أعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Sesungguhnya Aku berniat kerana اللهَ
Tugasan gerak organ-organ tubuh badanKu kepada اللهَ
Daku Niatkan Tasbih anggota-anggota organ tubuhku buat اللهَ.
Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya KepadaMu Ya اللهَ
(الْحَمْدُ لِلَّهِ)Tahmid Dengan Denyutan Nadiku
(لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱلله)Tahlil Degupan Jantungku
(اللَّهُ أَكْبَرُ)Takbir dalam Hela Turun Naik Nafasku
اَلْحَمْدُ ِللهِ syukur kepadaMU YA اللهَ
وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ ... اَللَّهُمَّ صَلِّىْ عَلَىْ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ ALLAH اللهَ
ALLAH اللهَ
Syekh Siti Jenar – Soal Jawab
Seterusnya[Next]:- Syekh Siti Jenar – Pandangan Murid-Murid tentang ajaran beliau
ALLAH اللهَ ALLAH اللهَ ALLAH اللهَALLAH اللهَ
وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ ... اَللَّهُمَّ صَلِّىْ عَلَىْ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ ALLAH اللهَ
Syekh Siti Jenar – Soal Jawab
Syekh Siti Jenar – Soal Jawab
Ajaran Syekh Siti Jenar dikenal sebagai
ajaran ilmu kebatinan. Suatu ajaran yang menekankan aspek kejiwaan dari
pada aspek lahiriah yang kasat mata. Intinya ialah konsep tujuan hidup.
Titik akhir dari ajaran Siti Jenar ialah tercapainya manunggaling
kawula-Gusti. Yaitu bersatunya antara roh manusia dengan Dzat Allah.
Paham inilah yang hampir sama dengan ajaran para zuhud, wali dan
orang-orang khowash. Zuhud banyak dijumpai dalam dunia tasawuf. Mereka
merupakan orang-orang atau kelompok yang menjauhkan diri dari kemewahan
dan kesenangan duniawi. Sebab mereka mempunyai tujuan hidup yang lebih
utama, yakni ingin mencapai kesucian jiwa atau roh.
Inti ajaran Syeh Siti Jenar adalah
pencapaian spiritualitas yang tinggi dalam penyatuan antara makhluk
dengan Dzat Pencipta, yang lebih populer disebut sebagai manunggaling
kawula-Gusti. Bagian-bagian dari ajaran itu adalah meliputi penguasaan
hidup, pengetahuan tentang pintu kehidupan, tentang kematian, tempat
kelak sesudah ajal, hidup kekal tak berakhir, dan tentang kedudukan
Yang Mahaluhur. Paham yang hampir senada dengan falsafah Jawa kuno.
Suatu ketika Syeh Siti Jenar
mengajarkan ilmu kepada para murid-muridnya. Syeh Siti Jenar
berkata,”Manusia harus berpegang pada akal, meyakini pula dua puluh
sifat yang dimiliki Allah”. Antara lain yakni; wujud, tak berawal, tak
berakhir, berlainan dengan barang baru, berkuasa, berkehendak,
berpengetahuan, memiliki ilmu secara hakikat dan sebagainya. Para
santri mengajukan pertanyaan- pertanyaan sebagai berikut;
M (murid) ; Apakah wujud dari Tuhan itu dapat dimiliki oleh manusia ?”
S (Syeh Jenar) ; Memang, sifat wujud
itu bisa dimiliki manusia dan itulah inti dari ajaran ini. Selama
manusia mampu menjernihkan kalbunya, maka ia akan mempunyai sifat-sifat
itu. Sifat tersebut pun sudah kumiliki. Kalian bisa melakukannya dengan
mengamalkan apa yang hendak kuajarkan. Allah adalah satu-satunya yang
wajib disembah. Dia tidak tampak dan tidak berbentuk. Tidak terlihat
oleh mata. Sedangkan alam dan segala isinya merupakan cerminan dari
wujud Allah yang tampak. Seseorang bisa meyakini adanya Allah karena ia
melihat pancaran wujudNya melalui jagad raya ini. Allah tidak berawal
dan berakhir, memiliki sifat langgeng, tak mengalami perubahan
sedikitpun. Allah berada di mana-mana, bukan ini dan bukan itu. Dia
berbeda dengan segala wujud barang baru yang ada di dunia.
M ; Wahai Kanjeng Syeh, jelaskan kepada kami tentang hakikat kodrat !”
S ; Kodrat adalah kekuasaan pribadi
Tuhan. Tak ada yang menyamainya. KekuatanNya tanpa sarana. kehadiranNya
berasal dari ketiadaan, luar dan dalam tiada berbeda. Tak dapat
ditafsirkan. Jika engkau menghendaki sesuatu maka pasti kalian
rencanakan matang-matang dan pasti pikirkan berulang-ulang. Itupun
masih sering meleset. Namun Allah tidak demikian, bila menghendaki
sesuatu tak perlu dipersoalkan terlebih dahulu.
M ; Kalau begitu Allah tidak memerlukan sesuatu ?
S ; Benar Allah tidak memerlukan
sesuatu. Karena itu jika kalian hidup tanpa memerlukan sesuatu, tanpa
butuh harta benda, tanpa butuh jabatan, tanpa butuh pujian, maka kalian
akan merasakan hidup yang sesungguhnya. Kalian akan memiliki sifat
Allah tersebut.
M ; Kalau manusia menghindari sesuatu dan merasa tidak memerlukan apapun, apakah akhirnya dapat disamakan dengan Allah ?
S ; Tidak ! walaupun manusia hidup
tanpa bergantung sama sekali kepada duniawi, namun ia tetap berbeda
dengan Allah. Tidak bisa disamakan dengan Tuhan. Allah adalah pencipta
dan kalian adalah yang diciptakan. Allah berdiri sendiri, tanpa
memerlukan bantuan. Hidupnya tanpa roh, tidak merasa sakit dan
kesedihan, Allah muncul sekehendaknya.
M ; Jika Allah berkehendak, maka apakah kehendak seseorang itu karena kemauan Allah ?
S ; Untuk sampai pada jawaban itu, kita
harus membedakan seseorang mana. Manusia itu dibedakan menjadi beberapa
tingkatan. Ada yang awam, ada yang khowash. Orang awam hanya beribadah
secara syariat, tanpa dapat memelihara kalbu, maka ia masih jauh bisa
berhubungan dengan Allah. Sedangkan orang-orang khowash, termasuk para
nabi, rasul, dan waliyullah, mereka beribadah secara utuh. Bahkan
sampai pula pada tingkatan hakikat. Kalau kalbunya sudah bersih dari
duniawi dan menyatu dengan cahaya Ilahi, maka kehendak dan kemauannya
itu berasal dari Allah. Perbuatannya adalah perbuatan Allah. Maka
jangan heran jika ada orang yang diberi karomah sehingga segala
ucapannya menjadi bertuah.
M ; Kalau begitu, ibadahnya orang yang sudah khowash itu merupakan kehendak Allah ?
S ; Benar ! mereka mempunyai kejernihan
akal budi. Memiliki kebersihan jiwa dan ilmu. Shalat lima waktu dan
berzikir merupakan kehendak yang sangat dalam. Bukan kehendak nafsunya,
namun kehendak Allah. Semangatnya sedemikian besar. Mereka shalat tidak
mengharapkan pahala, tetapi merupakan suatu kewajiban (diri) dan
pengabdian. Badan haluslah yang mendorong untuk menjalankan.
M ; Banyak orang melakukan shalat tetapi tidak menyentuh kepada Yang Disembah. Ini bagaimana ?
S ; Memang banyak orang yang secara
lahiriah tampak khusuk shalatnya. Bibirnya sibuk mengucapkan zikir dan
doa-doa, namun hatinya ramai oleh urusan duniawi mereka. Islam yang
demikian ini ibarat kelapa, mereka hanya makan serabutnya. Padahal yang
paling nikmat adalah buah/daging kelapa dan air kelapanya. Mereka
sembahyang lima waktu sebatas lahiriah saja. Tidak berpengaruh sama
sekali kepada akal budinya. Padahal sembahyang itu diharapkan dapat
mencegah keji dan munkar namun mereka tak mampu melakukannya dalam
kehidupan sehari-hari. Kalaupun hakikat shalatnya itu membekas pada
budinya itupun hanya sedikit. Buat apa sembahyang lima kali jika
perangainya buruk ? masih suka mencuri dan berbohong. Untuk apa bibir
lelah berzikir menyebut asma Allah, jika masih berwatak suka
mengingkari asma. Kadang-kadang pula mereka berharap pahala. Shalatnya
saja belum tentu dihargai oleh Allah, tetapi buru-buru meminta
balasan,…..aneh!
M ; Wahai Syeh, ada hadits Rasulullah
yang menyebutkan bahwa amal hamba yang pertama kali diperhitungkan
adalah sembahyang. Jika sembahyangnya baik, maka semua dianggap baik.
Ini bagaimana ?
S ; Itu perlu ditafsirkan. Tidak boleh
dipahami secara dangkal makna dari hadits tersebut. Hadits itu
mengandung logika sebagai berikut; Orang yang tekun mengerjakan
sembahyang dengan sempurna, maka perilaku, budi pekerti dan kalbunya
juga harus terpengaruh menjadi baik. Sebab sembahyang yang dilakukan
dengan jiwa yang bersih akan berpengaruh pula bagi cabang kehidupan
lainnya. Lebih lanjut Syeh Siti Jenar mengatakan; sebaliknya hadits itu
tidak berlaku bagi orang yang tekun mengerjakan sembahyang tetapi
hatinya masih kotor, tersimpan keinginan-keinginan nafsu misalnya ingin
dipuji orang lain, terdapat ujub dan sombong, serta budinya menyimpang
dan menabrak tatanan yang dilarang.
M ; Apakah ada tuntunan mengenai pakaian seseorang yang sedang melakukan sembahyang ?
S ; Sesungguhnya aku (Syeh Siti Jenar)
tidak sependapat jika ada orang yang mengenakan pakaian gamis dan
meniru-niru pakaian orang Arab dalam melakukan shalat. Jika selesai
shalat, jubah atau gamis itu dilepaskan. Sedangkan shalat orang
tersebut tidaklah menyentuh hatinya. Meskipun berlama-lama merunduk di
masjid, namun masih mencintai duniawi. Sembahyang yang pakaiannya
kedombrangan, merunduk di masjid berlama-lama sampai lupa anak istri.
Sedangkan ia masih menyintai duniawi dan mengumbar nafsu manusiawinya.
Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, ia seringkali menyusahkan orang
lain. Maka orang yang demikian itu tidak terpengaruh oleh sembahyang
yang dilakukan. Biasanya tipe orang seperti itu sibuk menghitung
pahala. Dia sangat keliru dan bodoh. Pahala yang masih jauh tetapi
diperhitungkan. Sungguh, sedikit pun tak akan dapat dicapainya.
M ; Dzat Yang Luhur dan Sejati itu sesungguhnya siapa, wahai Syekh ?
S ; Gusti Allah. Gusti Allah adalah
Dzat yang tinggi dan terhormat. Ia memiliki dua puluh sifat, semua
timbul atas kehendakNya. Ia mampu mencurahkan ilmu kebesaran,
kasampurnan, kebaikan, keramahan, kekebalan dalam segala bentuk,
memerintah umat. Dapat muncul di segala tempat dan sakti sekali. Aku
(Syekh Siti Jenar) merasa wajib dan menuruti kehendakNya. Sebagaimana
ajaran jabariyah, dengan kesungguhan dan konsekuen, selalu kuat
cita-citanya, kokoh tak tergoyahkan terhadap sesuatu yang tidak suci,
berpegang teguh kepadaNya selama hidup, tak akan menyembah terhadap
ciptaanNya, baik dalam wujud maupun dalam pengertian.
M ; Mengapa Kanjeng Syekh dianggap oleh para wali sebagai wali murtad ?
S ; Karena ajaranku tidak mudah dipahami orang awam.
M ; Bagaimana ajaran Kanjeng Syeh yang dianggap sesat ?
S ; Aku adalah penjelmaan dari Dzat
Luhur, yang memiliki semangat, sakti, dan kekal akan kematian. Dengan
hilangnya dunia Gusti Allah telah memberi kekuasaan kepadaku dapat
manunggal denganNya, dapat langgeng mengembara melebihi kecepatan
peluru. Bukannya akal, bukannya nyawa, bukan penghidupan yang tanpa
penjelasan dari mana asalnya dan kemana tujuannya.
M ; Apa hubungannya antara kanjeng Syeh Siti Jenar dengan Allah, yang kau sebut sebagai Dzat sejati ?
S ; Dzat yang sejati menguasai wujud
penampilanku. Karena kehendakNya maka wajarlah jika aku tidak mendapat
kesulitan. Aku bisa berkelana ke mana-mana. Tidak merasa haus dan
lelah, tanpa sakit dan lapar, karena ilmu kelepasan diri, tanpa suatu
daya kekuatan. Semua itu disebabkan jiwaku tiada bandingannya. Secara
lahiriah memang tidak berbuat sesuatu, tetapi tiba-tiba sudah berada di
tempat lain. Gusti Kang Murbeng Dumadi (Allah) yang kuikuti, kutaati
siang malam, yang kuturut segala perintahNya. Tiada menyembah Tuhan
lain, kecuali setia terhadap suara hati nuraniku. Allah Mahasuci.
M ; Wahai Syeh jelaskan apa yang di maksud bahwa Allah itu Maha Suci?
S ; Allah Mahasuci itu hanyalah sebatas
istilah saja. Merupakan nama saja. Sebenarnya hal itu dapat disamakan
dengan bentuk penampilanku. Jika kalian melihatku, maka tampak dari
luar sebagai warangka (kerangka), sedangkan di dalamnya adalah kerisnya
(intinya) Hyang Agung, yang tak ada bedanya dengan kerangka. Tuhan itu
wujud yang tidak dapat dilihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti
bintang yang bersinar cemerlang. Sifat-sifatNya berwujud samar-samar
bila dilihat, warnanya indah sekali seperti cahaya.
M ; Di manakah Tuhan berada ? kami membayangkan Dia ada di langit ke 7 dan bersemayam di atas singgasana layaknya raja.
S ; Siti Jenar mendadak tertawa.
Setelah tertawanya reda, ia berkata, “Itu salah besar, itu kebodohan.
Sesungguhnya Tuhan tidak berada di langit ketujuh dan tidak bertahta di
singgasana atau arsy (Kursi). Bila kalian membayangkan demikian, maka
hati kalian sudah musyrik. Berdosa besar. Karena kalian menyamakan Dia
dengan raja atau dengan penguasa.
M ; Kami jadi bingung, Kanjeng Syekh, lantas Tuhan itu ada di mana ?
S ; Kalau kalian bertanya demikian, maka jawabnya mudah. Gusti Allah itu tidak kemana-mana, tetapi ada di mana-mana.
M ; Kami semakin tak mengerti. Bisakah Kanjeng Syeh memberi penjelasan yang lebih gamblang ?
S ; Gusti Allah itu berada pada dzat
yang tempatnya tidak jauh. Dia bersemayam di dalam tubuh kita. Tetapi
hanya orang yang khowash, orang yang terpilih dapat melihat. Tentunya
dengan mata batin. Hanya mereka yang dapat merasakannya.
M ; Apakah Allah itu berupa roh atau sukma ?
S ; Bukan roh dan bukan sukma. Allah
adalah wujud yang tak dapat dilihat oleh mata, tetapi dilambangkan
seperti bintang-bintang bersinar cemerlang. Sudah kukatakan tadi,
warnanya indah sekali. Ia memiliki dua puluh sifat seperti; sifat ada,
tak berawal, tak berakhir, berbeda dengan barang-barang yang baru,
hidup sendiri dan tidak memerlukan bantuan dari sesuatu, berkuasa,
berkehendak, mendengar, melihat, berilmu, hidup dan berbicara. Sifat
Gusti Allah yang duapuluh itu terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang
disebut dengan Dzat. Sifat duapuluh itu juga menjelma pada diriku.
Karena itu aku yakin tidak akan mengalami sakit dan sehat, punya budi
kebenaran, kesempurnaan, kebaikan dan keramahan. Roh ku memiliki sifat
duapuluh itu, sedangkan ragaku yang lahiriah memiliki sifat nur
Muhammad.
M ; Wahai Syekh, bukankah Muhammad SAW
itu seorang nabi. Apakah Syekh mengaku sebagai Nabi ? Sedangkan
dikatakan bahwa setelah nabi Muhammad, di dunia ini tidak ada kenabian
lagi ?
S ; Jangan salah menafsirkan
kata-kataku. Jika salah, maka kau akan sesat dan timbul fitnah. Tentu
saja memfitnah diriku. Begini, bahwa rohku adalah roh Ilahi. Karena aku
pun memiliki sifat duapuluh. Sedangkan badan wadag ku, jasadku ini,
adalah jasad Muhammad. Dari segi lahiriah Muhammad adalah manusia.
Namun manusia Muhammad berbeda dengan orang kebanyakan. Muhammad
memiliki jasad yang kudus, yang suci. Aku dan dia sama-sama merasakan
kehidupan, merasakan manfaat panca indera. Dan panca indra itu hanyalah
meminjam. Jika sudah diminta kembali oleh Pemiliknya akan berubah
menjadi tanah yang busuk, berbau, hancur dan najis. Nabi atau wali,
jika sesudah kematian jasadnya menjadi tak bermanfaat. Bahkan berbau,
kotor, najis, busuk dan hancur. Warangka jika sudah ditinggalkan
kerisnya maka tiada guna.
M ; Jika seseorang sudah mati, berarti selesai sudah kehidupannya ?
S ; Siapa bilang begitu ? Tidak !
meskipun jasadnya mati, tetapi sebenarnya ia tidaklah mati. Karena itu,
kalian semua harus mengerti bahwa dunia ini sesungguhnya bukanlah
kehidupan. Buktinya ada mati. Di dunia ini, kehidupan disebut kematian.
Coba rasakan ! Aku mengajarkan kepada kalian untuk tidak menyintai
dunia ini dan tidak terpesona terhadap keindahannya. Carilah kebenaran
dan kebahagiaan sejati demi kehidupan mendatang, kehidupan setelah
kematian. Kalian akan berarti jika telah menemui kematian dan hidup
sesudah itu. Engkau harus memilih hidup yang tak bisa mati. Dan hidup
yang tak bisa mati itu hanya kalian rasakan setelah nyawa terlepas dari
badan. Kehidupan itu akan dapat dirasakan dengan tanpa gangguan seperti
sekarang ini. Ketahuilah, hidup yang sesungguhnya adalah setelah nyawa
lenyap dari badan.
M ; Agar dapat meraih kehidupan dalam
kemuliaan sejati kelak, dalam kehidupan di dunia ini dibutuhkan
kebenaran dan kebahagian sejati. Bagaimanakah cara mendapatkannya
Kanjeng Syekh ?
S ; Jiwa manusia adalah suara hati
nurani. suara hati nurani merupakan ungkapan Dzat Allah yang harus
ditaati perintahnya. Maka ikutilah hati nuranimu.
M ; Bagaimana caranya meyakinkan bahwa suatu bisikan adalah suara hati nurani yang sesungguhnya ?
S ; Kalian harus cermat, karena hati
nurani berbeda dengan akal budi, jiwa itu milik Allah, sedangkan akal
milik manusia. Akal bersifat manusiawi, karena itu kadang-kadang akal
tak mampu menemukan keajaiban Allah. Kehendak, angan-angan, ingatan,
merupakan suatu akal yang tak kebal atas kegilaan. Suatu ketika akal
bisa menjadi bingung sehingga membuat seseorang lupa diri. Akal
seringkali tidak jujur. Siang malam membuat kepalsuan demi memakmurkan
kepentingan pribadi.
M ; Bukankah manusia menjadi lebih mulia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, karena manusia diberi akal oleh Allah ?
S ; Ya, itulah yang membedakan. Tapi
jangan lupa bahwa akal seringkali tidak jujur. Sering bersifat dengki,
suka memaksa, melanggar aturan, jahat, suka disanjung-sanjung, sombong,
yang ahirnya membuat manusia justru tidak berharga samasekali. Lebih
hina dari makhluk lainnya.
M ; Jadi kita harus menggunakan akal sesuai dengan jiwa atau kehendak Allah ?
S ; Ya, benar. Jika seseorang mampu
mengendalikan akalnya dengan ajaran Allah, dengan kebenaran, dan dengan
jiwa yang bersih, maka ia bermanfaat. Menjadikan diri lebih mulia.
M ; Apa yang menghalangi seseorang sehingga gagal dalam dalam menempuh manunggaling kawula-Gusti ?
S ; Jangan mementingkan kehidupan
duniawi. Sebab kehidupan duniawi yang kalian jalani penuh kotoran. Akal
kalian mudah tercemar dengan kotoran sifat dan mudah dikuasai oleh
nafsu, sehingga menghalangi kalian untuk bisa menuju pada tahap
manunggaling kawula-Gusti.
M ; Di dunia ini ada yang cantik, tampan dan gagah. Bagaimana kedudukan orang-orang tersebut jika kelak telah terlepas rohnya ?
S ; Kalian jangan menyintai dan
mengagumi bentuk yang cantik, tampan atau gagah. Sebab sebenarnya badan
wadag (jasad) laksana sangkar yang mengurung jiwa. Badan wadag
merupakan beban yang memberatkan dan menyakitkan roh kalian.
M ; Wahai Syekh, benarkah sesudah kematian ada surga neraka ?
S ; Para wali memang mengajarkan
demikian. Inilah ajaran yang justru menurutku menyesatkan karena
terlalu dangkal. Para wali hanya mengajarkan “serabut” atau kulitnya,
tidak sampai pada isinya; tidak sampai pada hakikat yang sebenarnya.
Para wali mengajarkan bahwa surga dan neraka hanya dijumpai kelak
setelah kiamat. Adanya di akherat. Dan orang-orang awam menelan
mentah-mentah keterangan itu. Siksa kubur hanya dijumpai dan dirasakan
badan wadag ketika di tanam di kuburan. Para wali memang bertujuan
baik, tetapi diputus sampai di situ. Mereka enggan menjelaskan lebih
dalam dan lebih sampai pada makna yang hakiki.
M ; Kalau menurut Syekh bagaimana ?
S ; Begini, untuk menemui dan merasakan
surga dan neraka maka seseorang tidak harus menunggu sampai mati atau
sampai datangnya kiamat. Di dunia ini saja kita sudah dapat merasakan
surga dan siksa neraka. Karena sesungguhnya surga dan neraka itu berada
di dalam jiwa kalian. Berada di dalam jiwa setiap manusia yang
bernafas. Jika jiwa manusia telah bersih dari gangguan hawa nafsu dan
dapat menyatu dengan Gusti Allah, maka di dunia ini ia akan merasakan
suatu kenikmatan surga. Jika budi kalian, misalnya menolong orang
lemah, lalu hati menjadi ikhlas dan puas, maka itulah yang disebut
surga. Sedangkan neraka, perwujudannya adalah jika hawa nafsu telah
menguasai diri seseorang. Kemudian jiwanya meronta dan merasa bersalah.
Maka dia tentu tersiksa. Ia tidak bisa tidur, gelisah pikirannya, sedih
dan bermacam-macam rasa tak enak. Itulah yang dinamakan neraka.
M ; Jadi surga dan neraka di akherat tidak berlaku ? maksud kami tidak ada ?
S ; Surga dan neraka di hari kiamat, di
akherat kelak, sudah diterangkan dalam Al Quran. Itu perkara gaib dan
erat kaitannya dengan iman. Kalian harus meyakininya.
M ; Untuk apa meyakini ? bukankah jika
di dunia berbudi baik dan beriman kepada Allah sudah merasakan surga.
Sedangkan surga dan neraka di akhirat hanyalah bersifat menakut-nakuti
manusia agar tidak berbuat buruk ?
S ; Pendapatmu memang cerdas dan
kritis. Namun kalian tidak usah mempertanyakan, apakah kelak di akhirat
ada surga dan neraka. Itu urusan Gusti Allah. Kalian harus meyakini.
Karena meyakini hari akhir merupakan rukun iman. Sekali lagi, untuk
mendapatkan surga pun kalian tak perlu menunggu datangnya hari akhir.
Meskipun seseorang sembahyang seribu kali setiap hari, toh akhirnya
mati juga. Walaupun badanmu kau tutupi dengan kain surban dan jubah,
namun akhirnya menjadi debu juga. Maka jiwalah yang paling penting.
Jika keadaan jiwa seperti Tuhan, maka surga akan didapatkannya.
Kenikmatan luar biasa akan dirasakan.
M ; Wahai Syeh, sesungguhnya yang
menjadi pikiranku adalah sebelum ada dunia ini, apakah sudah ada dunia
lainnya. Atau setelah kiamat, apakah Tuhan membuat dunia baru lagi
seperti sekarang ?
S ; Sebelum dunia ada, apakah ada dunia
lain, itu hanya Allah yang tahu. Tetapi sekarang kita berada di dunia
ini menempati ruang dan waktu. Dunia ini asalnya adalah baru. Kemudian
mengalami kerusakan dan kelak akhirnya menjadi hancur. Lenyap tak
berharga. Setelah kiamat, apakah Tuhan membuat dunia baru untuk
keduakalinya ? Tidak !
M ; Wahai Syekh, kalau begitu dunia erat kaitannya dengan raga kita, sedangkan jiwa erat kaitannya dengan alam akhirat ?
S ; Benar, dunia itu erat kaitannya
dengan raga. Raga mempunyai sifat seperti alam semesta, yang semula
baru kemudian rusak. Sedangkan jiwa tidak akan mengenal kerusakan
karena jiwa merupakan penjelmaan Dzat Allah. Ketahuilah bahwa raga
adalah barang pinjaman yang suatu saat akan diminta oleh Pemiliknya.
Ketahuilah wahai murid-muridku. Raga ini sesungguhnya sangkar yang
membelenggu dan menyulitkan jiwa. Agar jiwa menjadi bebas, maka suatu
saat kelak, kalian akan kuajarai bagaimana cara melepas jiwa dari raga.
Ilmu melepas jiwa artinya bahwa kematian adalah titik awal kehidupan
yang sebenarnya. Jika seseorang raganya mati, maka jiwanya menjadi
merdeka, bebas dan tidak terkungkung lagi. Sebab raga berhubungan erat
dengan alam semesta. Sedangkan jiwa berhubungan erat dengan Dzat Tuhan.
selamanya jiwa tak akan bisa mati atau rusak.
M ; Apakah yang dimaksud jalan kehidupan, wahai Syekh ?
S ; Jalan kehidupan adalah jalan menuju
kepada hidup yang sebenar-benarnya, setelah engkau mengalami kematian.
Jika seorang bayi lahir, maka bukanlah awal kehidupan, namun merupakan
awal “kehidupan palsu” seperti yang kalian rasakan saat ini. Inilah
yang sesungguhnya kematian sejati.
M ; Jika demikian badan ini tidak bisa merasakan kehidupan yang sebenar-benarnya ?
S ; Ya, tidak bisa. Kehidupan sejati
tidak dapat dirasakan oleh raga, karena jika raga mati akan tetapi
dapat dirasakan oleh jiwa. Membusuk menjadi tanah.
M ; Bagaimana jika sekarang ini
seseorang berbuat dosa. Apakah jiwanya ikut bertanggungjawab. Sedangkan
yang melakukan dosanya adalah raga.
S ; Tetap ikut bertanggungjawab, karena
jiwa yang menyatu ke dalam raga tidak bisa mencegah hawa nafsunya serta
akal yang suka berbuat buruk.
M ; Maaf saya belum paham Syekh.
S ; Ketahuilah, setiap orang yang lahir
di dunia ini maka jiwanya menyatu dengan akal. Selain akal dalam diri
manusia juga ada hawa nafsu. Ketika seseorang berbuat buruk, berarti
raganya didorong dan dipengaruhi oleh hawa nafsu dan akalnya. Akal dan
nafsu memang suka berbuat buruk. Apabila jiwa mencegah (melalui hati
nurani), maka raga tidak akan berbuat buruk. Akan tetapi jika jiwa
membiarkannya, maka raga tetap melakukannya. Karena itu bagaimanapun
juga jiwalah yang akan mempertanggungjawabkan perbuatan baik dan buruk
raganya.
M ; Tadi Syekh mengatakan jiwa adalah penjelmaan dzat Tuhan. Mengapa kadang-kadang jiwa mau mencegah dan kadang membiarkannya ?
S ; Perlu kalian semua ingat, bahwa di
dalam raga ini terdapat nafsu-nafsu. Jika nafsu kuat menguasai, maka
jiwa menjadi terbelenggu. Karena itulah mengapa aku katakan bahwa
kehidupan sekarang ini adalah kematian. Sedangkan setelah ajal
merupakan awal kehidupan. Sesudah kematian maka seseorang akan mencapai
kebebasan jiwanya.
Ajaran Syekh Siti Jenar memang agak
beda dengan ajaran para wali sanga. Siti Jenar mengajarkan bahwa Tuhan
adalah Zat yang mendasari adanya manusia, hewan, tumbuhan dan segala
yang ada. Keberadaan segala di dunia ini tergantung pada adanya Zat.
Tanpa ada Zat Yang Mahakuasa, maka mustahil sesuatu yang wujud itu ada.
Ajaran ini tidak pernah disampaikan
oleh para Wali Sanga. Mereka menyadari bahwa umatnya masih terlalu awam
terhadap Islam, sehingga memberi materi yang ringan dan praktis saja.
اَللَّهُمَّ صَلِّىْ عَلَىْ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ
والله أعلم بالـصـواب
Moga Bermanfaat.
Moga Bermanfaat.
...........................................................................................................
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Subhanallah 100X سبحان الله
Alhamdulillah 100X الحمد لله
LA ILAHA ILLALLAH 100X لا إله إلا الله
Allāhu akbar 100X الله أكبر
Alhamdulillah syukur kepada ALLAH
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Subhanallah 100X سبحان الله
Alhamdulillah 100X الحمد لله
LA ILAHA ILLALLAH 100X لا إله إلا الله
Allāhu akbar 100X الله أكبر
Alhamdulillah syukur kepada ALLAH
No comments:
Post a Comment