BERKORBAN APA SAJA…
Pada saat putrinya
menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara
pernikahan saja. Ia tidak diundang, bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia
duduk di sudut kursi paling belakang di , sambil mendoakan agar Tuhan selalu
melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu
bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan
tidak boleh menghubungi putrinya.
Pada suatu hari ia
membaca di akhbar bahwa putrinya telah melahirkan seorang putera, ia merasa
bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu.
Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi
ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia
berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan untuk
melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya, karena keinginannya sedemikian
besarnya untuk melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan
nama palsu untuk menjadi orang gaji di rumah keluarga putrinya.
Ia merasa bahagia
sekali, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Di rumah
putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai nenek dari
cucunya melainkan hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa
berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.
Di rumah putrinya, ia
tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan binatang peliharaan mereka
jauh lebih dikasihi oleh putrinya daripada dirinya sendiri. Di samping itu
sering sekali dibentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri,
kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang
kecil di belakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni kesalahan
putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa
agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi
putrinya.
Setelah bekerja
bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya
dirumah tersebut, akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi.
menantunya merasa berhutang budi kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga
ia memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah orang tua.
Puluhan tahun ia tidak
bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pencen yang
ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran
siapa tahu pada suatu saat ia memerlukan bantuannya. Pada tahun lampau beberapa
hari sebelum hari raya ia jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa
saatnya sudah tidak lama lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya
satu keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa
bertemu dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin
memberikan seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya,
sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.
Suhu dilua rsejuk
sekali dengan hujan turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun
pada saat ini tidak mau keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin,
tetapi Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya. Ia
ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh
menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia
harus dua kali ganti bus, karena jarak rumah orang tua tempat di mana ia
tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Suatu perjalanan yang jauh dan tidak
mudah bagi seorang nenek tua yang berada dlm keadaan sakit.
Setiba di rumah
putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan
ternyata putrinya sendiri yang membukakan pintu rumah besar di mana putrinya
tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya? Apakah rasa
bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor: “Kamu sudah
bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa
untuk pembantu ada pintu khusus, ialah pintu di belakang rumah!”
“Nak, Ibu datang
bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin memberikan hadiah hari raya
untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, mungkin yang terakhir kalinya,
bolehkah saya masuk sebentar saja, karena di luaran dingin sekali dan sedang
hujan sedang turun. Ibu sudah tidak kuat lagi nak!” kata wanita tua itu.
“Maaf saya tidak ada
waktu, di samping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat
tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu, jangan
sembarangan datang begitu saja!” ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu
pintu ditutup dengan keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga
mengusir seorang pengemis.
Tidak ada rasa kasih,
jangankan kasih, belas kasihanpun tidak ada. Setelah beberapa saat kemudian
loceng rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon di rumah
putrinya “Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami pinjam,teleponnya sebentar untuk
menelpon ke kantor polisi, sebab disetesen bus di depan ada seorang nenek
meninggal dunia, rupanya ia mati kesejukan!”
Wanita tua ini mati
bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat
mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya
yang tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya. Seorang Ibu
melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan
apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari
bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan
lelah ataupun tidak mungkin dan ini 366 hari dlm setahun. Seorang Ibu mendoakan
dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap minit dan ini sepanjang masa. Bukan
hanya setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru hendak
memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja
“Mother’s Day” sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, memberikan
hadiah, untuk menilpon saja kita tidak punya waktu.
Kita akan boleh lebih
membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya,
waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga maupun hadiah. Renungkanlah:
bila kita terakhir kali menelpon Ibu? bila kita terakhir mengundang Ibu? bila
terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan bila terakhir kali kita memberikan kecupan
manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan bilakah kita terakhir
kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah kasih sayang
selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan
apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
Sumber: email teman
teman _hazaldin
No comments:
Post a Comment