Tawassul Yang Benar Dalam Islam dan Tawassul Dengan Bacaan Al-Qur’an
Alhamdulillah
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
••
➡ Tawassul Yang Benar Dalam Islam
Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada.Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan tentang, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat,
.
Allah subhanahu wa ta’ala mecipkatan manusia di dunia inibukan hanya diciptakan kemudian dibiarkan begitu saja tanpa arah dan tujuan, akan tetapi Allah menciptakan mereka untuk sebuah tujuan yang agung, yaitu untuk beribadah kepada-Nya,sebagaimana firman Allah,
ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ ﺍﻟْﺠِﻦَّ ﻭَﺍﻟْﺈِﻧﺲَ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭﻥِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[1]
Ibadah merupakan sarana bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan bentuk rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunia yang diberikan kepadanya.
Ibadah itu ada berbagai macam, diantara bentuk ibadah adalah tawassul
- ➡ A. Apa yang Dimaksud dengan Tawassul?
Tawassul secara etimologi (bahasa) adalah menjadikan sebuah perantara yang baik untuk mencapai tujuan.
Adapun secara syariat, tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan sebuah perantara yang disyari’atkan untuk mencapai sebuah tujuan.
**********
- ➡ B. Apa yang dimaksud dengan Perantara (Wasilah)?
Wasilah adalah sebab-sebab yang menghantarkan kepada maksud dan tujuan
✅ Allah ta’ala berfirman,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴﻠَﺔَ ﻭَﺟَﺎﻫِﺪُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻠِﻪِﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untk mendekatkan diri kepadanya, dan.berjihadlah (berjungalah) dijalan-Nya agar kamu beruntung.”[2]
✅ Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan, yang dimaksud wasilah adalah, “Al-Qurbah.”, yaitu amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allah.
✅ Qatadah rahimahullah dalam menafsirkan ayat tersebut berkata, “Yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati-Nya dan melaksanakan amalan-amalan yang diridhoi oleh-Nya.”[3]
➡ Wasilah itu sendiri terbagi menjadi dua, wasilah kauniyyah dan wasilah syar’iyyah :
✅ 1. Wasilah kauniyyah . Adalah sebab-sebab alami yang Allah ciptakan untuk mencapai sesuatu, contohnya: Allah mencipkatan air sebagai sebab penghilang dahaga, makanan sebagai penghilang lapar, pakaian untuk melindungi diri dari cuaca panas dan dingin, wasilah kauniyyah ini bersifat umum baik untuk mukmin ataupun kafir.
✅ 2. Wasilah syar’iyyah ialah sebab-sebab atau perantara yang disyariatkan oleh Allah sebagaimana yang tertera dalam al-quran dan sunnah, contohnya: mengucapkan kalimat syahadat dengan penuh keyakinan dan ketulusan merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam surga, dan sebab dijauhkannya dari api neraka, silaturahmi merupakan sebab dipanjangkan umur dan dilapangkan rezeki
- ➡ C. Macam-Macam Tawassul
Tawassul terbagi menjadi dua, yang pertama adalah tawassul masyru’, yaitu tawassul yang diperbolehkan dan dianjurkan oleh syari’at, dan yang kedua tawassul ghoiru masyru’, yaitu tawassul yang tidak disyariatkan.
- Tawassul Masyru’ (yang disyariatkan).
Tawassul masyru’ memiliki beberapa bentuk:
➡ 1) Bertawassul kepada Allah dengan asmau’ul husna dan sifat-sifat-Nya yang mulia.
Yaitu seperti seseorang mengatakan, “Ya Allah Ar-Rahman Ar-Rahim, Al-Lathif Al-Khabir berikanlah kepadaku keselamatan.”
✅ Allah ta’ala berfirman,
ﻭَﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟْﺄَﺳْﻤَﺎﺀُ ﺍﻟْﺤُﺴْﻨَﻰٰ ﻓَﺎﺩْﻋُﻮﻩُ ﺑِﻬَﺎ
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu.”[4]
Telah disebutkan dalam banyak riwayat yang menunjukkan akan disyari’atkannya berdo’a kepada Allah dengan menyebutkan asma’ul husna, diantaranya apa yang telah diriwayatkan dari Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mendengar seorang pria berkata ketika bertasyahud,
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻳﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﺍﻷﺣﺪ ﺍﻟﺼﻤﺪ، ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻢ ﻳﻠﺪ ﻭﻟﻢ ﻳﻮﻟﺪ، ﻭﻟﻢﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻛﻔﻮﺍ ﺃﺣﺪ ﺃﻥ ﺗﻐﻔﺮ ﻟﻲ ﺫﻧﻮﺑﻲ ﺇﻧﻚ ﺃﻧﺖ ﺍﻟﻐﻔﻮﺭ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ
Allaahumma innii as-aluka yaa allaah, bi-annakal waahidul ahadush-shomad, alladzii lam yalid wa lam yuulad, wa lam yakun lahu kufuwan ahad, an taghfiro lii dzunuubii, innaka antal ghofuurur-rohiim.
“Ya Allah yang Maha Esa tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, tidak ada seorangpun yang setara dengan-Mu, aku memohon kepada-Mu ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau yang Maha.Pengampun lagi Maha Pemurah.”
✅ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
ﻗﺪﻏﻔﺮ ﻟﻪ، ﻗﺪ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ
“Sungguh ia telah diampuni, sungguh ia telah diampuni.”[5]
➡ 2) Bertawasul kepada Allah dengan iman dan amal sholeh yang pernah dikerjakan. Seperti seseorang berkata, “Ya Allah dengan keimananku kepada-Mu, dan cintaku kepada utusan-Mu maka ampunilah aku.”, atau dengan menyebutkan amalan-amalan kebajikan yang pernah dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan rasa takut kepada Allah.
✅ Allah ta’ala berfirman,
ﺭَّﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻨَﺎ ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻣُﻨَﺎﺩِﻳًﺎ ﻳُﻨَﺎﺩِﻱ ﻟِﻠْﺈِﻳﻤَﺎﻥِ ﺃَﻥْ ﺁﻣِﻨُﻮﺍ ﺑِﺮَﺑِّﻜُﻢْ ﻓَﺂﻣَﻨَّﺎ ۚ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻓَﺎﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎﺫُﻧُﻮﺑَﻨَﺎ ﻭَﻛَﻔِّﺮْ ﻋَﻨَّﺎ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺗِﻨَﺎ ﻭَﺗَﻮَﻓَّﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﺄَﺑْﺮَﺍﺭِ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.”[6]
➡ 3) Bertawassul kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, Allah ta’ala berfirman,
ﻭَﺫَﺍ ﺍﻟﻨُّﻮﻥِ ﺇِﺫ ﺫَّﻫَﺐَ ﻣُﻐَﺎﺿِﺒًﺎ ﻓَﻈَﻦَّ ﺃَﻥ ﻟَّﻦ ﻧَّﻘْﺪِﺭَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓَﻨَﺎﺩَﻯٰ ﻓِﻲ ﺍﻟﻈُّﻠُﻤَﺎﺕِ ﺃَﻥ ﻟَّﺎﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧﺖَ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺇِﻧِّﻲ ﻛُﻨﺖُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim.”[7]
➡ 4) Bertawassul kepada Allah dengan menampakkan kelemahan dan kefaqiran kepada Allah.
✅ Allah ta’ala berfirman :
ﻭَﺃَﻳُّﻮﺏَ ﺇِﺫْ ﻧَﺎﺩَﻯٰ ﺭَﺑَّﻪُ ﺃَﻧِّﻲ ﻣَﺴَّﻨِﻲَ ﺍﻟﻀُّﺮُّ ﻭَﺃَﻧﺖَ ﺃَﺭْﺣَﻢُ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴﻦَ
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.”[8]
➡ 5) Bertawassul kepada Allah dengan do’a orang shalih yang masih hidup
Sebagaimana para sahabat meminta dido’akan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tertimpa kekeringan, adapun setelah Rasulullah wafat, mereka memita untuk dido’akan oleh Al ‘Abbas paman Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam .
➡ 6) Bertawassul kepada Allah dengan mengakui dosa dan kesalahan, sebagaimana Allah berfirman,
ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺏِّ ﺇِﻧِّﻲ ﻇَﻠَﻤْﺖُ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﻓَﺎﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻲ ﻓَﻐَﻔَﺮَ ﻟَﻪُ ۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻐَﻔُﻮﺭُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ
“Musa berdo’a, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[9]
- ✅ Tawassul Groiru Masyru’ (yang dilarang oleh syari’at).
Diantara bentuk tawassul yang dilarang sayariat adalah:
➡ 1) Bertawassul Kepada Orang yang Sudah Meninggal Dunia
Yaitu dengan meminta dido’akan oleh orang yang telah meninggal agar dikabulkannya sebuah hajat atau maksud tertentu, maka tawassul seperti ini termasuk jenis tawassul yang dilarang oleh syari’at. Karena orang yang telah meninggal tidak mampu mendengar hajat seseorang, apa lagi berdo’a meminta kepada Allah agar hajat itu dikabulkan sebagaimana mereka mampu melakukan hal itu ketika masih hidup.
Para sahabat seperti Umar bin Khaththab, Mu’awiyah bin abi Sufyan dan orang-orang yang hadir bersama mereka dari kalangan para sahabat dan tabi’in , ketika ditimpa musibah kekeringan sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , mereka tidaklah ber tawassul dan meminta pertolongan kepada Rasulullah yang telah wafat agar diturunkan hujan, sebagaimana mereka pernah melakukannya saat Rasulullah masih hidup. Akan tetapi, mereka ber tawassul kepada sahabat Rasulullah yang masih hidup seperti Al ‘Abbas paman nabi dan Yazid bin Al Aswad radhiyallahu ‘anhuma.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ya Allah sungguh kami dahulu bertawassul kepadamu dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan air kepada kami, dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah air kepada kami.”
Tidaklah para sahabat meninggalkan tawassul kepada Rasulullah yang telah wafat sebagaimana mereka melakukannya ketika Rasulullah masih hidup , kecuali karena hal itu tidak disyari’atkan, dan cukuplah hal ini menjadi bukti bahwa bertawassul kepada orang yang telah meninggal merupakan bentuk tawassul yang dilarang
➡ 2. Bertawassul dengan Kedudukan Nabi shallallahu alaihi wasallam
Yaitu seseorang meminta kepada Allah dengan wasilah kedudukan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam , atau dengan kedudukan nabi-nabi yang lain, contohnya seseorang mengucapkan, “Ya Allah dengan kedudukan Nabi Muhammad berikanlah kepadaku kelapangan rezeki.”. Maka ber tawassul yang seperti ini merupakan tawassul yang dilarang.
✅ Adapun lafadz hadits yang menyebutkan,
ﺇﺫﺍ ﺳﺄﻟﺘﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺎﺳﺄﻟﻮﻩ ﺑﺠﺎﻫﻲ؛ ﻓﺈﻥ ﺟﺎﻫﻲ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻈﻴﻢ [10 ]
“Apabila kalian meminta kepada Allah maka mintalah kepada- Nya dengan(wasilah) kedudukanku, karena kedudukanku disisi.Allah itu kedudukan yang agung.”
Para ulama menjelaskan bahwa hadits ini merupakan hadits palsu yang tidak boleh dijadikan landasan dalam beramal,sebagaimana tidak ada satupun dari para ulama ahlul hadits yang pernah menyebutkan shahihnya hadits ini.
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa tawassul merupakan sebuah bentuk peribadatan kepada Allah, maka hal itu tidaklah ditetapkan kecuali dengan dalil yang jelas dan kuat.
➡ 3) Bertawassul dengan Dzat Makhluk
Yaitu meminta kepada Allah dengan maksud menjadikan dzat makhluk sebagai perantara, maka hal ini juga merupakan bentuk tawassul yang tidak disyariatkan, karena Allah Ta’ala tidak mensyariatkan kepada hambanya untuk menjadikan dzat makhluk sebagai wasilah, sebagaimana Allah tidak menjadikan dzat makhluk sebagai sebab di-ijabahinya sebuah do’a.
Wallahu ta’ala a’lam.
Ditulis Oleh Ustadz Hisban Hamid
_________________________
[1] Surat Adz-Dzariyat, ayat 56
[2] Surat Al Ma’idah, ayat 35
[3] Tafsiru Al-Quran Al-Adhim, Ibnu Katsir (3/103) Daaru
Thaibah, Riyadh
[4] Surat Al-A’raf, ayat 180
[5] Hadits shohih, riwayat Abu Dawud, An-Nasa’iy, dan Ahmad.
[6] Surat Ali Imran, ayat 193
[7] Surat Al Anbiya, ayat 87
[8] Surat Al Anbiya, ayat 83
[9] Surat Al Qasas, ayat 16
[10] Majmu’ al Fatawa, Ibn Taimiyyah (1/319)
Referensi :
•Aqidatu At-Tauhid, Syaikh Sholih bin Fauzan al Fauzan, penerbit maktabah Dar al Minhaj, cetakan pertama 1434 H
•At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu, al Imam Nashiruddin alAlbany, penerbit maktabah al Ma’arif, cetakan pertama2001-1421
=
- ➡ Tawassul Dengan Bacaan Al-Qur’an
Diperbolehkan bagi seseorang untuk duduk di masjid atau di rumahnya membaca Al-Qur’an. Ketika ia selesai membacanya, ia memohon kepada Allâh Ta`âla agar memberikan pengampunan dan rahmat bagi orang yang sudah meninggal dunia, dengan bertawassul melalui bacaan Al-Qur’annya tersebut.
Adapun orang-orang berkumpul di rumah duka untuk membaca Al-Qur’an, lalu menghadiahkan bacaan Al-Qur’an mereka kepada orang yang meninggal dunia, kemudian mereka diberi upah atas hal itu oleh keluarga yang ditinggalkan, maka itu adalah Bid`ah Munkar yang wajib ditinggalkan…”
Kitab Minhâjul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jâbir Al-Jazâ’iry rahimahullâh, Bâb Al-Ibâdât, Ahkâmul Janâ’iz.
Translated by: Danni Nursalim Harun Al-Bandunjy Al-Azhary
=
Note:
- Contoh Do’a Tawassul Setelah Membaca Al-Qur’an.
Memulai Doa dengan Memuji Allah dan Bershalawat Kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Bagian dari adab ketika memohon dan meminta adalah memuji Dzat yang diminta. Demikian pula ketika hendak berdoa kepada Allah. Hendaknya kita memuji Allah dengan menyebut nama-nama-Nya yang mulia (Asma-ul husna).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar ada orang yang berdoa dalam shalatnya dan dia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau bersabda, “Orang ini terburu-buru.” kemudian beliau bersabda,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد ربه جل وعز والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بما شاء
“Apabila kalian berdoa, hendaknya dia memulai dengan memuji dan mengagungkan Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian berdoalah sesuai kehendaknya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)
“Ya Allah Dengan keimananku kepada-Mu, dan cintaku kepada utusan-Mu dan Bacaan Al-Qur’an Ini maka ampunilah aku dan kedua orang tuaku, serta semua orang yang beriman pada hari diadakannya perhitungan (hari kiamat)”
Bisa Juga Setelah Membaca Al-Qur’an Bertawassul Dengan Membaca ini
➡ Doa Nabi Nuh ‘alaihissalam,
“رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ”
robbighfir lii wa liwaalidayya wa liman dakhola baitiya mu`minaw wa lil-mu`miniina wal-mu`minaat, wa laa tazidizh-zhoolimiina illaa tabaaroo
Artinya: “Ya Rabbi ampunilah aku, kedua orang tuaku dan siapapun yang memasuki rumahku dalam keadaan beriman. Serta orang yang beriman laki-laki dan perempuan”. QS. Nuh (71): 28.
➡ Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
“رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ“
Robbanaghfir lii wa liwaalidayya wa lil-mu`miniina yauma yaquumul-hisaab
Artinya: “Wahai Rabb kami, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, serta semua orang yang beriman pada hari diadakannya perhitungan (hari kiamat)”. QS. Ibrahim (14): 41.
➡ Doa Untuk Saudara Yang Wafat Agar Dirahmati dan Diampuni Dosa-Dosanya Oleh Allah
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ“
“Robbanaghfirlanâ wa li ikhwâninal ladzîna sabaqûnâ bil îmân, wa lâ taj’al fî qulûbinâ ghillal lilladzîna âmanû. Robbanâ innaka Ro’ûfur Rohîm”
(Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami. Janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami, sungguh Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang”. QS. Al-Hasyr (59).
➡ Doa Meminta Ampun #1
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻰ ﻭَﻟِﻮَﺍﻟِﺪَﻱَّ ﻭَ ﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﺕ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﺍﻟْﺄَﺣْﻴَﺎﺀِﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻭَﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﺕ
Allahumaghfirli WaliWalidayya Wal Muslimina wal muslimat, wal mu’minina mal mu’minat, al ahyaa’i minhum wal amwat
“Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Seluruh kaum muslimin dan kaum muslimat, kaum mukminin dan kaum mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal”.
➡ Doa Meminta Ampun #2
“ربَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا، وانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ“.
“Robbanâghfirlanâ dzunûbanâ wa isrôfanâ fî amrinâ, wa tsabbit aqdâmanâ, wanshurnâ ‘alal qoumil kâfirîn”.
Artinya: “Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami. Serta tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. QS. Ali Imran (3): 147.
➡ Doa Meminta Ampun #3
“رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ“.
“Robbanâ innanâ âmannâ faghfirlanâ dzunûbanâ wa qinâ ‘adzâbannâr”.
Artinya: “Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari siksaan neraka”. QS. Ali Imran (3): 16.
➡ Doa Meminta Ampun #4
“رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا، رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا، وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ“.
“Robbanâ innanâ sami’nâ munâdiyan yunâdî lil îmâni an âminû birabbikum fa âmannâ. Robbanâ faghfir lanâ dzunûbanâ wa kaffir ‘annâ sayyi’âtinâ, wa tawaffanâ ma’al abrôr”.
Artinya: “Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kalian kepada Rabbmu”, maka kami pun beriman. Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti”. QS. Ali Imran (3): 193.
➡ Doa Meminta Ampun #5
“رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ“.
“Robbanâ âmannâ faghfir lanâ warhamnâ wa Anta khoirur rôhimîn”.
Artinya: “Wahai Rabb kami, sungguh kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat, Engkau adalah pemberi rahmat yang terbaik”. QS. Al-Mu’minun (23): 109.
➡ Doa Meminta Ampun #6
“رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ“.
“Robbanâ atmim lanâ nûronâ waghfirlanâ, innaka ‘alâ kulli syai’in qodîr”.
Artinya: “Wahai Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”. QS. At-Tahrim (66): 8.
=
➡ Doa Setelah Membaca Al-Qur’an Shahih 1
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله.
أما بعد: فإنَّ إحياء السنن النبوية من أعظم القربات إلى الله،
Sesungguhnya menghidupkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah termasuk amal yang sangat bernilai untuk mendekatkan diri kepada Allah.
فَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ، قَالَ: (( مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا )) [رواه مسلم].
✅ Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mengajak orang lain kepada kebaikan maka baginya pahala semua orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun” (HR Muslim).
فإليكم أحبتي في الله، هذه السُّنة التي غفل عنها كثيرٌ من الناس:
Catatan:
Realita menunjukkan bahwa ketika banyak orang meninggalkan amalan yang sesuai dengan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka muncullah amalan yang mengada-ada.
Banyak orang mengganti bacaan yang sesuai sunah Nabi di atas dengan bacaan tashdiq yaitu ucapan Shadaqallahul ‘azhim yang tidak ada dalilnya
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
“Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik.”
“Maha Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.” HR. Ashhaabus Sunan dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/153.
Dari Aisyah Radhiallahu’anha, dia berkata: “Setiap Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam duduk di suatu tempat, setiap membaca Al-Qur’an dan setiap melakukan shalat, beliau mengakhirinya dengan beberapa kalimat.” Aisyah Radhiallahu’anha berkata: Aku berkata: “Wahai Rasululllah! Aku melihat engkau setiap duduk di suatu majelis, membaca Al-Qur’an atau melakukan shalat, engkau selalu mengakhiri dengan beberapa kalimat itu.” Beliau bersabda: “Ya, barangsiapa yang berkata baik akan ditulis pada kebaikan itu (pahala bacaan kalimat tersebut), barangsiapa yang berkata jelek, maka kalimat tersebut merupakan penghapusnya. (Kalimat itu adalah: doa di atas).” (HR. An-Nasa’i dalam kitab ‘Amalul Yaum wal Lailah, hal. 308. Imam Ahmad 6/77. Dr. Faruq Hamadah menyatakan, hadits tersebut shahih dalam Tahqiq ‘Amalul Yaum wal Lailah, karya An-Nasa’i hal. 273).
Saudaraku, berikut ini adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah dilalaikan oleh banyak orang.
يُسْتَحَبُّ بعد الانتهاء من تلاوة القرآن أن يُقال:
((سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ)).
Setelah selesai membaca al Qur’an dianjurkan untuk mengucapkan bacaan berikut ini: Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. Yang artinya: maha suci Engkau ya Allah sambil memuji-Mu. Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
الدليل: عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ : مَا جَلَسَ رَسُولُ اللهِ مَجْلِسًا قَطُّ، وَلاَ تَلاَ قُرْآناً، وَلاَ صَلَّى صَلاَةً إِلاَّ خَتَمَ ذَلِكَ بِكَلِمَاتٍ، قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَاكَ مَا تَجْلِسُ مَجْلِساً، وَلاَ تَتْلُو قُرْآنًا، وَلاَ تُصَلِّي صَلاَةً إِلاَّ خَتَمْتَ بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ ؟
قَالَ: (( نَعَمْ، مَنْ قَالَ خَيْراً خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ قَالَ شَرّاً كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ [اللَّهُمَّ] وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ))([]).
✅ Dalilnya, dari Aisyah beliau berkata, “Tidaklah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- duduk di suatu tempat atau membaca al Qur’an ataupun melaksanakan shalat kecuali beliau akhiri dengan membaca beberapa kalimat”. Akupun bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Ya Rasulullah, tidaklah anda duduk di suatu tempat, membaca al Qur’an ataupun mengerjakan shalat melainkan anda akhiri dengan beberapa kalimat?” Jawaban beliau, “Betul, barang siapa yang mengucapkan kebaikan maka dengan kalimat tersebut amal tadi akan dipatri dengan kebaikan. Barang siapa yang mengucapkan kejelekan maka kalimat tersebut berfungsi untuk menghapus dosa. Itulah ucapan Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. ”
) إسناده صحيح: أخرجه النسائي في “السنن الكبرى” (9/123/10067)، والطبراني في “الدعاء” (رقم1912)، والسمعاني في “أدب الإملاء والاستملاء” (ص75)، وابن ناصر الدين في “خاتمة توضيح المشتبه” (9/282).
Hadits di atas sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Nasai dalam Sunan Kubro 9/123/1006, Thabrani dalam ad Du-a no 1912, Sam’ani dalam Adab al Imla’ wa al Istimla’ hal 75 dan Ibnu Nashiruddin dalam Khatimah Taudhih al Musytabih 9/282.
وقال الحافظ ابن حجر في “النكت” (2/733): [إسناده صحيح]، وقال الشيخ الألباني في “الصحيحة” (7/495): [هذا إسنادٌ صحيحٌ أيضاً على شرط مسلم]، وقال الشيخ مُقْبِل الوادعي في “الجامع الصحيح مما ليس في الصحيحين” (2/12: [هذا حديثٌ صحيحٌ
✅ Al Hafizh Ibnu Hajar dalam an Nukat 2/733 mengatakan, “Sanadnya shahih”. Syaikh al Albani dalam Shahihah 7/495 mengatakan, “Sanad ini adalah sanad yang juga shahih menurut kriteria Muslim”. Syaikh Muqbil al Wadi’I dalam al Jami’ al Shahih mimma laisa fi al Shahihain 2/12 mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang shahih”.
وقد بَوَّبَ الإمام النسائي على هذا الحديث بقوله: [ما تُختم به تلاوة القرآن].
Hadits ini diberi judul bab oleh Nasai dengan judul “Bacaan penutup setelah membaca al Qur’an”.
Bagi Qari’ hendaklah dia berdo’a kepada Allah عزّوجلّ sesuka hatinya, setelah membaca Al-Qur’an, dan bertawassul kepada Allah dengan yang dibacanya itu. Karena hal ini termasuk amal shaleh yang menjadi sebab dikabulkannya do’a. dan yang tepat adalah membaca do’a berikut ini :
~•••~~~ (Lanjut ke Halaman 2) ••~~••~~
➡ Doa Setelah Membaca Al-Qur’an Shahih 2
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا
“Allaahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahu fii kitaabika, au ‘allamtahu ahadan min kholqika, awista’tsarta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.”
“Ya Allah, sungguh aku adalah hambaMu, anak hambaMu yang laki-laki dan anak hambaMu yang perempuan. Ubun-ubunku berada di tanganMu. Pasti terjadi keputusanMu pada diriku dan adillah ketentuanMu pada diriku. Aku memohon kepadamu dengan segala asma milikMu, yang Engkau sebutkan untuk diriMu, atau Engkau turunkan dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang makhlukMu, atau masih dalam perkara ghaib yang hanya Engkau sendiri yang mengetahui. Jadikanlah Al-Qur’an penyejuk hatiku, cahaya penglihatanku, pembebas kesedihanku dan pengusir kegelisahanku.”
Tiada lain, Allah pasti akan menghilangkan kesulitan dan kesedihannya, dan menggantikannya dengan kemudahan.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad).
=
- ✅ NDAK ADA RUGINYA!
Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA
Mungkin banyak di antara kita pernah lama berdoa meminta sesuatu kepada Allah, namun belum juga dikabulkan. Dalam menghadapi kondisi tersebut, setiap kita mungkin sikapnya berbeda-beda. Orang pertama pantang menyerah, tetap saja berdoa, hingga dikabulkan Allah atau kedahuluan dijemput ajal. Orang kedua memilih untuk putus asa, lalu tidak lagi berdoa. Dan orang ketiga mulai bersu’uzhan kepada Allah. Ia berkata, “Kayaknya Allah sudah tidak peduli lagi dengan diriku!”.
Orang kedua dan ketiga bisa bersikap demikian, kemungkinan besar karena mereka belum begitu mengenal siapa Allah. Kurang menyadari luasnya rahmat dan karunia Allah. Padahal dalam kondisi apapun, orang yang berdoa itu tidak akan rugi. Entah doanya dikabulkan atau tidak.
✅ Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,[arabic-font]
“مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا” قَالُوا: “إِذًا نُكْثِرُ”، قَالَ: “اللهُ أَكْثَرُ”[/arabic-font]
“Setiap muslim yang berdoa dan doanya tidak bermuatan dosa ataupun memutus silaturrahim; pasti Allah akan karuniakan padanya salah satu dari tiga hal.
Akan segera dikabulkan doanya. Atau;
Akan ditabung sebagai pahala di akhirat. Atau;
Akan dihindarkan dari marabahaya yang sepadan dengan isi doanya.
Para sahabatpun berkomentar, “Jika demikian, kami akan perbanyak berdoa!”. Beliau menimpali, “Allah itu lebih banyak lagi (karunianya)”. HR. Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu’anhu dan dinilai sahih oleh al-Albany.
Jadi, setiap doa yang benar yang dipanjatkan oleh seorang mukmin itu pasti dikabulkan oleh Allah ta’ala. Sebab itulah isi janji-Nya. Tidak mungkin Dia ingkar janji. Dalam sebuah ayat al-Qur’an telah ditegaskan,[arabic-font]
“وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ”[/arabic-font]
Artinya: “Rabb kalian telah berfirman, “Berdoalah kepada-Ku; niscaya akan Aku kabulkan”. QS. Ghafir (40): 60.
Hanya saja, proses pengabulan doa masing-masing orang itu tidak sama.
✅ Ada yang langsung dikabulkan permintaannya, mirip seperti isi doanya.
✅ Ada yang dikabulkan permintaannya sesuai dengan apa yang ia minta, namun setelah waktu yang cukup lama. Karena suatu hikmah yang dikehendaki Allah ta’ala.
✅ Ada yang dikabulkan doanya, namun sedikit berbeda dengan isi permintaannya. Sebab Allah mengetahui, bahwa apa yang diminta orang tersebut kurang baik untuk dirinya.
✅ Ada pula yang belum dikabulkan doanya di dunia. Sampai ia meninggal, apa yang ia minta tidak juga dikabulkan Allah ta’ala. Namun ternyata Allah menjadikan doa-doanya itu sebagai pahala yang akan ia nikmati kelak di hari kiamat.
Jadi, orang yang berdoa, apapun kondisi yang dialaminya, tidak akan pernah merugi. Jadi mengapa ada di antara kita yang masih bermalas-malasan untuk berdoa?
•••••••••••••••••••••••
_*Ya Allah, saksikanlah bahwa kami telah menjelaskan dalil kepada umat manusia, mengharapkan manusia mendapatkan hidayah,melepaskan tanggung jawab dihadapan Allah Ta’ala, menyampaikan dan menunaikan kewajiban kami. Selanjutnya, kepadaMu kami berdoa agar menampakkan kebenaran kepada kami dan memudahkan kami untuk mengikutinya*_
_*Itu saja yang dapat Ana sampaikan. Jika benar itu datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Kalau ada yang salah itu dari Ana pribadi, Allah dan RasulNya terbebaskan dari kesalahan itu.*_
Hanya kepada Allah saya memohon agar Dia menjadikan tulisan ini murni mengharap Wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi tabungan bagi hari akhir.
Sebarkan,Sampaikan,Bagikan artikel ini jika dirasa bermanfaat kepada orang-orang terdekat Anda/Grup Sosmed,dll, Semoga Menjadi Pahala, Kebaikan, Amal Shalih Pemberat Timbangan Di Akhirat Kelak. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan Anda.
Wa akhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ālamīn Wallāhu a’lam, Wabillāhittaufiq
_*“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.”* (HR Muslim)
No comments:
Post a Comment