BismillahHirahmanirRahim... الحمد لله syukur kepada الله Everything happening with الله permission : #Sesungguhnya Aku berniat kerana الله:Tugasan geraktubuh badanKu Daku Niatkan Tasbih anggota tubuhku buat الله. Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya kepada~Mu Ya الله.. Setiap Detik Hatiku menyebut Subhanallah سبحان الله Denyutan Nadiku dengan Alhamdulillah الحمد لله Degupan Jantongku bertasbih LA ILAHA ILLALLAH لا إله إلا الله Nafasku berzikir Allāhu akbar الله أكبر
25 December 2019
ORANG YANG MENYEDARI KEMATIAN
ORANG YANG MENYEDARI KEMATIAN
Konon, ada seorang raja darwis yang berangkat mengadakan perjalanan melalui laut. Ketika penumpang-penumpang lain memasuki perahu satu demi satu, mereka melihatnya dan sebagai lazimnya –merekapun meminta nasehat kepadanya. Apa yang dilakukan semua darwis tentu sama saja, yakni memberi tahu orang-orang itu hal yang itu-itu juga: darwis itu tampaknya mengulangi saja salah satu rumusan yang menjadi perhatian darwis sepanjang masa.
Rumusan itu adalah: “Cobalah menyadari maut, sampai kau tahu maut itu apa.” Hanya beberapa penumpang saja yang secara khusus tertarik akan peringatan itu.
Mendadak ada angin topan menderu. Anak kapal maupun penumpang semuanya berlutut, memohon agar Tuhan menyelamatkan perahunya. Mereka terdengar berteriak-teriak ketakutan, menyerah kepada nasib, meratap mengharapkan keselamatan. Selama itu sang darwis duduk tenang, merenung,
sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap gerak-gerik dan adegan yang ada disekelilingnya.
Akhirnya suasana kacau itu pun berhenti, laut dan langit tenang, dan para penumpang menjadi sadar kini betapa tenang darwis itu selama peristiwa ribut-ribut itu berlangsung. Salah seorang bertanya kepadanya, “Apakah Tuan tidak menyadari bahwa pada waktu angin topan itu tak ada yang
lebih kokoh daripada selembar papan, yang bisa memisahkan kita dari maut?”
“Oh, tentu,” jawab darwis itu. “Saya tahu, di laut selamanya begitu. Tetapi saya juga menyadari bahwa, kalau saya berada di darat dan merenungkannya, dalam peristiwa sehari-hari biasa, pemisah antara kita dan maut itu lebih rapuh lagi.”
Catatan
Kisah ini ciptaan Bayazid dari Bistam, sebuah tempat disebelah selatan Laut Kaspia. Ia adalah salah seorang diantara Sufi Agung zaman lampau, dan meninggal pada paroh kedua abad kesembilan. Ayahnya seorang pengikut Zoroaster, dan ia menerima pendidikan kebatinannya di India. Karena gurunya, Abu-Ali dari Sind, tidak menguasai ritual Islam sepenuhnya, beberapa ahli beranggapan bahwa Abu-Ali beragama Hindu, dan bahwa
Bayazid tentunya mempelajari metode mistik India. Tetapi tidak ada ahli yang berwewenang, diantara Sufi, yang mengikuti anggapan tersebut. Para pengikut Bayazid termasuk kaum Bistamia.
Related posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment