30 March 2020

SHOLAHUDDAIM



 ‏اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ‎
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقَهِ وَرِضَى نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Sesungguhnya Aku berniat kerana اللهَ
Tugasan gerak organ-organ tubuh badanKu kepada اللهَ
Daku Niatkan Tasbih anggota-anggota organ tubuhku buat اللهَ.
Ku serahkan seluruh kehidupanku kebergantungan sepenuhnya KepadaMu Ya اللهَ
Kerdipan Mataku berIstighfar Astaghfirullah (أسْتَغْفِرُاللهَ)‎  
Hatiku berdetik disetiap saat menyebut Subhanallah (سُبْحَانَ اللَّهِ)‎
Denyutan Nadiku dengan  Alhamdulillah  (الْحَمْدُ لِلَّهِ)‎
Degupan Jantongku bertasbih LA ILAHA ILLALLAH  (لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱلله)‎
Hela Turun Naik Nafasku berzikir Allāhu akbar   (اللَّهُ أَكْبَرُ)‎
الْحَمْدُ لِلَّهِ syukur kepada وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّ    ...اللهَ 

SHOLAHUDDAIM


 SHOLAHUDDAIM
Sepanjang sejarah kesusasteraan Jawa, telah dikenal berbagai tulisan asli yang antara lain adala htulisan Jawa yang merupakan unsur penting dari kebudayaan Jawa itu sendiri.

Tersebut suatu legenda yang menceriterakan kisah Pangeran Ajisaka yang rupa-rupanya bermula sebagai sebuah ceritera untuk menerangkan artinya dari kalimat yang muncul dari susunan abjad Jawa yang terdiri dari dua puluh huruf dengan artinya sebagai berikut:

Ha na ca ra ka : ada dua orang utusan
Da ta sa wa la : saling bertengkar
Pa dha ja ya nya : sama-sama kuat
Ma ga ba tha nga : kedua-duanya mati.

Masyarakat umum menganggap bahwa Ajisaka yang menciptakan huruf Jawa. Sementara para ahli menyatakan bahwa tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk tulisan Sankerta Dewanagari dari India Selatan.

Dalam perkembangannya orang Jawa sudah banyak menggunakan huruf Latin dari pada huruf Jawa, namun di beberapa tempat masih ditemui tulisan yang menggunakan huruf Jawa. Bahkan oleh beberapa orang dinyatakan bahwa huruf Jawa memiliki falsafah atau makna bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh:

Huruf ha diberi makna hidup: na berarti ada. Jadi ha na berarti adanya hidup, ca ra ka diartikan sebagai cipta rasa karsa: caraka berarti juga utusan atau duta.

Dengan demikian makna hana caraka adalah adanya hidup diciptakan oleh Tuhan yang diutus untuk memelihara alam lingkungan dengan berpedoman pada tuntunan-Nya sehingga manusia tidak banyak berbuat salah.

Huruf da berati Dhat: ta berarti tan (tanpa) sa wa la berarti salah. Jadi Da ta sawala berarti petunjuk yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah salah.

Huruf pa dha ja ya nya mengandung makna penggambaran diri manusia yang mana hati nuraninya tergoda oleh nafsu, maka sering timbul pertentangan di dalam dirinya. Oleh karena itu manusia diajarkan untul selalu memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa berada dalam kebenaran.

Huruf ma ga ba tha nga; ma dan ga berarti sukama dan angga yang hidup dan berbudaya untuk mewujudkan tindak yang baik. Akhirnya ma, ga akan menjadi ba tha nga, yaitu mati apabila tugas sebagai caraka (utusan) telah selesai atau telah dikehendaki oleh Tuhan kembali (meninggal dunia). Demikian antara lain pengungkapan makna huruf Jawa ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Dalam kehidupan berbudaya ada beberapa orang yang dalam menghayati makna hidup dan kehidupannya menggunakan huruf Jawa sebagai alat untuk dapat memahami makna hidup tersebut. Seseorang sadar sepenuhnya bahwa di dalam dirinya diberi hidup sehingga dia berusaha memahami apa makna hidup itu. Berikut akan diungkap makna hidup dengan menggunakan uraian dari kata yang berhuruf Jawa.

Penjelasannya sebagai berikut: Yang disebut hidup itu terdiri dari dua jenis, yaitu yang disebut hurip dan gesang. Kata “urip” dalam huruf Jawa terdiri dari ha; berasal dari sebutan ma ha (maha) suku (u) mengandung makna tenaga, ra: berasal dari sebutan ha ra (getaran) wulu (i) mengandung maksud bahwa huruf yang di dulu adalah positif pa: mengandung maksud meliputi apa saja karena berasal dari sebutan apa-apa (apa) pangku (tanda huruf mati) mengandung maksud kebahagiaan hu: berasal dari sebutan satuhu 9suatu sifat nyata) rip: berasal dari sesebutan mirip (serupa). Kata “hurip” sebelum diberikan sandangan akan tertulis ha ra pa yang artinya hadap dan kehendak (nafsu).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut “hurip” (hidup) adalah Maha Tenaga yang bergetar, yang memiliki kebahagiaan seperti mulia dan kebiasaan yang bermacam-macam serta mempunyai kehendak. Adapun sifat hidup adalah getaran-getaran yang memenuhi dan meliputi alam semesta yang kesemuanya berujud mirip antara yang satu dengan lain. Getaran itu disebut “hara”. Sebutan nama tersebut berasal dari adanya pengetahuan suatu gerak yang sangat cepat dan hanya bisa ditirukan oleh gerakan lidah, sehingga akan keluar bunyi dari mulut: “rrrraaaaa”. Karena hal tersebut bersifat maha, maka sebutan maha dan ra dijadikan satu sebutan “mahara” yang disingkat “hara”. Hara memiliki kebiasaan, maka sebutan “hara” dan “bisa” disatukan menjadi “harabisa”, yang kemudian disingkat “rasa”, karena sebutan “rasa” berasal dari sebutan “hurip”, maka rasa adalah hurip yang memiliki hadap kehendak kebiasaan kebahagiaan yang semuanya bersifat nyata serupa/mirip.

Berikut makna hidup dari apa yang disebut dengan gessang. Kata “gessang” dalam huruf Jawa terdiri dari: ga: berasal dari sebuta ra ga (raga/sifat berwujud) pepet (e) mengandung maksud perasaan/rasa kulit. Sa: berasal dari sebutan ra sa (rasa) pangku (tanda huruf mati): mengandung maksud sanga (sembilan) sa: berasal dari sebutan ra sa (rasa) setcak (tanda bunyi sengau) mengandung maksud sanga (sembilan). Ges: berasal dari sebutan teges (arti). Sang: berasal dari sebutan tumangsang (terkait) kata “gesang” sebelum mendapatkan sandangan tertulis ga sa sa nga, yang berasal dari sebutan gagasa (gagasan(, sanga (sembilan) maksudnya gagasa atau pikir itu terkait oleh sembilan rasa. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa yang disebut “gessang” adalah hidup yang memiliki raga, mengandung sembilan rasa positif dan rasa kulit yang mengikat pikir.

Sembilan rasa tersebut:
2 rasa pengelihatan kanan dan kiri
2 rasa pendengaran kanan dan kiri
2 rasa pembauan kanan dan kiri
1 rasa lidah
1 rasa dubur dan 1 rasa kelamin.

Sembilan rasa tersebut masing-masing mengikat gagasan/pikir. Hidup yang berwujud demikian berada di atas permukaan bumi dan harus mempunyai arti atau berguna.

Hidup yang disebut dengan “gessang” ini berasal dari “hurip” yang masing-masing memiliki tenaga hadap dan kehendak. Demikian makna hidup yang dijelaskan melalui kata “hurip” dan “gessang”.

Sebutan “hidup” erat sekali hubungannya dengan sebutan yang Maha Hidup. Untuk memberikan pengertian Yang Maha Hidup, dijelaskan dengan menggunakan kata “halah” dalam huruf Jawa sebagai berikut:
Ha: berasal dari sebutan ma-ha (maha). Suara Ha adalah suara bernafas yang menunukkan hidup. Maka ha mengandung maksud “Yang Maha Hidup”.
Ia: berasal dari sebutan hala (kasar).
Wignyan (huruf mati): mengandung maksud sebagian dari Yang Maha.
Lah: berasal dari sebutan oleh dan polah (memasak dan bergerak).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut “Halah” (Alah) adalah Yang Maha Hidup, yaitu yang memasak atau mengadakan segala sesuatu mulai dari tidak ada menjadi ada, dari sifat yang terhalus menjadi sifat yang terkasar yang semuanya itu digerakkan atau dihidupi. Adapun dijadikannya sifat-sifat kasar atau berwujud itu hanya sebagian dari sifat ke-MahaanNya.

Demikian makna dari kata berhuruf Jawa “hurip” dan “gessang” yang mengandung arti hidup, yang ternyata di dalamnya terkandung makna yang dalam dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Dari uraian tersebut dapat diketahui betapa tingginya pengetahuan yang telah dicapai oleh leluhur bangsa kita dengan membuat suatu bahasa dan tulisan yang bermakna luhur. Hal demikian dapat menambah pengetahuan dan khasanah budaya bangsa kita.

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.SHOLAHUDDAIM

Barang siapa yang tidak mengenal ilmu zikir nafas, maka sudah tentu orang tersebut tidak dapat menyelami alam hakekat SHOLAHUDDAIM
( Hal ini sudah saya jabarkan dalam uraian yang terdahulu )

SHOLAHUDDAIM bisa ditartikan sebagai sholat yang tiada putus-putusnya walaupun sesaat dalam waktu 24 jam dalam sehari semalam,
Dalam waktu 24 jam ini mereka dapat melakukan penyaksian diri sendiri (diri batin dan diri zahir) pada setiap waktu dan setiap saat tanpa berhenti-henti walaupun sedetik disetiap hembusan nafas mereka,
Seperti  firman Allah s.w.t. didalam Al Quran ;
Surah   : Al Maarij     ayat 23
Artinya :

Setiap saat mereka itu tetap mengerjakan sholat
Jika didalam acara sholat yang 5 waktu tugas kita adalah menumpuhkan segenap perhatian dengan mata batin kita menilik diri batin kita, dan telinga batin kita menumpuhkan sepenuh perhatian kepada setiap bacaan oleh anggota zahir dan batin kita di sepanjang acara sholat kita tersebut, tanpa menolehkan perhatian kita ke arah yang lain. Maka SHOLAHUDDAIM-lah penyaksian sebenar-benarnya  seseorang itu terhadap diri batinnya pada setiap saat.
Sholat (sembahyang) adalah merupakan satu latihan di peringkat awal yang kita butuhkan agar diri kita dapat menyaksikan diri batin kita yang menjadi rahasia Allah s.w.t.
tetapi setelah mampu dan berhasil membuat penyaksian diri disaat kita menunaikan sholat, kita haruslah meningkatkan peringkat kita dengan cara melatih diri kita supaya dapatlah kita menyaksikan diri batin pada setiap saat di dalam waktu 24 jam di sepanjang hembusan nafas kita ( bukan hanya dalam 5 waktu ), sebab itulah kita mengucap syahadah :

 ASYHADUALLAILLAHAILLALLAH WASYHADUANNAMUHAMMADDARRASULLULLAH
Yang berarti bahwa kita telah berikrar dengan diri kita sendiri untuk menyaksikan diri Rahasia Allah s.w.t. itu pada setiap saat didalam 24 jam sehari semalam.
Oleh karena itu untuk mempraktekan penyaksian tersebut, maka kita haruslah mengamalkan SHOLAHUDDAIM di dalam hidup kita sehari-hari, sebagaimana yang telah dikerjakan dan diamalkan oleh Rasulullah s.a.w., para nabi, aulia, dan para wali Allah s.w.t. yanga agung.

Berawal di antara syarat untuk mendapat makam SHOLAHUDDAIM adalah seperti berikut :
1.   Orang tersebut sudah memahami dan bisa mengamalkan hakekat zikir nafas.
2.   Orang tersebut terlebih dahulu berhasil mendapat nur kalbu yaitu hati nurani.
3.   Orang tersebut sudah menemui dan mengamalkan sembahyang Rasulullah s.a.w.
4.   Orang itu telah pun mengalami  proses pemecahan wajah.
5.   Orang tersebut memahami dan  berpegangan dengan penyaksian sebenar-benarnya        
Untuk bisa mengamalkan dan mendapat makam SHOLAHUDDAIM, maka seseorang itu haruslah memahami  pada peringkat awalnya tentang hakekat perlakuan zikir nafas yaitu tentang gerak-geriknya (pergerakan nafas), zikirnya, letaknya dalam diri dan sebagainya. hal ini sudah pernah saya jabarkan di dalam uraian-uraian saya sebelumnya.
Oleh karena itu amalkanlah zikir nafas ini dengan sungguh-sungguh agar kita mendapat pancaran nur  dari dalam jantung kita yang menjadi DINAMO kepada terbentuknya makrifat untuk diri kita dengan Allah s.w.t.
Sesungguhnya hanya dengan zikir nafas sajalah kentulan darah hitam  (istana Iblis) di ujung jantung kita itu akan hancur sehingga bisa terpancarlah nur kalbu, dan setelah terpancarnya nur kalbu. maka terpancar juga current makrifat yang membuat seorang manusia itu termakrifatkan dirinya dengan Allah s.w.t. sehingga dapatlah diri rahasia Allah s.w.t. yang menjadi diri batin kita membuat perhubungan dengan diri Tuhan Semesta Alam.

Latihan untuk menyaksikan diri ini. hendaklah dilatih pada peringkat awal yaitu melalui sholat, sebagaimana yang di terangkan di dalam uraian yang lalu.
Selama masa proses penyaksian diri ini, seseorang itu akan mengalami pemecahan wajah yaitu suatu proses pembebaskan diri batin dari jasad kita dan dengan demikian maka seseorang itu akan dapat melihat wajah kesatu ke wajah berikutnya sampai pada wajah ke 9, yaitu martabat yang tertinggi di dalam ilmu gaib.
Dengan mendapat pemecahan wajah maka manusia itu akan dapat pula membuat satu penyaksian yang sebenar-benarnya pada setiap saat dalam hidupnya, seperti ketika dia menunaikan sholat dalam acara ibadah ataupun dalam keadaan biasa ( kehidupan sehari-harinya ) sepanjang masa hidupnya.
Pada peringkat ini dinamakan juga peringkat martabat Fana Baqabillah yiaitu suatu keadaan yang kekal pada setiap pendengaran, penglihatan, perkataan, dan sebagainya.
Seseorang yang sudah sampai pada peringkat ini adalah seperti orang awam ( tidak pernah menonjolkan dirinya ) dan susah sekali untuk kita mengetahui ketinggian derajatnya dengan Allah s.w.t.
Biasanya orang-orang yang sudah mencapai makam Fana Baqabillah, mereka dapatlah kembali kehadirat Allah Ta’ala dengan diri batin dan diri zahir tanpa berpisah diantara satu dengan lainnya.

Mereka dapat memilih kepulanganya dengan cara mati (meninggal) atau gaib (hilang).
Hal seperti ini pernah terjadi kepada wali-wali Allah s.w.t. yang agung, bila saja notis kematian mereka telah sampai. Maka kematian dan gaibnya mereka akan disambut oleh para rasul, nabi, aulia, dan wali-wali Allah s.w.t. karena ke-karomah-an mereka.
Adapun langkah-langkah yang harus diambil oleh seseorang yang hendak mencapai ke tahapan ini adalah seseorang itu hendaklah sering membuat penyaksian terhadap diri batinnya pada setiap saat didalam hidupnya, yaitu dengan cara mata batinnya senantiasa menilik diri batinnya dan telinga batinnya senantiasa mendengarkan pada setiap patah kata yang dikeluarkan oleh mulutnya selama percakapan sehari-hari, disamping itu setiap patah kata percakapan orang tersebut haruslah juga diikuti oleh anggota lain sebagaimana didalam menunaikan sholat.
Latihan ini haruslah dilakukan terus menerus tanpa diabaikan walaupun sesaat. Sesungguhnya barang siapa yang telah sampai dan ber-jaya di makam ini, maka meraka akan  dimuliakan di dunia dan akhirat, berkat di dunia dan di akhirat dan diredhoi di dunia dan diakhirat, sesungguhnya tanpa mencapai ke peringkat  ini, maka seseorang itu tidak mungkin bisa sampai ke peringkat martabat yang lebih tinggi didalam ilmu gaib.,
Akhirul kalam, semoga uraian singkat ini bisa memotifasi saudara-saudaraku sekalian untuk bisa mencapai ke derajat yang lebih mulia lagi.



MENINGKATKAN ILMU

Keterangan : ( Martabat = peringkat = level = tahap ) ( Nafsu = kwalitas = derajat )
**  MARTABAT NAFSU  **
Bila kita berbicara tentang nafsu maka yang muncul dipikiran kita adalah tingkah laku manusia yang tidak baik, nafsu adalah perbuatan syaitan, nafsu adalah hal-hal yang berhubungan dengan perbuatan negatif.
Pengertian nafsu disini kita bagi menjadi 2 bagian :
 Pertama    : Nafsu dalam artian Negatif yaitu yang timbul karena     kekotoran hati manusia.
Kedua        : Nafsu yang diartikan sebagai peringkat atau level atau martabat hati manusia.
Dalam usaha kita untuk mendekatkan diri dengan Allah maka kita perlu untuk mensucikan tiap-tiap martabat dari nafsu, kita harus bisa menembus hijab-hijab yang ada pada tingkatan nafsu-nafsu ini agar manusia bisa mengenal dirinya dan mengenal tuhannya.
Adapun nafsu itu letaknya dicabang hati manusia, nafsu disini bertindak sebagai dinding (hijab) hubungan antara diri rahasia manusia dengan tuan empunya diri (Tuhannya).
Oleh karena itu tugas manusia yang hendak menuju kepada makrifat hendaklah bisa memecahkan dinding-dinding hijab ini sehingga bisa sampai ke martabat yang paling tinggi yaitu kemulian disisi Allah s.w.t.
Dan tentunya kalau bisa kita membuka hijab-hijab ini maka bebaslah diri batin manusia itu untuk bertemu dengan diri empunya diri pada setiap waktu dan setiap saat.
Tanpa memecahkan dinding-dinding nafsu ini manusia tidak mungkin dapat kembali kepada Tuhannya semasa hidup didunia atau mematikan dirinya sebelum mati.
Kita harus bisa sampai kemartabat “ mematikan diri sebelum mati “  kalau mau kembali kepada Tuhannya saat masih bernafas.
Adapun martabat nafsu pada diri manusia terdiri dari tujuh nafsu sebagaimana yang termaktub dalam Alquran :

1.   1.    Nafsu Amarah
2.   2.    Nafsu Lawamah
3.   3.    Nafsu Mulhamah
4.   4.    Nafsu Mutmainnah
5.   5.    Nafsu Radiah
6.   6.    Nafsu Mardiah
7.   7.    Nafsu Kamaliah
Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah Al-Mukminun ayat 17

 Artinya : sesungguhnya kami telah menciptakan keatas dirimu tujuh jalan (nafsu)
1. NAFSU AMARAH
Adapun nafsu amarah adalah satu kelakuan dari hati yang menimbulkan suatu perangai yang mengandung sifat-sifat Mazmumah yang berlebihan.
Manusia-manusia yang memiliki nafsu amarah biasanya memiliki sifat-sifat yang tidak disukai oleh Allah seperti : Dengki, khianat, iri hati, pemarah dan lain-lain, biasanya mereka yang dikuasai nafsu amarah bertindak mengikuti fikiran tanpa menggunakan akal, mereka merasa diri merekalah yang berkuasa atas ini dan itunya.
Firman Allah surat Yusup ayat 53

 Artinya : sesungguhnya nafsu amarah itu senantiasa menyuruh berbuat jahat.
Firman Allah surah Al-Jaashiah ayat 23
Dan sesungguhnya orang-orang yang diliputi nafsu amarah biasanya tak tahan diuji dan jika diuji dengan satu ujian atau cobaan mereka terus emosional bertindak mengikuti fikiran dibawah hasutan syaitan.
Pada peringkat ini manusia-manusianya dikuasai oleh syaitan, jiwanya sering tegang, fikiran sering kusut, jarang sekali untuk mengingat Allah.

 Mereka diperingkat nafsu ini akan mengingat Tuhan ketika susah dan melupaiNYA di saat senang.
Firman Allah surah Fusyilat ayat 51
Apa yang mereka lakukan semuanya semata-mata dorongan dari fikiran mereka dan tidak pernah timbul di hati mereka perasaan bersalah atas kesalahan yang mereka lakukan.
Sesungguhnya nafsu amarah ini adalah nafsu binatang bahkan lebih hina dari binatang karena mereka yang dikuasai amarah mempunyai hati tapi tidak “ memerhati “, mempunyai mata tapi tidak melihat dan mempunyai pendengaran tapi tidak mendengar, mereka-mereka ini bolehlah kita sebut binatang yang berupa manusia.
Surat Al-Aaraaf ayat 179

Sifat-sifat lain yang biasanya ada pada mereka yang dikuasai nafsu amarah seperti : tidak bersyukur atas sesuatu yang diperolehnya, suka mencela kelemahan orang lain walaupun teman karibnya sendiri, membayangkan dialah orang yang paling baik dan sempurna.
Justru karena itu adalah menjadi kewajiban dari manusia tersebut haruslah menyucikan sifat-sifat nafsu amarah tadi supaya timbul sifat-sifat murni dan hilangnya sifat-sifat mazmumah.
Surah Asy-Syams ayat 710 
Zikir orang yang masih di tingkatan nafsu amarah hanya dilidah saja tidak menyerap ke dalam hati, zikirnya hampa tidak bertenaga. Jiwa mereka pada tingkatan ini kosong, hubungan dirinya dengan empunya diri terputus, bahkan diri rahasianya di hijab dari Allah swt.
Orang seperti ini diri batinnya kurus, sakit tersiksa sedangkan badan zahirnya gemuk dan sehat, penyakit nafsu amarah jika dibiarkan menular pada jiwanya menyebabkan tertimbunya selaput tebal untuk dirinya mengingat tuhannya dan hidupnya terus hanyut tidak berpedoman bagai awan tertiup di langit.
Sesungguhnya bagi mereka yang dikuasai oleh nafsu amarah termasuk dalam golongan manusia yang rugi disisi Allah swt.
2. NAFSU LAWAMAH
Pada tingkat nafsu Lawamah manusia telah dapat menguasai satu perasaan semacam larangan bagi dia untuk melakukan sesuatu kesalahan, kezaliman atau apa saja yang dilarang oleh syariat.
Perasaan ini timbul pada sudut-sudut hatinya ketika mereka hendak melakukan sesuatu kesalahan, bisikan didalam hatinya ini yang disebut LAWAMAH.
Lawamah ini di ibaratkan seperti lampu isyarat di dalam mobil dimana lampu ini akan menyalah berwarna merah bila mobil tersebut hampir kehabisan bensin yang mengisyarat kita supaya mengisi bensin lagi sebelum nantinya mogok di jalan.
Bagi mereka yang mempunyai Lawamah dan mematuhinya dengan rasa tanggung jawab maka akan terselamatkan dari bahaya yang akan datang sebaliknya jika seseorang yang telah meningkat ke martabat nafsu lawamah tetapi tidak mematuhi isyarat larangan maka lama kelamaan akan padam dan kembalilah mereka ke nafsu amarah lagi.
Zikir mereka pada tahap ini masih melekat dibibir tapi kadang-kadang menyerap masuk ke dalam hatinya dan keadaan ini tidak tetap maka seharusnya orang ini meneruskan zikirnya dengan penuh ketabahan.
Mereka pada martabat ini masih ada sifat-sifat tercelah ( mazmumah ) tetapi sudah berkurang, jika mereka tetap patuh terhadap isyarat yang timbul di susut-sudut hatinya maka lama kelamaan sifat-sifat mazmumah ini akan hilang. Lama kelamaan mereka akan merasa segan untuk melakukan sifat-sifat mazmumah dalam hati mereka akan timbul penyesalan atas sikap-sikap mereka yang terdahulu.
Firman Allah Surah Al-Qiyamah ayat 2
Maka dengan ketekunan mematuhi isyarat serta kuat pula berzikir maka tingkatan nafsu mereka akan meningkat ke martabat nafsu yang lebih tinggi yaitu NAFSU MULHAMAH.
Pada peringkat nafsu Lawamah orang ini dapat menerima Ilmu Gaib melalui LADUNI pada peringkat Nur atau mimpi dalam tidurnya dan kadang-kadang dapat pula menerima ilmu melalui Laduni di peringkat Tajali.
Oleh karena itu seseorang di peringkat ini haruslah berusaha dengan tekun dan sabar mengikuti petuah-petuah gurunya agar peningkatan martabat nafsunya akan tercapai.
3. NAFSU MULHAMAH
Setelah seseorang berhasil mengikuti petuah-petuah gurunya dan menerima isyarat nafsu lawamah dengan patuh maka dia akan mencapai tahap nafsu yang lebih tinggi dan mulia martabatnya daripada nafsu Amarah dan nafsu Lawamah, adapun yang di maksud dengan nafsu tersebut adalan Nafsu MULHAMAH,
Pada peringkat ini mereka dapat menyingkirkan sebagian besar sifat-sifat yang tercelah, jiwa mereka mulai berkembang sifat-sifat baik, lapang dada, mereka dapat pengajaran ilmu gaib melalui jalan LADUNI diperingkat Nur dan Tajali daripada tuhannya.
Jiwa mereka kadang-kadang tenang dan adakalanya pikirannya gelisah, singkatnya sifat-sifat Mazmumah masih melanda jiwa mereka, zikir mereka di peringkat ini mulai melekat di hati tetapi tidak 100%  telah tetap di hati mereka.
Larangan berupa isyarat tetap berkembang dan lebih membesar dan pada peringkat ini mereka dapat merasakan perasaan “ zuk “, seseorang di peringkat ini akan menerima satu lagi cara penyampaian ilmu gaib melalui Laduni di  pe ringkat SIR, di mana dia dapat mendengar suatu suara gaib yang mengajar dirinya tentang ilmu gaib melalui telinga batin.
Biasanya suara gaib itu adalah suara guru gaib yang terdiri dari pada wali-wali Allah yang agung yang mengajar seseorang itu dengan terang dan jelas.
4. NAFSU MUTMAINNAH
Setelah mencapai suatu martabat Nafsu Mulhamah dan selalu mengikuti petuah-petuah gurunya serta dapat pula menerima “ zuk dan Sir “ di samping hilang pula segala sifat Mazmumah pada dirinya maka seseorang itu akan mendapatkan ketenangan, kelapangan jiwanya hilang perasaan resah dan gelisah di hatinya.
Hatinya saat ini mulai melekat rasa lamunan kasih terhadap Allah swt,
Firman Allah Surah Yunus ayat 62-64
Firman Allah Surah Al Fajr ayat 27-30
Zikir mereka di tingkatan ini  sudah melekat di hati dan ingatannya terus bersama Allah pada setiap saat, pada peringkat ini seseorang manusia dapat di sifatkan mencapai martabat wali, ( di namakan oleh para tasauf wali kecil ), di samping itu mulai dapat menerima ilmu gaib (Laduni) secara SIR USIR,
Pada peringkat nafsu Mutmainnah mereka dapat mendengar dan melihat dngan pendengaran dan penglihatan mata batin, mereka dapat melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana suka dukanya seseorang yang sudah meninggal dunia dan beada di alam Barzah serta di beri peluang juga menjelajahi ke alam lain ( alam gaib ).
Pada peringkat ini timbulah sifat-sifat super yang tidak di miliki oleh orang-orang awam seperti : Keramat, Mendapat Ilham dan sebagainya, bagi mereka di peringkat ini sering di lamun persaan dan fana akibat kuatnya gelora lamunan cinta terhadap Allah swt.
5. NAFSU RAADIAH
Setelah mencapai martabat Nafsu Mutmainnah dan gigih melatih dirinya untuk Makrifat kepada Allah swt maka seseorang itu akan di tingkatkan lagi ke martabat nafsu RADIAH.
Zikir mereka pada saat ini tetap berada di hatinya dan ucapan zikirnya pula di hatinya semata-mata, mereka tidak pernah lupa atau lalai kepada Allah swt.
Pada martabat ini jiwa mereka suci, hati mereka bersih hening dan setiap apa yang di lakukan olehnya seirama antara hati, mulut, perbuatan, semuanya mulai mendapat keredaan Allah swt.
Adapun fana mereka dinamakan fana Qalbi yaitu hati nuraninya terus dilambung perasaan cinta kepada Allah swt pada setiap saat di manapun berada.
Mereka pada peringkat ini sering di jemput oleh wali-wali Allah yang agung untuk menjelajahi kea lam-alam gaib yang jauh keluar dari pemikiran manusia, di samping mereka terus di ajar tentang ilmu gaib yang lebih tinggi dan teknologi ilmu Allah yang tinggi yang sudah tentu tidak bisa di tandingi dengan teknologi manusia.
Disamping itu mereka bisa terus berkomunikasi dengan para rasul, nabi-nabi, aulia dan para wali-wali Allah, mereka dapat membicarakan hal-hal yang behubungan dengan ilmu gaib dan tentang petuah-petuah makrifat dengan Allah swt.
Kontak mereka ditingkatan ini adalah dengan Nur, Sir dan Sirusir pada saat kontak dengan para rasul-rasul, nabi-nabi, aulia dan para wali-wali Allah mereka dapat menikmati satu kelezatan yang tidak bisa di jelaskan dengan kata-kata hanya bisa dirasakan sendiri oleh mereka yang sudah sampai tingkatan ini.
6. NAFSU MARDIAH
Bagi mereka yang sudah sampai martabat Nafsu Mardiah jiwa mereka sering Fana Bakabilla yaitu hatinya, kalbunya dan jasadnya sering sekali dilamun perasaan cinta yang amat sangat terhadap Allah swt.
Jiwanya tenang, lapang tidak gelisah, bahkan seluruh jiwa raganya tertumpu kepada Allah swt semata-mata, zikir mereka di level ini tetap bersemedi di dalam kalbu dan tidak pernah lalai dan lupa kepada Allah swt walaupun cuma sesaat.
Mereka sering menerima tamu-tamu agung yang terdiri daripada rasul, nabi-nabi, para arifin billah, para sidikin dan para wali-wali Allah disamping mereka juga dapat menerima ilmu gaib secara LADUNI di peringkat TAWASUL .
Mereka sering menjelajah seluruh alam maya dan alam gaib yang lain termasukSurga, Neraka, Arash dan kursi Allah swt.
Firman Allah surah Al Talak ayat 2
Dalam hal pemecahan wajah dirinya, mereka di tingkat ini sudah mendapat wajah di antara tujuh wajah ke delapan wajah bergantung kepada badan masing-masing.
7. NAFSU KAMALIAH
Adapun yang di maksud dengan Kamaliah adalah keadaan telah berkamil ( sempurna ), pada martabat ini apa saja kelakuan di antara diri batin dan jasad adalah sama dan tidak bercerai berai diantara satu dengan lainnya.
Di mana apapun yang mereka kerjakan di reringkat ini tetap di setujui dan di ridhai oleh Allah swt, maka secara sepontan keadaan ini di namakan …….,
Mereka ini kalau di katakana sakti teramat sakti, kalau keramat amat keramat, kalau alim teramat alim mereka mempunyai segala kelebihan yang tidak di miliki orang awam.
Siapa saja yang sampai ke tingkat ini mereka berpeluang menerima ilmu Syahadah yaitu Ilmu Allah yang paling tertinggi yang dapat di peroleh manusia alam maya ini, ilmu syahadah ini akan di ajarkan oleh Allah sendiri melalui guru yang di namakan guru batin.
Bagi mereka yang telah mencapai martabat nafsu Kamaliah mereka hendaklah berusaha pula mengembalikan dirinya kemartabat nafsu orang mukmin yaitu nafsu mutmainnah, mereka tidak harus tinggal lama di martabat nafsu Kamaliah, mereka harus menjadikan diri mereka ke orang awam, bergaul, berniaga, berpolitik dan menjadi khalifah  di alam maya tapi jiwa raganya tetap bersama Allah.
Fana baka Billah buat selamanya sehingga derajat dirinya susah di tafsir banyak orang, mereka disebut sebagai orang alim tidak alim, sifat manusia yang sempurna dan sederhana dimiliki oleh mereka di martabat ini dan mereka mulia di dunia dan akhirat
Akhirul kalam saya sampaikan kepada siapa saja yang membaca tulisan saya ini, tuntutlah ilmu tasauf sehingga tercapai martabat yang di gambarkan dalam uraian ini sehingga kita semua selamat di dunia dan akhirat.
Berbahagialah bagi engkau yang mencapai martabatnya.


SERBA 7
Tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, tujuh tingkat surga, tujuh tingkat neraka, tujuh alam, tujuh kali tawaf, tujuh martabat nafsu, tujuh pintu kematian, tujuh ayat dalam ummul quran, tujuh tajali  tuhan dan tujuh tajali manusia kembali, dengan tujuh cara untuk fana yaitu :
LA BASHIRUN
LA SAMIUN
LA MUTAKALLIMUN
LA KADIRUN
LA MURIDUN
LA ILMUN
LA HAYUN
BIL HAQI ILLALLAH





BACAAN YANG SALAH

BACA-AN YANG SALAH

BACAAN YANG SALAH
Tolong di cermati.....

MAKNA 17 RAKA’AT DALAM SOLAT


Makna17 raka’at dalam sholat

Alif Ha

Allah

Muhammad
Adam


Makna Huruf Jawa pada Kata “Hurip” dan “Gessang”

Sepanjang sejarah kesusasteraan Jawa, telah dikenal berbagai tulisan asli yang antara lain adala htulisan Jawa yang merupakan unsur penting dari kebudayaan Jawa itu sendiri.

Tersebut suatu legenda yang menceriterakan kisah Pangeran Ajisaka yang rupa-rupanya bermula sebagai sebuah ceritera untuk menerangkan artinya dari kalimat yang muncul dari susunan abjad Jawa yang terdiri dari dua puluh huruf dengan artinya sebagai berikut:

Ha na ca ra ka : ada dua orang utusan
Da ta sa wa la : saling bertengkar
Pa dha ja ya nya : sama-sama kuat
Ma ga ba tha nga : kedua-duanya mati.

Masyarakat umum menganggap bahwa Ajisaka yang menciptakan huruf Jawa. Sementara para ahli menyatakan bahwa tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk tulisan Sankerta Dewanagari dari India Selatan.

Dalam perkembangannya orang Jawa sudah banyak menggunakan huruf Latin dari pada huruf Jawa, namun di beberapa tempat masih ditemui tulisan yang menggunakan huruf Jawa. Bahkan oleh beberapa orang dinyatakan bahwa huruf Jawa memiliki falsafah atau makna bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh:

Huruf ha diberi makna hidup: na berarti ada. Jadi ha na berarti adanya hidup, ca ra ka diartikan sebagai cipta rasa karsa: caraka berarti juga utusan atau duta.

Dengan demikian makna hana caraka adalah adanya hidup diciptakan oleh Tuhan yang diutus untuk memelihara alam lingkungan dengan berpedoman pada tuntunan-Nya sehingga manusia tidak banyak berbuat salah.

Huruf da berati Dhat: ta berarti tan (tanpa) sa wa la berarti salah. Jadi Da ta sawala berarti petunjuk yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah salah.

Huruf pa dha ja ya nya mengandung makna penggambaran diri manusia yang mana hati nuraninya tergoda oleh nafsu, maka sering timbul pertentangan di dalam dirinya. Oleh karena itu manusia diajarkan untul selalu memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa berada dalam kebenaran.

Huruf ma ga ba tha nga; ma dan ga berarti sukama dan angga yang hidup dan berbudaya untuk mewujudkan tindak yang baik. Akhirnya ma, ga akan menjadi ba tha nga, yaitu mati apabila tugas sebagai caraka (utusan) telah selesai atau telah dikehendaki oleh Tuhan kembali (meninggal dunia). Demikian antara lain pengungkapan makna huruf Jawa ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Dalam kehidupan berbudaya ada beberapa orang yang dalam menghayati makna hidup dan kehidupannya menggunakan huruf Jawa sebagai alat untuk dapat memahami makna hidup tersebut. Seseorang sadar sepenuhnya bahwa di dalam dirinya diberi hidup sehingga dia berusaha memahami apa makna hidup itu. Berikut akan diungkap makna hidup dengan menggunakan uraian dari kata yang berhuruf Jawa.

Penjelasannya sebagai berikut: Yang disebut hidup itu terdiri dari dua jenis, yaitu yang disebut hurip dan gesang. Kata “urip” dalam huruf Jawa terdiri dari ha; berasal dari sebutan ma ha (maha) suku (u) mengandung makna tenaga, ra: berasal dari sebutan ha ra (getaran) wulu (i) mengandung maksud bahwa huruf yang di dulu adalah positif pa: mengandung maksud meliputi apa saja karena berasal dari sebutan apa-apa (apa) pangku (tanda huruf mati) mengandung maksud kebahagiaan hu: berasal dari sebutan satuhu 9suatu sifat nyata) rip: berasal dari sesebutan mirip (serupa). Kata “hurip” sebelum diberikan sandangan akan tertulis ha ra pa yang artinya hadap dan kehendak (nafsu).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut “hurip” (hidup) adalah Maha Tenaga yang bergetar, yang memiliki kebahagiaan seperti mulia dan kebiasaan yang bermacam-macam serta mempunyai kehendak. Adapun sifat hidup adalah getaran-getaran yang memenuhi dan meliputi alam semesta yang kesemuanya berujud mirip antara yang satu dengan lain. Getaran itu disebut “hara”. Sebutan nama tersebut berasal dari adanya pengetahuan suatu gerak yang sangat cepat dan hanya bisa ditirukan oleh gerakan lidah, sehingga akan keluar bunyi dari mulut: “rrrraaaaa”. Karena hal tersebut bersifat maha, maka sebutan maha dan ra dijadikan satu sebutan “mahara” yang disingkat “hara”. Hara memiliki kebiasaan, maka sebutan “hara” dan “bisa” disatukan menjadi “harabisa”, yang kemudian disingkat “rasa”, karena sebutan “rasa” berasal dari sebutan “hurip”, maka rasa adalah hurip yang memiliki hadap kehendak kebiasaan kebahagiaan yang semuanya bersifat nyata serupa/mirip.

Berikut makna hidup dari apa yang disebut dengan gessang. Kata “gessang” dalam huruf Jawa terdiri dari: ga: berasal dari sebuta ra ga (raga/sifat berwujud) pepet (e) mengandung maksud perasaan/rasa kulit. Sa: berasal dari sebutan ra sa (rasa) pangku (tanda huruf mati): mengandung maksud sanga (sembilan) sa: berasal dari sebutan ra sa (rasa) setcak (tanda bunyi sengau) mengandung maksud sanga (sembilan). Ges: berasal dari sebutan teges (arti). Sang: berasal dari sebutan tumangsang (terkait) kata “gesang” sebelum mendapatkan sandangan tertulis ga sa sa nga, yang berasal dari sebutan gagasa (gagasan(, sanga (sembilan) maksudnya gagasa atau pikir itu terkait oleh sembilan rasa. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa yang disebut “gessang” adalah hidup yang memiliki raga, mengandung sembilan rasa positif dan rasa kulit yang mengikat pikir.

Sembilan rasa tersebut:
2 rasa pengelihatan kanan dan kiri
2 rasa pendengaran kanan dan kiri
2 rasa pembauan kanan dan kiri
1 rasa lidah
1 rasa dubur dan 1 rasa kelamin.

Sembilan rasa tersebut masing-masing mengikat gagasan/pikir. Hidup yang berwujud demikian berada di atas permukaan bumi dan harus mempunyai arti atau berguna.

Hidup yang disebut dengan “gessang” ini berasal dari “hurip” yang masing-masing memiliki tenaga hadap dan kehendak. Demikian makna hidup yang dijelaskan melalui kata “hurip” dan “gessang”.

Sebutan “hidup” erat sekali hubungannya dengan sebutan yang Maha Hidup. Untuk memberikan pengertian Yang Maha Hidup, dijelaskan dengan menggunakan kata “halah” dalam huruf Jawa sebagai berikut:
Ha: berasal dari sebutan ma-ha (maha). Suara Ha adalah suara bernafas yang menunukkan hidup. Maka ha mengandung maksud “Yang Maha Hidup”.
Ia: berasal dari sebutan hala (kasar).
Wignyan (huruf mati): mengandung maksud sebagian dari Yang Maha.
Lah: berasal dari sebutan oleh dan polah (memasak dan bergerak).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut “Halah” (Alah) adalah Yang Maha Hidup, yaitu yang memasak atau mengadakan segala sesuatu mulai dari tidak ada menjadi ada, dari sifat yang terhalus menjadi sifat yang terkasar yang semuanya itu digerakkan atau dihidupi. Adapun dijadikannya sifat-sifat kasar atau berwujud itu hanya sebagian dari sifat ke-MahaanNya.

Demikian makna dari kata berhuruf Jawa “hurip” dan “gessang” yang mengandung arti hidup, yang ternyata di dalamnya terkandung makna yang dalam dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Dari uraian tersebut dapat diketahui betapa tingginya pengetahuan yang telah dicapai oleh leluhur bangsa kita dengan membuat suatu bahasa dan tulisan yang bermakna luhur. Hal demikian dapat menambah pengetahuan dan khasanah budaya bangsa kita.





SHOLAHUDDAIM

........................................................

No comments: