Solat Subuh
Niat yang paling awal, “Niyatingsun
shalat, roh Kudus kang shalat, iya iku rohing Allah. Allah iku lungguh
ana ing paningal, shalat iku sajrone shalat ana gusti, sajroning gusti
ana sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip,
sajro-ning urip ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep
weruh ing awakku.”
(Aku berniat shalat, Roh Kudus yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Allah. Allah yang menempati penglihatan,
shalat yang di dalam shalat itu ada gusti, di dalam gusti ada sukma, di
dalam sukma ada nyawa, di dalam nyawa terdapat kehidupan, di dalam
kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala,
Allahu akbar tetap mantap mengerti akan diriku sendiri).
Malaikatnya adalah Haruman (malaikat Rumman), memujinya dengan “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, sirku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep madhep langgeng weruh ing sirku.”
(Aku berniat shalat, sir [rahasia]-ku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap menghadap dengan abadi mengerti akan sir [rahasia]-ku).
Malaikatnya Haruman, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “ya Rajamu, ya Rajaku.” (Arab; Ya maliku al-Mulku). Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah,
sir jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh
puncak dari segala puncak adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah,
cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena
Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.” (Sungguh sudah kena Tuhanku,
sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes
kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh sudah kena
Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.
Solat Zohor
Niat yang paling awal, “Niyatingsun
shalat, roh idlafi kang shalat, iya iku rohing Pangeran. Pangeran iku
lungguhe ana ing kaketek, shalat iku sajroning sukma, sajroning sukma
ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu
ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Pangeranku.”
(Aku berniat shalat, Roh Idlafi yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Tuhan. Tuhan yang menempati ketiak,
shalat yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat
sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, di dalam nyawa adanya
kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh, kewajiban
dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan Tuhanku).
Malaikatnya adalah Jabarail (malaikat Jibril), memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, kang shalat osikku, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep madhep langgeng weruh ing osikku.”
(Aku berniat shalat, yang shalat bisikan dan gerak hatiku, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan bisikan nuraniku).
Malaikatnya Jabarail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah,
sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,”
(Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah, rahasia tempat berdiam
Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”,
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.
Solat Ashar
Niat yang paling awal, “Niyatingsun
shalat, roh Abadi kang shalat, iya iku rohing Rasul. Rasul iku lungguhe
ana ing poking ilat, shalat iku sajroning sukma, sajroning sukma ana
nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu
ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Rasulku.”
(Aku berniat shalat, roh keabadian yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Utusan. Utusan Tuhan yang menempati ujung lidah,
shalat yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat
sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, di dalam nyawa adanya
kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh, kewajiban
dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan Utusanku).
Malaikatnya adalah Mikail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat,
angen-angenku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep
madhep langgeng weruh ing angen-angenku.”
(Aku berniat shalat, angan-anganku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan angan-anganku).
Malaikatnya Mikail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah,
sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,”
(Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah, rahasia tempat berdiam
Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena
Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.” (Sungguh sudah kena Tuhanku,
sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes
kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh sudah kena
Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.
Solat Maghrib
Niat yang paling awal, “Niyatingsun
shalat, rokhani kang shalat, iya iku rohing Muhammad. Muhammad iku
lungguhe ana ing talingan, shalat iku sajroning sukma, sajroning sukma
ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu
ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Muhammadku.”
(Aku berniat shalat, rohani yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Muhammad. Muhammad yang menempati ujung telinga,
shalat yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat
sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, di dalam nyawa adanya
kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh, kewajiban
dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan Muhammadku).
Malaikatnya adalah Israfil, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, tekadku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep madhep langgeng weruh ing tekadku.”
(Aku berniat shalat, tekadku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan tekadku).
Malaikatnya Israfil, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah,
sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,”
(Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah, rahasia tempat berdiam
Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes
kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh sudah kena
Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.
Solat ‘Isya’
Niat yang paling awal, “Niyatingsun
shalat, roh Robbi kang shalat, iya iku rohing urip. urip iku lungguhe
ana ing napas, shalat iku sajroning sukma, sajroning sukma ana nyawa,
sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu ta’ala
Allahu akbar, tetep mantep weruh ing uripku.”
(Aku berniat shalat, roh Pembimbing yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya kehidupan. Utusan Tuhan yang menempati napas,
shalat yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat
sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, di dalam nyawa adanya
kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh, kewajiban
dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan
kehidupanku).
Malaikatnya adalah Izrail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, karepku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep madhep langgeng weruh ing karepku.”
(Aku berniat shalat, keinginanku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan keinginanku).
Malaikatnya Izrail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah,
sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,”
(Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah, rahasia tempat berdiam
Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes
kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh sudah kena
Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.
Solat Sunat (Bulan Purnana)
“Inilah shalat satu raka’at salam, yang dilaksanakan setiap tanggal (bulan purnama), dengan waktu tengah malam tepat :
a. Inilah niatnya, “Ushalli urip dzatullah Allahu akbar” (Aku berniat melaksanakan shalat kehidupan dzatullah, Allahu akbar).
b. Membaca surat al-Fatihah, kemudian membaca ayat dengan menyebut, “aku pan Sukma” (Aku sang pemilik Sukma).
c. Melakukan ruku’ dengan menyebut, “langgeng urip dzatullah” (Kehidupan abadi dzatullah).
d. Sujud dengan mengucapkan, “ibu bumi dzatullah”.
e. Duduk di antara dua sujud dengan doa, “langgeng urip dzatullah tan kena pati” (kehidupan abadi dzatullah yang tidak terkena kematian).
f. Sujud lagi dengan bacaan, “Ibu bumi dzatullah”.
g. Tahiyat dengan membaca, “Urip dzatullah”.
h. Membaca syahadat dengan bacaan, “Ashadu uripingsun lan sukma” (Ashadu kehidupanku dan Sukma).
I. Salam dengan bacaan, “Ingsun kang agung, ingsun kang memelihara kehidupan yang tidak terkena kema-tian.
j. Membaca doa, “Allahumma papan tulis
hadhdhari langgeng urip tan kena pati” (Allahumma papan tulis segala
sesuatu yang abadi hidup yang tak pernah terkena mati).
k. Kemudian berdoa dalam hati, “Ingsun
kang agung ingsun kang wisesa suci dhiriningsun” (ingsun yang Agung,
ingsun yang memelihara, suci diriku sendiri [ingsun]).
Dalam Islam dikenal shalat satu
raka’at, namun itu hanya sebagian dari shalat witir (shalat penutup
akhir malam dengan raka’at yang ganjil).
Shalat satu raka’at salam dalam ajaran
Syekh Siti Jenar bukanlah shalat witir, namun shalat ngatunggal, atau
shalat yang dilaksanakan dalam rangka mencapai kemanunggalan diri
dengan Gusti.
Bacaan-bacaan shalat ngatunggal tidak
semuanya memakai bahasa Arab, hanya lafazh takbir dan al-Fatihah serta
ayat-ayat yang dibaca satu madzhab fiqih Islam sekalipun (yakni madzhab
Imam Hanafi, dan di Indonesia terutama madzhab Hasbullah Bakri), bacaan
dalam shalat selain takbir dan al-Fatihah boleh diucapkan dengan bahasa
‘ajam (selain bahasa Arab).
Solat Lima Kali Sehari
“Shalat lima kali sehari, puji dan
dzikir itu adalah kebijaksanaan dalam hati menurut kehendak pribadi.
Benar atau salah pribadi sendiri yang akan menerima, dengan segala
keberanian yang dimiliki.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya,
Pupuh III Dandanggula, 33).
Syekh Siti Jenar menuturkan bahwa
sebenarnya shalat sehari-hari itu hanyalah bentuk tata krama dan bukan
merupakan shalat yang sesungguhnya, yakni shalat sebagai wahana
memasrahkan diri secara total kepada Allah dalam kemanunggalan. Oleh
karenanya dalam tingkatan aplikatif, pelaksanaannya hanya merupakan
kehendak masing-masing pribadi.
Demikian pula, masalah salah dan
benarnya pelaksanaan shalat yang lima waktu dan ibadah sejenisnya,
bukanlah esensi dari agama. Sehingga merupakan hal yang tidak begitu
penting untuk menjadi perhatian manusia. Namanya juga sebatas krama,
yang tentu saja masing-masing orang memiliki sudut pandang
sendiri-sendiri.
“Pada waktu saya shalat, budi saya
mencuri, pada waktu saya dzikir, budi saya melepaskan hati, menaruh
hati kepada seseorang, kadang-kadang menginginkan keduniaan yang
banyak. Lain dengan Zat Allah yang bersama diriku. Nah, saya inilah
Yang Maha Suci, Zat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan
tidak dapat dibayangkan.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya,
Pupuh III Dandanggula, 37).
Pada kritik yang dikemukakan Syekh Siti
Jenar terhadap Islam formal Walisanga tersebut, namun jelas penolakan
Syekh Siti Jenar atas model dan materi dakwah Walisanga. Pernyataan
tersebut sebenarnya berhubungan erat dengan pernyataan-pernyataan pada
point 37 diatas, dan juga pernyataan mengenai kebohongan syari’at yang
tanpa spiritualitas di bawah.
Menurut Syekh Siti Jenar, umumnya orang
yang melaksanakan shalat, sebenarnya akal-budinya mencuri, yakni
mencuri esensi shalat yaitu keheningan dan kejernihan busi, yang
melahirkan akhlaq al-karimah. Sifat khusyu’nya shalat sebenarnya adalah
letak aplikasi pesan shalat dalam kehidupan keseharian.
Sehingga dalam al-Qur’an, orang yang
melaksanakan shalat namun tetap memiliki sifat riya’ dan enggan
mewujudkan pesan kemanusiaan disebut mengalami celaka dan mendapatkan
siksa neraka Wail. Sebab ia melupakan makna dan tujuan shalat (QS.
Al-Ma’un/107;4-7). Sedang dalam Qs.Al-Mukminun/23; 1-11 disebutkan
bahwa orang yang mendapatkan keuntungan adalah orang yang shalatnya
khusyu’. Dan shalat yang khusyu’ itu adalah shalat yang disertai oleh
akhlak berikut : (1) menghindarkan diri dari hal-hal yang sia-sia dan
tidak berguna, juga tidak menyia-siakan waktu serta tempat dan setiap
kesempatan; (2) menunaikan zakat dan sejenisnya; (3) menjaga kehormatan
diri dari tindakan nista; (4) menepati janji dan amanat serta sumpah;
(5) menjaga makna dan esensi shalat dalam kehidupannya. Mereka itulah
yang disebutkan akan mewarisi tempat tinggal abadi; kemanunggalan.
Namun dalam aplikasi keseharian, apa
yang terjadi? Orang muslim yang melaksanakan shalat dipaksa untuk
berdiam, konsentrasi ketika melaksanakan shalat. Padahal pesan
esensialnya adalah, agar pikiran yang liar diperlihara dan digembalakan
agar tidak liar. Sebab pikiran yang liar pasti menggagalkan pesan
khusyu’ tersebut. Khusyu’ itu adalah buah dari shalat. Sedangkan shalat
hakikatnya adalah eksperimen manunggal dengan Gusti. Manunggal itu
adalah al-Islam, penyerahan diri . Sehingga doktrin manunggal bukanlah masalah paham qadariyah atau jabariyah, fana’ atau ittihad.
Namun itu adalah inti kehidupan.
Khusyu’ bukanlah latihan konsentrasi, bukan pula meditasi. Konsentrasi
dan meditasi hanya salah satu alat latihan menggembalaan pikiran. Wajar
jika Syekh Siti Jenar menyebut ajaran para wali sebagai ajaran yang
telah dipalsukan dan menyebut shalat yang diajarkan para Wali adalah
model shalatnya para pencuri.
Syekh Siti Jenar – Al Fatihah
Menurut Syekh Siti Jenar, bahwa
al-Fatihah adalah termasuk salah satu kunci sahnya orang yang menjalani
laku manunggal (ngibadah). Maka seseorang wajib mengetahui makna mistik
surat al-Fatihah. Sebab menurut Syekh Siti Jenar, lafal al-Fatihah
disebut lafal yang paling tua dari seluruh sabda-Sukma. Inilah tafsir
mistik al-Fatihah Syekh Siti Jenar. .
Bis………………………… kedudukannya…………. ubun-ubun.
Millah………………………kedudukannya….. ………rasa.
Al-Rahman-al-Rahim…….kedudukannya……………penglihatan (lahir batin).
Al-hamdu…………………kedudukannya………… …hidupmu (manusia).
Lillahi………………………kedudukannya…. ……….cahaya.
Rabbil-‘alamin…………….kedudukannya…………..nyawa dan napas.
Al-Rahman al-Rahim…….kedudukannya……………leher dan jakun/halkum
Maliki……………………..kedudukannya…… ………dada.
Yaumiddin………………..kedudukannya……… ……jantung (hati).
Iyyaka……………………kedudukannya…….. …….hidung.
Na’budu…………………..kedudukannya…….. …….perut.
Waiyyaka nasta’in………kedudukannya…………….dua bahu.
Ihdinash………………….kedudukannya…….. ……..sentil (pita suara).
Shiratal…………………..kedudukannya……. ………lidah.
Mustaqim…………………kedudukannya……… ……tulang punggung (ula-ula).
Shiratalladzina…………..kedudukannya……… …….dua ketiak.
An’amta…………………..kedudukannya…….. ……..budi manusia.
‘alaihim……………………kedudukannya…… ………tiangnya (pancering) hati.
Ghairil…………………….kedudukannya…… ……….bungkusnya nurani.
Maghdlubi………………..kedudukannya……… …….rempela/empedu.
‘alaihim……………………kedudukannya…… ……….dua betis.
Waladhdhallin……………kedudukannya………. ……mulut dan perut (panedha).
Amin………………………kedudukannya……. ………penerima.
Tafsir mistik Syekh Siti Jenar tetap
mengacu kepada Manunggaling Kawula-Gusti, sehingga baik badan wadag
manusia sampai kedalaman rohaninya dilambangkan sebagai tempat
masing-masing dari lafal surat al-Fatihah. Tentu saja pemahaman itu
disertai dengan penghayatan fungsi tubuh seharusnya masing-masing,
dikaitkan dengan makna surahi dalam masing-masing lafadz, maka akan
ditemukan kebenaran tafsir tersebut, apalagi kalau sudah disertai
dengan pengalaman rohani/spiritual yang sering dialami.
Konteks pemahaman yang diajukan Syekh
Siti Jenar adalah, bahwa al-Qur’an merupakan “kalam” yang berarti
pembicaraan. Jadi sifatnya adalah hidup dan aktif. Maka taksir mistik
Syekh Siti Jenar bukan semata harfiyah, namun di samping tafsir
kalimat, Syekh Siti Jenar menghadirkan tafsir mistik yang bercorak
menggali makna di balik simbol yang ada (dalam hal ini huruf, kalimat
dan makna historis)