, lantas masuk mendapatkan patung patung itu.
Alangkah terperanjat semua mereka, seketika mereka lihat semua patung itu sudah jatuh hancur berantakan, pecah belah tak keruan susunannya lagi. Masing masing mereka bertanya satu sama lain: Siapakah yang berbuat begini terhadap tuhan-tuhan kita; sungguh orang itu aniaya sebesar besarnya.
Salah seorang di antara mereka lalu berkata: Saya mendengar seorang pemuda bernama Ibrahim yang selalu menghina hina patung patung kita ini. Tentu dialah yang berbuat ini.
Manusia makin banyak datang, ingin tahu siapa sebenarnya yang berbuat itu, dan ingin menyiksa dan membalas sekejam kejamnya.
Nabi Ibrahim dicari, lalu ditangkap. Di hadapan kumpulan manusia yang semakin banyakjuga, Ibrahim dipertontonkan kepada orang banyak, lalu dianiayai: Apa benarkah engkau yang sudah berbuat begini terhadap tuhan tuhan kami, hai Ibrahim ?
Dengan pertanyaan itu, terbukalah kesempatan kepada Nabi Ibrahim untuk berkata dan menjawab, dengan susunan kata yang serapi-rapinya, paling mudah difahamkan. Sedang orang banyak memasangkan anak telinga mereka masing-masing ingin mendengarkan benar benar akan jawaban Ibrahim itu.
Nabi Ibrahim lalu menjawab: Tanyakanlah kepada patung terbesar yang masih utuh itu. Mungkin patung itu marah lalu menghancurkan patung patung yang kecil. Lihatlah kapak masih tergantung di lehernya. jawaban Ibrahim itu menderu masuk ke kuping masing masing mereka membukakan tutup yang sudah berkarat berabad abad lamanya, sehingga mereka terpesona atas kebodohan mereka sendiri. Lalu timbul bantahan-bantahan antara sesama mereka sendiri, sesal-menyesalkan, salah menyalahkan satu sama lain dan berkata: Kamulah yang salah, kenapa tidak ditinggalkan orang seorang untuk menjaganya.
Setelah terpesona sebagai ayam kena pukul di kepalanya, mereka lalu berfikir dan menjawab kepada Ibrahim: Engkau tahu sendiri, hai Ibrahim, bahwa patung itu tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan. Bodoh benar engkau yang menyuruh kami bertanya kepada patung itu.
Terbukalah kesempatan yang kedua bagi Ibrahim untuk lebih menyingkapkan ketololan mereka, memberi jalan kepada mereka untuk keluar dari lembah kesesatan, menempuh jalan yang benar.
Ibrahim lalu berkata kepada mereka: Kalau kamu sekalian sudah tahu yang patung-patung itu tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, apakah bukan kamu sekalian yang lebih tolol, kenapa kamu sekalian menyembah patung patung itu, lalu bermunajat minta-minta kemaslahatan dan keselamatan kepada patung-patung itu sedang patung patung itu sendiri tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri sendiri. Cubalah kamu fikirkan baik baik, kamu sekalian ada mempunyai akal!
Tangkisan dan kecaman yang tak dapat mereka jawab. Seluruh mereka jatuh tersungkur tak dapat bangun lagi dalam perdebatan ini. Mereka kalah dan lemah dalam perdebatan dan kebenaran, tetapi lebih kuat dalam persenjataan. Mereka serentak bangun menangkap Nabi Ibrahim, lalu mengikatnya, dengan serentak mereka berkata: Bakar Ibrahim, dan bela patung patung itu !
 Black Stone, Makkah
Black Stone, Makkah

NABI IBRAH1M MELAWAN RAJA NAMRUD

Melihat kejadian hebat yang luar biasa itu, Raja Namrud yang menganggap dirinya maha kuasa itu mulai takut dan khuatir. Tetapi karena kekuasaan ada pada tangannya, ketakutan dan kekhuatiran itu disalurkannya, dirubah menjadi kemarahan besar terhadap Ibrahim.
Nabi Ibrahim dipanggil, dihadapkan ke hadapannya dan berkata dengan menuduh: Engkau telah menyebarkan fitnah yang jahat sekali. Apakah Tuhan yang engkau ajarkan itu? Apakah ada lagi Tuhan selain saya sendiri? Sayalah yang menjadi tuhan harus disembah. Sayalah yang mengatur dan dapat merusak segala-gala yang ada ini. Siapakah yang lebih tinggi kuasanya dari saya? Hukum yang saya tetapkan mesti berlaku, putusan yang saya tetapkan harus jalan. Semua orang tunduk kepadaku. Kenapa kamu keluar dari anutan yang diturut oleh si orang banyak. Apa berani engkau menentang saya?
Ibrahim menjawab dengan sikap yang tetap dan tegas, dengan kata yang teratur, menyatakan: Allahlah Tuhan yang disembah, yang lebih kuasa dari orang yang pernah berkuasa, menghidup dan mematikan, pencipta langit dan matahari. Tetapi engkau, ya Namrud, mendapat kekuasaan dengan jalan yang tidak halal, engkau berkata dengan alasan alasan yang palsu. Saya dapat hidup ini adalah kerana perlindungan dari Tuhan itu.
Tangkisan Ibrahim itu dijawab oleh Namrud dengan suara keras: Akulah yang menghidupkan dan mematikan. Namrud lalu memerintahkan pengawalnya untuk mendatangkan dua orang budaknya. Setelah kedua orang budak itu datang, Namrud lalu berkata kepada Nabi Ibrahim: Akan engkau lihat sendiri, seorang dari kedua budak ini akan saya matikan dan seorang lagi akan saya hidupkan.
Sambil berkata demikian, Namrud mencabut pedang dari sarungnya. Tanpa rasa kasihan sedikitpun, salah seorang di antara kedua budak tadi dipotong lehernya dengan pedang sehingga mati. Dan yang seorang lagi dibiarkannya hidup. Lalu dia berkata kepada Ibrahim: Saya menghidupkan dan saya mematikan.
Nabi Ibrahim lalu menjawab: Tuhanku menjalankan matahari itu dari Timur ke Barat. Cuba kamu jalankan matahari itu dari Barat ke Timur, sekiranya kamu benar berkuasa. Mendengar tentangan Nabi Ibrahim ini, Raja Namrud tinggal bersungut tak dapat menjawab apa-apa.
Sejak hari itu, dendam Namrud terhadap Ibrahim menjadi berterang terangan, sehingga Ibrahim dinyatakan sebagai musuh satu satunya yang tak boleh diabaikan. Dia takut kalau kalau Ibrahim mendapat pengikut yang banyak sehingga dapat mengalahkan dia di akhir kelaknya.
Semua itu telah diketahui oleh Ibrahim, yang dia akan dinyahkan oleh Raja Namrud dengan cara pengecut.
Tidak ada lain jalan bagi Nabi Ibrahim, selain meninggalkan tanah airnya itu dengan diam diam, pergi, terus pergi ke sana, mengembara ke tempat yang tidak tentu dan belum pernah dikenalnya. Ditinggalkannya bangsa dan tanah airnya yang celaka itu, dengan seksa Tuhan yang turun silih berganti tidak henti hentinya.
Akhirnya sampailah Nabi Ibrahim di Palestin. Mulai saat itu bermulalah tarikh dan sejarah Palestin, sejarah manusia seluruhnya dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan kepalsuan, sambung menyambung sampai saat sekarang ini.

NABI IBRAHIM Dl MESIR

Negeri Syam yang didiami Ibrahim itu, tiba tiba mendapat bahaya penyakit menular, dan penghidupan di situ bertambah lama bertambah sempit dan sulit. Kerananya lbrahim dan isterinya yang bernama Sarah, meninggalkan tanah Syam (Palestin, atau Suria), menuju ke Mesir. Sedang di Mesir ketika itu memerintah seorang Raja dengan kekerasan atau kemahuan diri sendiri saja.
Sarah adalah seorang perempuan cantik sekali parasnya. Dan kecantikannya inilah yang membawa satu kejadian yang tidak menggembirakan terhadap keluarga Ibrahim. Raja Mesir yang gagah perkasa itu tertarik hati setelah memandang wajah Sarah. Ibrahim lalu dipanggilnya ke istana. Ditanya oleh Raja tentang perhubungannya dengan perempuan itu, maka dia selamanya berdua duaan ke mana saja mereka pergi.
Ibrahim mengerti akan maksud Raja, dan apa yang terkandung dalam hati Raja itu. Kalau dijawabnya bahawa Sarah itu adalah isterinya, mungkin jawapan yang demikian itu menimbulkan bencana terhadap dirinya atau terhadap isterinya sendiri. Lalu dijawabnyalah dengan jawapan yang tidak sebenarnya dengan mengatakan bahawa perempuan itu adalah saudaranya, saudara dengan pengertian seluas kata, saudara dalam keturunan, saudara dalam agama, saudara dalam bahasa dan saudara dalam kemanusiaan. Dengan jawapan ini, ternyata kepada Raja yang perempuan itu belum mempunyai suami, lalu Ibrahim dan perempuan itu diperintahkan untuk tinggal dalam istana Raja.
Ibrahim pun datang mendapatkan isterinya membawa khabar yang tidak baik ini dengan berkata: Khabar yang saya bawa ini adalah khabar yang tidak dibuat buat, dan saya tidaklah main main. Lalu diterangkannya apa-apa yang terjadi dan berlaku antara dia dan Raja, apa perintah yang diperintahkan Raja itu. Dan tidak ada daya upaya berhadapan dengan Raja perkasa yang aniaya itu selain menyerahkan diri ke hadrat Allah, sebagaimana yang sudah terjadi di masa yang silam.
Ibrahim terpaksa dengan tangannya sendiri menyerahkan isterinya kepada Raja yang aniaya itu. Sarah sudah diserahkan kepada Raja dalam istana dengan menyerahkan nasib, dan keadaan selanjutnya hanya kepada Allah semata mata.
Setiba di istana, kepada Sarah dengan segera diberikan pakaian dan perhiasan yang sebagus bagus dan semahal mahalnya. Tetapi tampak di wajahnya yang dia sendiri tidak suka tinggal di istana itu, tidak suka kepada semua pemberian yang berupakan pakaian dan perhiasan yang cantik cantik itu. Istana yang molek, pakaian dan perhiasan yang bagaimana mahalnya itu tidak dapat melupakan dia kepada suaminya sendiri, yang dipisahkan dengan dia bukan karena kesalahan atau perbuatan yang tak baik, tetapi hanya kerana kemahuan seorang Raja yang gagah perkasa, kerana hanya nafsu dari seorang manusia yang mengaku Raja itu.
Dia berserah diri bulat bulat kepada Allah, memegang teguh akan ajaran agamanya, lalu duduk bertumpang dagu dengan sedihnya.
Sering sering Raja masuk ke tempat Sarah melihat kalau Sarah telah menjadi riang dan gembira, untuk dihampirinya. Tetapi setiap kali Raja masuk, Sarah terperanjat dan bertambah sedih.Berbagai bagai jalan diusahakan oleh Raja itu agar Sarah hilang sedihnya, timbul gembira hatinya, tetapi semua daya upaya dan usaha Raja itu sia sia belaka.
Setelah penat dan letih menjalankan berbagai ikhtiar, akhirnya dengan badan yang lelah, Raja itu lalu tidur di atas tempat tidurnya. Dari tidurnya itu dia bermimpi, di mana dinyatakan dalam mimpinya itu. bahawa Sarah itu yang sebenarnya telah mempunyai suami sendiri, iaitu Ibrahim yang mengaku saudaranya itu.
Setelah terbangun dari tidurnya, maka Raja itu menetapkan akan melepaskan Sarah dan menyerahkannya kembali kepada suaminya, iaitu Nabi Ibrahim. Dengan jalan begitulah Allah melindungi Sarah dari fitnah yang amat besar itu.
Lama Ibrahim dan isterinya tinggal di Mesir. Ibrahim dengan segala sifat sifatnya yang terpuji itu, berusaha mencari rezeki untuk hidupnya. Rezeki banyak, sahabat kenalannya pun banyak pula. Dia sekarang sudah menjadi orang yang kaya, banyak binatang binatang ternaknya dan banyak pula harta bendanya.
Karena nikmat Allah yang berlipat-ganda ini, banyaklah manusia asli anak negeri sendiri yang menjadi dengki dan hasad terhadap Nabi Ibrahim.
Bukan hanya hasad dan dengki dalam hati, tetapi tampaknya mereka telah memutuskan akan menjalankan sesuatu yang akan mencelakakan terhadap Ibrahim dan isterinya. Nabi Ibrahim terpaksa pula meninggalkan negeri Mesir yang hanya memberinya harta kekayaan dan tidaklah dapat memberikan kebahagiaan itu.
Nabi Ibrahim kembali menuju ke Palestin, tempat yang sudah lama ditinggalkannya itu. Sejak mulai saat itu, dijadikannyalah Palestin itu tanah airnya sendiri. Dan kota yang ditempati itu dijadikan tempat suci untuk menyembah Allah. Lama sekali Ibrahim tinggal di Palestin sehingga dari keturunannya inilah boleh di katakan semua Nabi dan Rasul yang datang kemudian.




               





                               

No comments: