Tata Cara Mandi Wajib
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman. Tulisan …
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Tulisan kali ini adalah kelanjutan dari tulisan sebelumnya
mengenai lima hal yang menyebabkan mandi wajib. Saat ini kami akan memaparkan
serial kedua dari tiga serial secara keseluruhan tentang tata cara mandi wajib (al ghuslu). Semoga pembahasan kali ini
bermanfaat.
Niat, Syarat Sahnya Mandi
Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk
membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam hal mandi
tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam
hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung
pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Rukun Mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu
mengenai rambut dan kulit.
Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya
adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang
menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى
جَسَدِهِ كُلِّهِ
“Kemudian beliau mengguyur air pada
seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam hadits
ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.”[1]
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan
tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ
كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ
جَسَدِى
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga
kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada
semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai
syarat Bukhari Muslim)
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan
air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ
قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ
ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ ».
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku
seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka
kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah
suci.” (HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap
sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu).
Jadi seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan
air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.
Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh),
memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan
menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang
disunnahkan menurut mayoritas ulama.[2]
Tata Cara Mandi yang Sempurna
Berikut kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan.
Apabila hal ini dilakukan, maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna. Yang
menjadi dalil dari bahasan ini adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan
hadits dari Maimunah.
Hadits pertama:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ
النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ
إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ
كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ،
فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ
بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
Dari ‘Aisyah,
isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi
junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian
beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan
jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian
menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya
sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR.
Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Hadits kedua:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَتْ مَيْمُونَةُ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَاءً
يَغْتَسِلُ بِهِ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ، فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ
مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ،
فَغَسَلَ مَذَاكِيرَهُ ، ثُمَّ دَلَكَ يَدَهُ بِالأَرْضِ ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ
، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ، ثُمَّ
أَفْرَغَ عَلَى جَسَدِهِ ، ثُمَّ تَنَحَّى مِنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan,
“Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya
dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan
kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau
mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah.
Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau
membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali
dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula
lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no.
265 dan Muslim no. 317)
Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang
disunnahkan sebagai berikut.
Pertama: Mencuci tangan terlebih
dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau
sebelum mandi.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan,
“Boleh jadi tujuan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk
membersihkan tangan dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya adalah kerana
mandi tersebut dilakukan setelah bangun tidur.”[3]
Kedua: Membersihkan kemaluan dan
kotoran yang ada dengan tangan kiri.
Ketiga: Mencuci tangan setelah
membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan
sabun.
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Disunnahkan bagi orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air,
ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun,
atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk
menghilangkan kotoran yang ada.”[4]
Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang
sempurna seperti ketika hendak shalat.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,
“Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib.
Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan
berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”[5]
Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?
Jika kita melihat dari hadits Maimunah di atas, dicontohkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau membasuh anggota wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu mengguyur
air ke seluruh tubuh, sedangkan kaki dicuci terakhir. Namun hadits ‘Aisyah
menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu
secara sempurna (sampai mencuci kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke
seluruh tubuh.
Dari dua hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih pendapat
kapankah kaki itu dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua cara yang disebut
dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu kita bisa
saja mandi dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu kita
mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah.
Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur, memasukkan
air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci kepala, lalu
mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.
Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan,
“Tata cara mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah)
itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”[6]
Kelima: Mengguyur air pada kepala
sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut.
Keenam: Memulai mencuci kepala
bagian kanan, lalu kepala bagian kiri.
Ketujuh: Menyela-nyela rambut.
Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha disebutkan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ ، وَتَوَضَّأَ
وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اغْتَسَلَ ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ ،
حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu
untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke
rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya,
beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan
lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)
Juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كُنَّا إِذَا أَصَابَتْ
إِحْدَانَا جَنَابَةٌ ، أَخَذَتْ بِيَدَيْهَا ثَلاَثًا فَوْقَ رَأْسِهَا ، ثُمَّ
تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَا الأَيْمَنِ ، وَبِيَدِهَا الأُخْرَى عَلَى
شِقِّهَا الأَيْسَرِ
“Jika salah seorang dari kami mengalami
junub, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas
kepala, lalu mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh
sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan
menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277)
Kedelapan: Mengguyur air pada seluruh
badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.
Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله
عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ
وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci
dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (HR. Bukhari no.
168 dan Muslim no. 268)
Mengguyur air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja
sebagaimana zhohir (tekstual) hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah
salah satu pendapat dari madzhab Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.[7]
Bagaimanakah Tata Cara Mandi pada Wanita?
Tata cara mandi junub pada
wanita sama dengan tata cara mandi yang diterangkan di atas sebagaimana telah
diterangkan dalam hadits Ummu Salamah, “Saya berkata,
wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku
harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah
suci.” (HR. Muslim no. 330)
Untuk mandi kerana haidh dan nifas, tata caranya sama dengan mandi
junub namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Menggunakan sabun dan
pembersih lainnya beserta air.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha,
أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ فَقَالَ « تَأْخُذُ
إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ
تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ
رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً
فَتَطَهَّرُ بِهَا ». فَقَالَتْ أَسْمَاءُ وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا فَقَالَ «
سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِينَ بِهَا ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ كَأَنَّهَا تُخْفِى
ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ. وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ
فَقَالَ « تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ – أَوْ تُبْلِغُ
الطُّهُورَ – ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ
رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ »
“Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang
dari kalian hendaklah mengambil air
dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya.
Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu
menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian
hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil
kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia
dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu
dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu
sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka
beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan
sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu
siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya,
kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari no. 314 dan Muslim
no. 332)
Kedua: Melepas kepangan sehingga
air sampai ke pangkal rambut.
Dalil hal ini adalah hadits yang telah lewat,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا
فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا
“Kemudian hendaklah kamu menyiramkan air pada
kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut
kepalanya.” Dalil ini menunjukkan tidak cukup dengan hanya
mengalirkan air seperti halnya mandi junub. Sedangkan mengenai mandi junub
disebutkan,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى
رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ
عَلَيْهَا الْمَاءَ
“Kemudian kamu siramkan air pada kepala,
lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mengguyurkan air
padanya.”
Dalam mandi junub tidak disebutkan “menggosok-gosok
dengan keras”. Hal ini menunjukkan bedanya mandi junub dan mandi kerana
haidh/nifas.
Ketiga: Ketika mandi sesuai masa
haidh, seorang wanita disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk
mengusap tempat keluarnya darah guna menghilangkan sisa-sisanya. Selain itu,
disunnahkan mengusap bekas darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk
atau parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak
enak kerana bekas darah haidh.
Perlukah Berwudhu Seusai Mandi?
Cukup kami bawakan dua riwayat tentang hal ini,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah selesai mandi.”
(HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad 6/68. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar,
سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ
بَعْدَ الْغُسْلِ؟ فَقَالَ:وَأَيُّ وُضُوءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ؟
Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab,
“Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?”
(HR. Ibnu Abi Syaibah secara marfu’ dan mauquf[8])
Abu Bakr Ibnul ‘Arobi berkata, “Para ulama
tidak berselisih pendapat bahwa wudhu telah masuk dalam mandi.”
Ibnu Baththol juga telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) dalam masalah
ini.[9]
Penjelasan ini adalah sebagai alasan yang kuat bahwa jika
seseorang sudah berniat untuk mandi wajib, lalu ia mengguyur seluruh badannya
dengan air, maka setelah mandi ia tidak perlu berwudhu lagi, apalagi jika
sebelum mandi ia sudah berwudhu.
Apakah Boleh Mengeringkan Badan dengan Handuk
Setelah Mandi?
Di dalam hadits Maimunah disebutkan mengenai tata cara mandi, lalu
diakhir hadits disebutkan,
فَنَاوَلْتُهُ ثَوْبًا فَلَمْ
يَأْخُذْهُ ، فَانْطَلَقَ وَهْوَ يَنْفُضُ يَدَيْهِ
“Lalu aku sodorkan kain (sebagai
pengering) tetapi beliau tidak mengambilnya, lalu beliau pergi dengan
mengeringkan air dari badannya dengan tangannya” (HR. Bukhari no.
276). Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama memakruhkan mengeringkan badan
setelah mandi. Namun yang tepat, hadits tersebut bukanlahpendukung pendapat tersebut
dengan beberapa alasan:
- Perbuatan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
itu masih mengandung beberapa kemungkinan. Boleh jadi beliau tidak
mengambil kain (handuk) tersebut kerana alasan lainnya yang bukan maksud
untuk memakruhkan mengeringkan badan ketika itu. Boleh jadi kain tersebut
mungkin sobek atau beliau buru-buru saja kerana ada urusan lainnya.
- Hadits
ini malah menunjukkan bahwa kebiasaan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah mengeringkan badan sehabis
mandi. Seandainya bukan kebiasaan beliau, maka tentu saja beliau tidak
dibawakan handuk ketika itu.
- Mengeringkan
air dengan tangan menunjukkan bahwa mengeringkan air dengan kain bukanlah
makruh kerana keduanya sama-sama mengeringkan.
Kesimpulannya, mengeringkan air dengan
kain (handuk) tidaklah mengapa.[10]
Demikian pembahasan kami seputar mandi wajib (al ghuslu). Tata cara di atas juga berlaku untuk
mandi yang sunnah yang akan kami jelaskan pada tulisan selanjutnya (serial
ketiga atau terakhir).
Semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat.