BismillahHirahmanirRahim... الحمد لله syukur kepada الله Everything happening with الله permission : #Sesungguhnya Aku berniat kerana الله:Tugasan geraktubuh badanKu Daku Niatkan Tasbih anggota tubuhku buat الله. Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya kepada~Mu Ya الله.. Setiap Detik Hatiku menyebut Subhanallah سبحان الله Denyutan Nadiku dengan Alhamdulillah الحمد لله Degupan Jantongku bertasbih LA ILAHA ILLALLAH لا إله إلا الله Nafasku berzikir Allāhu akbar الله أكبر
Dlm Al Quran yang menyebut ‘ahlulbait’, rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.
1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah”.
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna ‘ahlulbait’ adalah terdiri dari isteri dari Nabi Ibrahim.
2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: ‘Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu ‘ahlulbait’ yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna ‘ahlulbait’ adalah meliputi Ibu kandung Nabi Musa As. atau ya Saudara kandung Nabi Musa As.
3. QS. 33:33: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu ‘ahlulbait’ dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. para isteri dan anak-anak beliau.
Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifatnya menjadi universal terdiri dari:
1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg ‘nabi’ dan rasul sudah meninggal terlebih dahulu.
2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini, tak ada karena beliau ‘anak tunggal’ dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah.
3. Isteri-isteri beliau.
4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau yang berhak menurunkan ‘nasab’-nya, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan.
Bagaimana tentang pewaris tahta ‘ahlul bait’ dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam.
Lalu, apakah anak-anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali boleh kita anggap bernasabkan kepada nasabnya Bunda Fatimah?. ya jika merujuk pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.
Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul bait, karena kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), maka untuk selanjutnya yang seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari anak perempuannya seperti Fatimah dan juga Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg penerima warisnya.
Dengan demikian sistim nasab yang diterapkan itu tidan sistim nasab berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari atau kembali lagi ke nasab laki-laki, ya seharusnya diambil dari nasab perempuan seterusnya.
Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta ‘ahlul bait’.
hamba keturunan Adam,
Itu sebab ada disebut keturunan rohani dan sulbi.
wasalam.
Dalam beberapa kitab hadith, sirah, tafsir, buku-buku sastera, syair dan kitab-kitab Manaqib yang dikarang oleh ulama Islam tidak kira mazhab dan ikutannya telah menonjolkan kedudukan Ahi al-Bayt yang tersendiri dan terpenting dengan menceritakan keagungan keturunan yang diberkati in diukur keimanan seseorang itu dengan kasih
sayang kepada Nabi dan Ahl al-Baytnya, umat Islam berlumba-lumba untuk mengetahui sejarah hidup keluarga rasul dan mendalamkan kecintaan mereka terhadap keluarga Nabi. Sebaliknya yang melahirkan perasaan marah dan sakit hati adalah dan kalangan mereka yang memusuhi dengan melakukan beberapa kesukaran dan dugaan terhadap keluarga Nabi SAW yang mulia.
Sesungguhnya Ahi al-Bayt ini merupakan bintang-bintang yang teristimewa yang membawa ilmu, taqwa, akhlak, kemuliaan dan menegakkan kebenaran,
mempertahankan Islam dengan ilmu dan pedang serta menentang kezaliman dan penganiayaan. Oleh sebab itu umat Islam sependapat bahwa tidak ada pada umat ini yang memiliki kedudukan, kemuliaan dan keistimewaan-keistimewaan yang telah dikhaskan oleh Allah untuk Ahl al-Bayt ini, mereka sahaja yang telah diberikan keistimewaan “bersih daripada kekotoran dan dosa.”
“Sesungguhnya Allah menghendaki supaya menghapuskan kekotoran dan kamu Ahl al-Bayt dan membersihkan kamu dengan sebersihnya.”
Mereka sahajalah yang telah diberikan keistimewaan Allah dengan menjadikan kasih sayang (mawaddah) kepada Al al-Bayt sebagai suatu kewajiban kepada umat ini dan sebagai hak nabi ke atas umatnya. Allah berfirman;
“Katakanlah (Muhammad): aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang pada keluarga, dan siapa yang mengerjakan kebajikan akan kami tambahkan bagi kebaikan pada kebaikannya itu.”
Hanya kepada mereka sahaja Allah menjadikan bacaan salawat ke atas mereka itu wajib pada sembahyang lima waktu, dengan menyebut nama mereka bersama-sama dengan Rasulullah. Allah berfirman;
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat bersalawat untuk nabi, wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah ke atasnya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Rasullullah SAW telah mengajar umatnya bagaimana hendak bersalawat kepadanya dan kepada keluarganya. Apabila Rasullullah ditanya, “Bagaimana kami hendak bersalawat’ kepadamu Ya Rasullullah”,
Rasulullah SAW Menjawab, Ucapkan:
“Ya Allah berselawatlah ke atas Muhammad dan Al Muhammad sebagaimana kamu bersalawat ke atas Nabi Ibrahim dan Keluarga Ibrahim. Sesungguhnya kamu Maha Terpuji lagi Maha Dimuliakan.”
Tidak ada sesiapapun di kalangan umat (Muhammad) yang mempunyai kelebihan-kelebihan dan sifat (di atas), dan sini kita dapat mengetahui keagungan Ahl al-Bayt dan maqam mereka, kewajiban-kewajiban untuk mengasihi, meneladani dan berjalan mengikut cara mereka.
Sesungguhnya al-Qur’an tidak menjelaskan kedudukan dan maqam Ahl al-Bayt melainkan dengan tujuan supaya umat Muhammad mencontohi mereka, sesudah Rasullullah dan mengasihi mereka dengan eratnya serta mengambil suatu daripada mereka.
Al-Qur’an tidak memperkenalkan mereka dengan takrif ini kecuali karena adanya tujuan-tujuan aqidah dan risalah yang mengajak setiap muslim untuk menilainya dan berfikir serta mengkaji kebangkitan risalah yang dikurniakan Allah dan segi kedudukan Imamah
dan Kepimpinan umah, setelah mereka diperkenalkan dengan pengertian pengenalan mereka oleh Rasullullah SAW.
Kami akan kemukakan menurut takrif al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, para imam, ulama dan sarjana-sarjana Islam – mengenai keluarga nabi yang diberkati dan disucikan serta pemimpin-pemimpin yang ulung.
BAB-1
AHL AL-BAYT DI DALAM
AL-QUR’AN AL-KARIM
Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber pemikiran, syariah dan nilai setiap yang dibawa oleh al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dan kalam Allah yang Maha Suci, yang menggubal cara hidup dan menetapkan undang-undangnya.Setiap muslim mengetahui bahwa apa juga yang dibawa oleh al-Qur’an adalah -syariah Allah dan risalah yang diwajibkan beramal dengannya dan berjalan menurut petunjuknya.
Al-Qur’an menceritakan tentang Ahi al-Bayt dengan mengguna uslub yang berikut:
1. Dengan terus terang menyebut nama mereka dengan menggunakan istilah yang digunakan al-Qur’an, adakala al-Qur’an menyebut mereka dengar nama Ahl a1-Bayt, sebagaimana dalam ayat al-Tathir’ 1 dan kadang-kadang disebut dengan “Al-Qurba” sepertimana dalam ayat al-Mawaddah 2. Dengan sebab itu turunnya beberapa ayat al-Qur’an yang dijelàskan oleh Sunnah Nabi dan dihuraikan untuk umat pada ketika itu, serta diriwayatkan oleh ahliahli tafsir, perawi-perawi hadis dan ahli-ahli sejarah dalam kitab-kitab dan ensikiopedia mereka.
2. Dengan mencatat peristiwa dan kejadian yang berlaku khusus mengenai Ahl al-Bayt, dengan turunnya beberapa ayat yang menceritakan kelebihan dan maqam Ahl al-Bayt, dengan turunnya beberapa ayat yang menceritakan kelebihan dn maqam Ahl aI-Báyt, dengan memuji-muji mereka dan perhatian umat terhadap mereka sama ada secara berkelompok seperti dalam ayat al-Mubãhilah 3, dan ayat al-Ta’am dalam surah al-Dahr dan lain-lain atau secára berasingan seperti dalam ayat al-Wilãyah yaitu Maksudnya:
“Sesungguhnya wali kamu adalah Allah dan rasulNya dan orang-orang yang beriman yaitu mereka yang mendirikan al-solah dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam keadaan rukuk.”
Kami akan kemukakan sebahagian daripada ayat-ayat yang banyak Menjelaskan keutamaan dan kedudukan Ahl al-Bayt. ‘a.s. dengan secara terperinci dan terang.
PERTAMA: AYAT AL-TATHIR
Kebanyakan kitab al-tafsir dan hadis menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan Ahl at-Bayt ‘a.s. ialah keluarga Nabi Muhammad SAW, mereka ialah ‘Ali, Fatimah, al-Hasan dan alHusayn.
Tersebut dalam kitab al-Dur- al-Manthur karangan al-Suyuti, hadis dikeluarkan oleh al-Tabrãni daripada Umm Salamah bahwa Rasullullah SAW bersabda kepada Fatimah :
“Datanglah kepadaku suamimu dan kedua-dua anaknya”, kemudian Fatimah datang bersama-sama mereka, kemudian RasulIullah SAW menutupi mereka dengan kain penutup daripada negeri Fadak, lalu melëtakkkan tangannya SAW ke atas mereka dengan bersabda, maksudnya: Ya Allah sesungguhnya mereka ini adalah Ali Muhammad.
Dalam setengah riwayat menggunakan lafaz (Al Muhammad) – maka jadikanlah salawat dan keberkatan kamu ke atas keluarga Muhammad sebagaimana telah kami jadikannya ke atas keluarga Ibrahim sesungguhnya kamu Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.
Berkata Umm Salamah: Aku bukakan kain penutup supaya aku dapat masuk ke dalam bersama-sama mereka Nabi SAW menjawab: Kamu tinggal di tempat kamu dan kamu di atas kebaikan.”
1 al-Ahzab, 33 2 al-Syura, 23. 3 Al- ‘Imran, 61ipada al-Tabatabai, Tafsir al-Mizan, Jld. 16, hlm. 316 dalam mentafsir ayat berkenaan dan diriwayatkan oleh al-Tirmizi, Jld. 6, Manaqib Ahl Bayt, hlm. 308 dengan sanadnya daripada Ibn Salamah yaitu anak tiri Nabi berkata kepada Nabi di rumaj Umm Salamah lalu Nabi memanggil Fatimah, Hasan Husayn dan Ali di belakangnya dan menyelubungi mereka itu dengan kain, kemudian baginda bersabda maksudnya: “Ya Allah mereka itu adalah Ahlul Baytku, buangkanlah kekotoran daripada mereka dan sucikanlah mereka itu dengan sesuci-sucinya. Umm Salamah berkata: dan aku bersama-sama mereka ya Nabi Allah, tetapi Rasullullah merentap kain penutup itu daripada tanganku dan bersabda sesungguhnya kamu berada dalam kebaikan.”
Assalamualikum wrt. tuan yg ampunya blog yg saya muliakan semoga dirahmati Allah swt dan Rasul saww dunia wal’akhirat. Izinkan ana menambah apa yg disebutkan di atas perihal Apakah ada keturunan Ahlulbait Nabi saww, bkn utk menunjuk pandai sekadar berkongsi ilmu.
Dalam alquran, Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu pada pandangan Allah ialah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengerti.” (Al-Hujurat : 13).
Ayat di atas memberitahukan bahwa nasab seseorang itu tidak dapat dijadikan dasar untuk membedakan ketinggian derajatnya di sisi Allah swt, selain tingkat ketaqwaan yang ada padanya. Sebagian orang berpendapat, bukankah sudah terang dan nyata bahwa manusia semua berdarah sama, oleh karena itu mengapa pula harus ada segolongan manusia yang dikatakan mempunyai derajat dan bernasab mulia. Jika demikian halnya maka hal itu adalah perbuatan setan yang pertama kali merasa bangga dengan penciptaannya yang berasal dari api dibandingkan penciptaan Adam yang berasal dari tanah. Semua itu bertentangan dengan ajaran Islam.
Di sinilah sebenarnya terletak pokok kekeliruan pada sebagian umat Islam karena tidak dapat memahami hakikat maksud keistimewaan dan keutamaan yang ada pada diri para ahlu bait Rasulullah saw. Memang benar, dan tidak diragukan lagi bahwa di hari akhirat kelak setiap orang bertanggungjawab di atas amal perbuatan sendiri, dan ketinggian derajatnya di sisi Allah saw adalah diukur pada tingkat ketaqwaan yang dimiliki. Namun begitu, kita harus dapat membedakan antara perbuatan atau amalan seseorang dengan zat yang dimilikinya. ‘Perbuatan’ adalah satu soal dan ‘zat’ soal yang lain. ‘Perbuatan’ sama sekali tidak dapat menghapuskan ‘zat’ yang dimiliki oleh seseorang individu, apalagi bagi seseorang yang bernasab dan bersilsilah dari keturunan Rasulullah saw sendiri. Sesungguhnya banyak ayat hadits yang telah menguraikan tentang keutamaan ahlu bait. Janganlah merasa ragu, tidak percaya dan menentang bahwa sesungguhnya ahlu bait berasal dari darah daging yang suci, yakni darah daging yang Nabi Muhammad saw.
Rasulullah saw bersabda :
“Hai manusia bahwasanya keutamaan, kemuliaan, kedudukan dan kepemimpinan ada pada Rasulullah Rasulullah dan keturunannya. Janganlah kalian diseret oleh kebatilan”
(Yanabi’ al-Mawaddah (2/131) ).
Walau cacat bagaimanapun pribadi seorang keturunan Rasulullah saw, ia akan mempertanggungjawabkan di akhirat kelak, namun darah Rasulullah saw yang mengalir di tubuhya tidak dapat dikikis dan dihilangkan, karena itu merupakan ketentuan Allah swt. Keistimewaan mereka adalah berdasarkan kudrat yang dikurniakan Allah swt, bukan buatan manusia atau siapapun. Ciri-ciri khusus zat Rasulullah saw yang mengalir dalam sulbi dan darah daging diri para ahlul-bait tidak ada pada manusia lain.
‘… mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.’ (Kanzu al-Ummal (12/98)).
Rasulullah saw bersabda :
Kami ahlu bait tidak seorangpun yang dapat dibandingkan dengan kami. (Yanabi’ al-Mawaddah (2/17)).
Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahj al-Balaghoh berkata, ‘Tiada seorang pun dari umat ini dapat dibandingkan dengan keluarga Muhammad saw’. Imam Ali mengatakan bahwa tiada orang di dunia ini yang setaraf (sekufu’) dengan mereka, tiada pula orang yang dapat dianggap sama dengan mereka dalam hal kemuliaan.
Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan silsilah mereka, beliau menjawab:
“Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi silsilah”. (Al-Syaraf al-Muabbad Li Aali Muhammad : 79).
Baihaqi, Abu Nu’aim dan Tabrani meriwayatkan dari Aisyah, Disebutkan bahwa Jibril as pernah berkata :
“Jibril berkata kepadaku : Aku membolak balikkan bumi, antara Timur dan Barat, tetapi aku tidak menemukan seseorang yang lebih utama daripada Muhammad saw dan akupun tidak melihat keturunan yang lebih utama daripada keturunan Bani Hasyim”. ( Al-Masyra’ al-Rawi (1/30) ).
Ketahuilah bahwa para ahlu bait mempunyai martabat kudrati yang berkesinambungan dari darah daging keluarga nubuwwah dengan Rasulullah saw. Martabat ahlu bait memang tidak dapat diletakkan sama tinggi dengan martabat Rasulullah saw, namun martabat ahlu bait tidak pula setaraf dengan martabat manusia yang bukan berasal dari ahlul bait. Sesungguhnya Allah swt telah mengembangbiakkan keturunan Rasulullah saw untuk melaksanakan amanah sebagai para pemimpin ummah ke jalan yang lurus, adalah sebagai keberkahan bagi umat Islam dan sarana keselamatan bagi mereka. Sabda Rasulullah saw :
“Bintang-bintang adalah petunjuk keselamatan bagi penghuni langit, dan ahlu baitku penyelamat bagi ummatku” . ( Ihya al-Mait : 37).
Walaupun ahlu bait tidak mewarisi kudrat kenabian dan kerasulan melalui keturunan mereka di kalangan keluarga nubuwwah, dan mereka kadang melanggar batas hukum syariah itu disebabkan karena mereka tidak maksum, namun hakikatnya, ini sama sekali tidak menghilangkan jatidiri dan kudrati mereka sebagai anak cucu dari keturunan suci, yaitu Rasulullah saw.
Sebagai contoh Abu Jahal dan Abu Lahab yang berasal dari Quraisy, perbuatan mereka tidak sedikitpun menghilangkan atau menghapuskan status bangsa Quraisy sebagai bangsa yang mulia.
“Sebaik-baiknya manusia adalah bangsa Arab, sebaik-baiknya bangsa Arab adalah Quraisy. Sebaik-baiknya Quraisy adalah Bani Hasyim”. (Al-Masyra’ al-Rawi (1/30) ).
Begitu juga bagi ahlu bait., walaupun terdapat segelintir dari mereka yang melanggar batas-batas agama, namun ini tidak sedikitpun menghilangkan atau menghapuskan zat dan kudrati mereka sebagai cucu Rasulullah saw. Apalagi sejarah membuktikan banyak dari kalangan ahlu bait yang telah tampil ke baris depan sebagai pemimpin ummah yang unggul dan berwibawa.
Walaupun para ahlil bait Rasulullah menurut dzatnya telah mempunyai keutamaan, namun Rasulullah tetap memberi dorongan kepada mereka supaya memperbesar ketaqwaan kepada Allah swt, jangan sampai mereka mengandalkan begitu saja hubungannya dengan beliau. Karena hubungan suci dan mulia itu saja tanpa disertai amal saleh tidak akan membawa mereka kepada martabat yang setinggi-tingginya di sisi Allah swt. Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa dilambatkan oleh amalnya, tidak dapat dipercepatkan oleh nasabnya”.
(Istijlab Irtiqa’ al-Ghuruf : 54).
Berkaitan dengan pelanggaran batas-batas agama, para ahlu bait sama dengan umat Islam lainnya, yakni wajib melakukan taubat dan berusaha untuk tidak mengulangi lagi dosa yang dilakukan. Dalam konteks ini, perlu pemahaman bahwa tidak ada kelonggaran pada ahlu bait Rasulullah saw dalam mentaati hukum syara’.
Sesungguhnya syariat Allah swt berlaku untuk semua umat Islam dan tetap sama pada siapapun mereka, kecuali beberapa kelebihan pada Nabi dan Rasul, contohnya Rasulullah saw diizinkan Allah swt untuk menikah lebih dari empat orang isteri. Barang siapa yang tidak bertaqwa dan melanggar hukum-hukum Allah, ia pun pasti tidak luput dari balasan hukum, walau bagaimana istimewa kedudukan atau asal nasabnya. Islam tidak mengenal diskriminasi yang menggangu timbangan keadilan maupun hubungan yang dapat merubah hukum sehingga menyimpang dari kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Walau bagaimanapun dalam menangani masalah akhlaq buruk seorang ahlul-bait terhadap seorang umat Islam (yang tidak menyentuh soal agama), orang tersebut harus tahu dan sadar dengan siapa dia berurusan, karena dia berurusan dengan anak cucu Rasulullah saw. Walaupun menuntut hak apabila dizalimi adalah dihalalkan oleh hukum syara’, akan tetapi kita harus ingat akan zat yang dimiliki oleh ahlu bait yang membuat kezaliman yang ada dalam tubuhnya.
Muhammad Abduh Yamani mengupas persoalan ini dengan panjang lebar. Antara lain beliau menyebut: “Demi Allah, katakan kepadaku, apa yang engkau lakukan terhadap anak seseorang yang menganiayaimu atau berbuat buruk kepadamu, tetapi ayahnya mempunyai jasa yang teramat besar atas dirimu? Tidakkah engkau ingat kebaikan ayahnya terhadapmu? Tidakkah engkau menghargai jasanya kepadamu? Apakah engkau memperlakukannya seperti dia mempelakukan buruk kepadamu tanpa terlebih dahulu engkau kenali dulu siapa ayahnya dan apa jasanya kepadamu? Apakah engkau tidak mengetahui bahwa ayahnya merasa kasihan bila melihatmu sengsara atau engkau mengalami gangguan, tetapi sebaliknya ayahnya berbelas kasihan dan sayang kepadamu? Bagaimana pula jika ayah atau kakeknya lebih utama bagimu daripada dirimu sehingga ia membahayakan dirinya untuk memberi manfaat kepadamu.”
Sesungguhnya hak Rasulullah saw tidak dapat ditunaikan oleh seseorang, siapa pun dia. Dan sesungguhnya Rasulullah saw tidak meminta darimu lebih dari mencintai kerabatnya! Dengan wajah apa engkau menghadap Nabi saw ketika beliau memberi syafaat bagimu disisi Allah, meskipun balasan salah seorang cucunya, padahal beliau tidak minta apa pun darimu kecuali hanya mencintainya.
“Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang mukmin daripada diri mereka sendiri”.(Al-Ahzab : 16).
“Katakanlah, Hai Muhammad : Aku tidak minta upah (imbalan) apa pun atas hal itu (dakwah risalah Islam), kecuali agar kalian mencintai keluargaku”. (Al-Syura : 23).
Muhammad Abduh seterusnya berkata: “Apabila seseorang ahlu bait berbuat buruk atau berbuat salah atau berbuat zalim kepada seseorang, maka haknya boleh diambil secara penuh dan tidak melebihkannya. Akan tetapi, yang lebih utama ialah bila ia memaafkan orang yang berbuat jahat dan memaafkan kezaliman serta kesalahan demi memuliakan Rasulullah saw, jika ia sanggup melakukan itu, demi mengamalkan wasiatnya tentang ahlu baitnya’.
Perlu mendapat perhatian bahwa walaupun umat Islam dianjurkankan memaafkan kesalahan seseorang ahlu bait yang berbentuk pribadi itu, atau apa yang disebut ‘hablun-minan-nas’, yaitu hubungan sesama manusia, namun kesalahannya dalam melanggar perintah Allah swt tetap perlu diadili dan diberi hukuman yang setimpal berdasarkan ketetapan agama Islam, umpamanya berzina, mencuri, minum arak, menyebarkan faham sesat dan sebagainya. Dalam lain perkataan, tidak ada satupun orang yang mendapat pengecualian dalam hal perlaksanaan syariat Islam, dan dalam konteks ‘hablun-minallah’, yaitu hubungan dengan Allah swt, maka pelanggaran yang dilakukan melampaui batasan syariat merupakan pengkhianatan hamba kepada Tuhannya, berbeda dengan perlakuan pribadi buruk sesama manusia. Maka terserah hak umat Islam untuk memilih apakah dia mau memaafkan kesalahan tersebut ataupun tidak.
Semoga Allah SWT memberi kita taufik dan hidayah-Nya untuk memegang wasiat dan amanat Rasulullah saw tentang ahlubaitnya. Dan semoga Allah SWT ridho dan memuliakan kita atas perlakuan kita yang berada dalam batasan syariat kepada para ahlu bait Rasulullah saw itu.
ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitu juga ketika Nabi SAW mendukung al-Hassan dan al-Hussein, Rasulullah SAW bersabda:
“Tiap-tiap anak ada bapanya, sesungguhnya asabah (keturunan) mereka mengikut bapa mereka kecuali anak Fatimah bahwa sesungguhnya akulah bapa mereka dan asabah mereka.” 42
41. al-Tabari, Zakha’ir al-Uqba, h.67
42. 6 Hadith ini telah disebutkan dengan perbedaan oleh al-Tabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, jld.1,h.24 manuskrip. Juga oleh al-Muttaqi dalam kanz al-‘Ummal, jld. 6, h.22; al-Muhibb al-Tabari dalam Zakha’ir al-Uqba, h.121; al-Suyuti dalam Ihya al-Mayyit, h, 26, dengan lafaz berikut: diriwayatkan oleh al-Tabrani daripada Umar bersabda Rasulullah: “Tiap-tiap anak perempuan maka keturunannya adalah daripada bapanya kecuali anakku Fatimah maka akulah keturunan mereka dan akulah bapa mereka.”