اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ
3X سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقَهِ وَرِضَى نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Sesungguhnya Aku berniat kerana اللهَ
Sesungguhnya Aku berniat kerana اللهَ
Tugasan gerak organ-organ tubuh badanKu kepada اللهَ
Daku Niatkan Tasbih anggota-anggota organ tubuhku buat اللهَ.
Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya KepadaMu Ya اللهَ
Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya KepadaMu Ya اللهَ
Kerdipan Mataku berIstighfar Astaghfirullah (أسْتَغْفِرُاللهَ)
Hatiku berdetik disetiap saat menyebut Subhanallah (سُبْحَانَ اللَّهِ)
Denyutan Nadiku dengan Alhamdulillah (الْحَمْدُ لِلَّهِ)
Degupan Jantongku bertasbih LA ILAHA ILLALLAH (لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱلله)
Hela Turun Naik Nafasku berzikir Allāhu akbar (اللَّهُ أَكْبَرُ)
الْحَمْدُ لِلَّهِ syukur kepada وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ ...اللهَ
PENGERTIAN QADHA DAN QADAR
A. Pengertian Qadha dan Qadar
Menurut bahasa qadha memiliki beberapa arti yaitu hukum,
ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan.
Sedangkan menurut istilah, qadha adalah ketentuan atau
ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya), meliputi baik
dan buruk, hidup dan mati, dan seterusnya.
Menurut bahasa, qadar berarti kepastian, peraturan, dan
ukuran. Sedangkan menurut istilah, qadar adalah perwujudan ketetapan (qadha)
terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya yang telah ada sejak
zaman azali sesuai dengan iradah-Nya.
Qadar disebut juga dengan takdir Allah SWT yang berlaku bagi
semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun akan terjadi.
B. Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar
Beriman kepada qada dan qadar adalah menyakini dengan
sepenuh hati adanya ketentuan Allah SWT yang berlaku bagi semua mahluk hidup.
Semua itu menjadi bukti kebesaran dan kekuasan Allah SWT. Jadi, segala sesuatu
yang terjadi di alam fana ini telah ditetapkan oleh Allah SWT.
C. Dalil – Dalil Tentang Beriman Kepada Qadha dan Qadar
a. Q.S Ar-Ra’d ayat 11 :
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
b. Q.S Al-A’laa ayat 3 :
Artinya :"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk.”
D. Takdir
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam
raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau
ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang
terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda
kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman.
Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari
informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara
keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala
sesuatu yang sudah terjadi.
E. Takdir Mua’llaq dan Takdir Mubram
a. Takdir mua’llaq
Yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia.
Contohnya seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk
mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia
cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.
b. Takdir mubram
Yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang
yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam
sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
F. Ikhtiar
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam
hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan
hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati,
dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan
tetapi, apabila usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita
sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa.
Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan
keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.
Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan
untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah
atau berputus asa.
Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses,
hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha
Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan
perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukann harus dikuasai dengan
mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra)
yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam
manajemen yang professional.
G. Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi
makhluknya.
Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda
yang artinya sebagai berikut yang artinya :
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya
selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari
menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh
ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya,
amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.”
(HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia
telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia
telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam
menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar.
Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab
keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan
untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam
sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab
Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda.
Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap
nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya.
Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau
ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada
Allah”.
Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu
bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah
menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar.
Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri
kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah
belajar dengan tekun.
Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu
berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada
Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan
ridha dan ikhlas.
H. Sunnatullah
Menurut bahasa sunnatullah berasal dari kata sunnah yang
bersinonim dengan tariqah yang berarti jalan yang dilalui atau sirah yang
berarti jalan hidup.
Kemudian, kata tersebut digabung dengan lafaz Allah sehingga
menjadi kata sunatullah yang berarti ketentuan-ketentuan atau hukum Allah swt.
yang berlaku atas segenap alam dan berjalan secara tetap dan teratur.
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu
yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak
tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di
ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu :
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum
lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam
Al-Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti
akan mendapat balasan pahala dari Allah swt.
Selain memiliki persamaan, keduanya juga mempunyai
perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur. Lain halnya dengan
sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal itu pasti terjadi, tetapi
tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.
I. Tawakal
Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.
Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam
menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu
keadaan.
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai
berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi
suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati
tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Berdasarkan al-Qur’an Surah at-Talaq ayat 3, Allah swt. akan
mencukupkan segala keperluan orang-orang yang bertawakal dan bila dijabarkan
orang yang bertawakal akan :
1. Mendapatkan limpahan sifat ‘aziz atau kehormatan dan
kemuliaan.
2. Memiliki keberanian dalam menghadapi musibah atau maut.
3. Menghilangkan keluh kesah dan gelisah, serta mendapatkan
ketenangan, ketentraman, dan kegembiraan.
4. Mensyukuri karunia Allah swt. serta memiliki kesabaran
apabila belum memperolehnya.
5. Memiliki kepercayaan diri dan keberanian dalam menghadapi
setiap persoalan.
6. Mendapatkan pertolongan, perlindungan, serta rezeki yang
cukup dari Allah swt.
7. Mendapatkan kepercayaan dari orang banyak karena budi
pekertinya yang terpuji dan hidupnya yang bermanfaat bagi orang lain.
J. Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang
amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
a. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan
nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia
akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian.
Firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 53 yang artinya :
“dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah(
datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu
meminta pertolongan. ”
b. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila
memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata
karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat.
Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan
berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah
ketentuan Allah.
Firman Allah SWT dalam QS.Yusuf ayat 87 yang artinya :
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.
c. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya.
Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.
Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus
diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar
senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan
itu.
Firaman Allah dalam QS Al- Qashas ayat 77 yang artinya :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
d. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan
apa yang ditentukan Allah kepadanya.
Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena
musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Firman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30 yang artinya :
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah kedalam surga-Ku.
sumber : http://leniblogs.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment