22 April 2012

A4. DARI PENERBIT


Agama Harus Ilmiah

Agama harus ilmiah, sebab kalau tidak dia bisa menjadi tirani (Bagus Riyono)

Sepanjang sejarah peradaban umat manusia, orang yang berilmu senantiasa menduduki posisi terhormat di tengah masyarakat. Dengan kelebihan yang mereka miliki itulah peradaban manusia bisa bergerak dari satu kondisi tertentu ke kondisi lain yang lebih baik. Sebab, berkat renungan­renungan dan tangan dingin mereka, maka berbagai rahasia alam bisa terkuak sehingga semakin mempermudah kehidupan masyarakat luas. Bahkan dengan ilmu yang mereka miliki itu dia bisa menggenggam kekuasaan di tangannya. Pahng tidak, Quran memberi contoh akan hal ini pada diri Sulaiman dan Thalut.

Namun demikian, ilmu yang terus dikembangkan para ilmuwan ini bisa menjadi malapetaka yang mengerikan bagi kehidupan dan peradaban umat manusia bila tidak ditancapkan di atas nilai-nilai moral dan agama yang benar pula. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bila berada di genggaman orang yang tidak bermoral justru digunakan untuk mencelakai dan menindas pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Mereka mengabaikan keberadaan Allah sebagai penguasa tunggal alam semesta ini, bahkan tidak sedikit yang justru mengaku dan mengangkat dirinya sebagai Tuhan sang penguasa segala kehidupan. Akibatnya, kebenaran dan tata nilai kehidugan umat manusia didasarkan pada kemauan mereka semata yang menuruti hawa nafsu yang merusak fitrah kehidunan umat manusia.

Maka dari itu, agama sebagai sumber tata nilai Irehidupan umat manusia harus bisa seiring dan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, lebih dari itu semua, agama sebagai sumber inspirasi dan memberi dasar-dasar dan petunjuk serta mempermudah bagi ilmuwan untuk merenung dan melakukan penelitian dan penemuan ilmiah. Maka dari itu, agama yang datang dari Alllah pasti sama ilmiahnya dengan alam semesta ini yang sama-sama. diciptakan Allah. Sehingga ajaran agama yang disampaikan para nabi dan rasul lewat wahyu pasti juga ilmiah. Dalam artian seluruh ajaran agama; baik yang membahas hal­hal yang indrawi maupun yang ghaib pasti ilmiah. IImiah di sini adalah logis dan masuk di akal sehat, tidak harus rasional. Maka dari itu ada sebuah ungkapan yang menyatakan: Agama itu akal, tidak beragama bagi orang yang tidak berakal.

Berdasarkan fenomena itulah, maka Allah memberi kedudukan yang khusus di hadapan-Nya pada orang yang beriman dan berilmu. Dua fakor ini, yaitu iman dan ilmu, merupakan variabel yang sangat mendasar dan vital bagi tegaknya nilai-nilai kebenaran absolut di muka bumi yang dibawa para rasul pada setiap kurun waktu dan tempat. Maka dari itu, Allah menyatakan bahwa orang beriman dan berilmu ditinggikan derajatnya.

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (QS al-Mujadilah : 11).

Mengapa demikian? Sebab, ilmuwan yang mampu menguak berbagai rahasia alam semesta akan dengan mudah mengagumi betapa kompleks dan teraturnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Selain itu, para ilmuwan juga menyadari betapa luasnya alam semesta ini dan kecilnya manusia. Dengan demikian, ilmuwan yang bisa dan mau merenung akhirnya akan sampai pada satu kesimpulan betapa maha besarnya yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya, baik yang sudah terkuak maupun yang belum. Akibatnya, tatkala wahyu yang tertulis dalam kitab suci menyatakan bahwa semua ini yang menciptakan dan menguasai adalah Allah, Tuhan semesta alam, maka akan dengan serta merta mengakui dan rela tunduk patuh terhadap segala aturan Allah yang tertera dalam kitab suci dan segala aturan lainnya. Sebagaimana firman Allah:

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang yang berilmu (ulama) " (QS al-Fathir : 28).

Namun demikian, Allah juga sudah memberi isyarat bahwa ilmuwan pun banyak yang mengingkari kebenaran yang benar-benar sudah nyata yang ada di depannya. Allah memberi julukan kepada ilmuwan yang demikian ini lantaran mereka tidak mau menggunakan akal sehatnya dan hanya menuruti hawa nafsunya. Allah menegaskan hal demikian ini pada beberapa ayat Quran, antara lain:

"Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat meng­ambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal" (QS al-Baqarah : 269)

Katakanlah:

"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran"
(QS az-Zumar : 9).

"Hanyalah onang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran"
(QS ar Ra'd : 19).

Memang, fenomena demikian ini merupakan sesuatu yang ironis. Hal ini bisa terjadi karena mereka mengedepankan nafsunya sehingga muncul kesombongannya. Dalam artian mereka tidak membutuhkan pihak lain karena sudah merasa mampu berbuat banyak untuk menundukkan alam semesta ini. Keadaan demikian ini juga sudah diingatkan Allah dalam beberapa ayat, di antaranya:

"Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat (QS al-Hajj : 3).

"Di antara manusia ada orang orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya" (QS al-Hajj : 8).

"Tetapi orang-orang zalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan"
(QS ar-Ruum: 29).

"Maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian (yang ada) di antara mereka" (QS al-Jaatsiyah : 17).

Buku ini membuktikan bahwa al-Quran mampu memberi inspirasi dan petunjuk pelaksanaan serta tuntunan praktis bagi para ilmuwan untuk melakukan penelitian di berbagai bidang disiplin ilmu. Sehingga Islam sangat kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemudahan, kebahagiaan, dan kedamaian kehidupan umat manusia. Sehingga kasus Galileo dan Socrates yang rela mati di hadapan para rohaniawan yang sekaligus sebagai penguasa demi mempertahankan kebenaran ilmiah tidak terulang lagi. Peristiwa ini membuktikan bahwa agama harus ilmiah seiring sejalan dengan alam semesta ini agar tidak terjadi tirani agama.


Yogyakarta, Awal April 2003

Firdaus

A3. DARI PENULIS


Anugerah Tanda llmiah

AI-Quran dan Sunnah

Inilah kebenaran dan kebenaran itu terletak dalam pengetahuan seseorang dari kenyataan tentang dirinya. Berbekal dengan sebuah kenyataan dan mengambil keuntungan dari sesuatu hal yang istimewa, hal ini memberi peluang untuk mengetahui realitas tentang dunia di sekitarnya dan selanjutnya memperhatikan tempatnya dalam kehidupan ini. Jangkauan dari hubungan dan jaringan lapangan, serta kebenarannya, maka di situlah kewajiban itu.

Kebenaran, bagaimanapun harus memiliki contoh yang harus ditujukan kepada orang di sekelilingnya dan menjelaskan realitanya kepada mereka. Itu merupakan pesan dari pemberitahuan yang sangat penting untuk pelajaran dan pengajaran. Pesan Allah telah ditunjukkan untuk siapa saja yang Dia kehendaki dari di antara utusan-Nya yang terpilih, seperti utusan-Nya yang mulia dan utusan-utusan besar yang dekat dengan-Nya yang Dia telah memberi pendidikan.

Dari pengetahuannya sendiri, Dia mengirim, menurunkan wahyu yang menjadi petunjuk kebenaran dan wahyu itu telah diperkenalkan. Selanjutnya, sebagai isyarat dari kekuasaannya dan petunjuk dunia, di semua waktu dan tempat, utusan yang mulia dan utusan yang dekat ini dikirim untuk makhluknya dan utusan yang lain. Sebagaimana firman Allah:

"Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk." (QS ar-Ra'ad : 7)

Secara kenyataan, bahwa hal ini merupakan tugas yang menguntungl:an untuk mencari kebenaran kembali jauh pada zaman dahulu dan tetap pada sejarah dirinya. Sejak hal ini akan tetap pada hal-hal yang mendasar kehidupannya hingga Allah mewarisi bumi dan keseluruhannya, hal ini telah diperpanjang Allah untuk setiap orang yang beriman yang datang mengakuinya. Cendekiawan ditetapkan sebagai pengganti nabi sebagai perantara pesan dan petunjuk yang diperhatikan, cahaya dan keuntungan yang bagus yang berlaku untuk seluruh umat manusia.

Oleh karena itu, pesan terakhir yang dinamakan kitab suci al-Quran telah dturunkan untuk seluruh umat manusia untuk menyebarkan pengetahuan dan kebenaran tentang al-Quran. Akan tetapi, selama mengerjakan hal tersebut, hal ini menunjukkan penghargaan terhadap kemampuan intelek, meskipun dalam lingkup pengetahuan sebagai jajahan dari intelek. Hal ini juga memperjuangkan penyebab dari ilmu pengetahuan dan hasilnya, dengan sebuah pandangan dari motivasi seseorang untuk menggunakan semua usaha yang mungkin dalam pertimbangan dan tafsiran diberikan untuk semua versi oleh tradisi ramalan dan dikerjakan demikian, mengidentifikasi tanda dari dunia yang tampak dan yang tidak tampak serta jiwa di masa datang.

Allah menenteramkan orang dengan membuka pintu hatinya dan menunjukkannya jalan yang sesuai pada tempatnya. Penerangan-Nya itu bertambah jika dia jujur dalam maksudnya dan tekun dengan ketaatannya kepada Allah serta melakukan tugasnya dengan penuh semangat hanya untuk mengharap ridha-Nya. Tidak hanya itu, Dia juga menawarkan janji kepada mereka yang tidak dapat dipecahkan untuk pengaruh itu, kapan saja perjalanan memperoleh kekuatan untuk peneliti dan pemikir serta ketika mereka menghadapi betbagai halangan dan rintangan. Dia Yang Maha Kuasa akan mengirimkan utusan kepada mereka dan membantu membuka kenyataan dengan lebih mudah buat mereka. Hal ini, sebagaimanayang mereka ketahui melalui petunjuk-Nya, dan dengan kelembutan-Nya, membantu mereka mengidentifikasi kenyataan-kenyataan itu dengan mempertimbangkan penuh tekad bulat ketulusan dan usaha mereka karena Allah adalah semua yang berpengetahuan banyak tentang mereka.

Firman Allah SWT yang bagus sekali:

"Dan katakan­lah: Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan. " (QS an-Nahl : 93)

Oleh karena itu, tidak seorang pun yang memiliki alasan makhluk-makhluk-Nya tidak dapat menentang hukum Allah yang telah dibuat sedemikian rupa melalui kesadaran-Nya dan makhluk yang mau mendengarkan yang mengharapkan kebenaran, melawan makhluk Nya bagi siapa yang baik kurang memperhatikan atau herpura-pura perhatian tentang kebenaran. Sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka axab yang sangat keras " (QS asy-Syura : 16)

A2. KATA PENGANTAR 2

Edisi Kedua

Kami berterima kasih kepada Anda untuk perhatian terhadap publikasi ini. Kami berharap Anda akan mendapatkan isi buku ini yang menarik, sebagaimana yang kita kerjakan ketika mem­perkenalkan pada buku yang disiapkan Abdullah M. Al-Rehaili.

Tujuan kami menerbitkan kembali buku ini sama dengan penerbit yang asli, yakni untuk memaparkan/mengekspose dunia kepada buku yang menakjubkan yang dinamakan al-Quran dalam lingkaran pemikiran Islam. Sebagian besar keterangan yang salah telah diter­bitkan berhubungan dengan/berkenaan dengan posisi Muslim dan Islam terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga kami mendapat pekerjaan ini sebagai langkah lain yang berkenaan dengan investigasi lebih jauh lagi yang objektif dan membuka pikiran kepada keajaiban al-Quran, menumbuhkan semangat dari gambaran pencipta yang menakjubkan dari Sang Pencipta. Selanjutnya mengembangkan pengetahuan itu kepada cita-cita pemuda Islam agar memasuki bidang yang ilmiah. Semua itu membutuhkan waktu lama untuk memberikan pendekatan ilmu pengetahuan
dari segi agama. Dan tidak mungkin dalam pemikiran Barat yang sekuler dan beberapa yang memadu secara otomatis dipersiapkan untuk menghadapi konflik antara fakta ilmiah dan doktrin agama.

Hal ini harus diklarifikasikan, Akan tetapi keyakinan Muslim tidak disyaratkan apakah tergantung kepada fakta ilmiah atau tidak yang bertepatan dengan apa yang ditemukan di dalam al-Quran atau perkataan Nabi Muhammad SAW Jika penemuan ilmiah itu bertepatan dengan apa yang telah tersebut di dalam al-Quran, hal ini selanjutnya dipandang sebagai penegasan apa yang telah dipegang sebagai kebenaran. Hal ini juga menjadi penjelasan atas permasalahan yang bisa menambah pengalaman seseorang di lain waktu.

Hal ini mungkin timbul, di mana pandangan yang dipegang oleh lingkaran ilmiah mungkin menimbulkan konflik dengan tuntutan yang dibuat di dalam al-Quran dan hadis yang autentik Sebagai contoh, Muslim berkewajiban menerima batas yang jelas dalam konteks keagamaan dan harus meneliti dengan cermat apa yang dipegang untuk menjadi pandangan ilmiah. Hal ini menjadi aturan yang umum dengan pandangan untuk memakai konteks agama dari al-Quran dan hadis.

Jika setelah dibuktikan kebenarannya secara ilmiah (sepenuhnya) hal yang khusus itu dan tidak dapat di­bantah, selanjutnya Islam tidak meninjau kembali dirinya sendiri, atau umat Islam tidak mengubah/meninjau kembali dengan membuktikan isi sumber Islam, khususnya al-Quran dan hadis. Lebih baik lagi umat Islam memahami dirinya juga paham dengan isi kedua sumber itu. Al-Quran itu mukjizat bahkan sampai sekarang tidak ada kontradiksi dengan fakta yang tidak dapat dibantah yang ditemukan dari dalam al-Quran. Sebaliknya, semua pernyataan yang tegas itu telah dibuktikan sebagai hal yang tidak akurat dan dalam beberapa hal membersihkan dari prasangka atau pengetahuan yang salah. Pada kenyataannya, kebenaran apa yang telah dibuktikan ilmu pengetahuan yang ditemukan baru-baru ini sebenarnya sudah diungkapkan al-Quran beberapa tahun silam.

Tafsir al-Quran didasarkan atas apa yang telah diuji/dibuktikan dengan peralatan secara ilmiah. Hal ini berdasarkan ayat al-Quran. Apakah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW menyebutkan hal tersebut, apa yang dipahami sahabat beliau itu berkenaan dengannya. Bahasa Arab dan hal tersebut di mana tidak ada pernyataan yang langsung dari sumber ini, maka ilmuwan boleh menggunakan alat lain untuk menarik kesimpulan arti yang sebenarnya. Inilah tingkat di mana ilmu eksak mungkin dimanfaatkan untuk mem­bantu dalam mengklarifikasi atau menjelaskan maksudnya.

Sudut pandang itu banyak perbedaan dari segi fakta atau teori dan harus ada satu keputusan, tidak bingung kedua-duanya. Sudah terjadi di masa lalu, di mana ilmuwan mempresentasikan hipotesis, pandangan atau teori hanya untuk merevisi apa yang telah dinyatakan lebih awal yang berhubungan dengan kemajuan teknologi atau penemuan-penemuan baru. Sebagai contoh, perkembangan embrio manusia. ketika ilmuwan Eropa tidak bisa membuktikan secara benar bagaimana terjadinya reproduksi manusia, meskipun demikian mereka tetap bersikeras dengan teori mereka sekarang ini. Akan tetapi, pernyataan Nabi Muhammad SAW yang dijamin benar, menolak pernyataan ilmiah ilmuwan Eropa yang selanjutnya mereka dipaksa dibuat menarik kembali pernyataan mereka yang sebelumnya. Hal ini juga menjadi jelas bahwa pandangan Islam sungguh-sungguh telah membenarkan kesemuanya.

Hal ini juga menunjukkan bahwa aiam yang tidak dapat dilihat atau supranatural adalah sesuatu yang di luar jangkauan ilmu pengetahuan dan tidak dapat diukur dengan peralatan. Islam, seperti agama mayoritas yang lain, tetap bertahan tentang kepercayaan adanya Tuhan malaikat, wahyu, mukjizat, kehidupan akhirat, dan hal lain yang pasti di luar jangkauan ilmu pengetahuan. Pekerjaan ini tidak berhubungan langsung dengan hal itu, akan tetapi mengikuti pertanyaan yang diajukan sebagai berikut: Jika al-Quran itu sangat akurat dalam hal mengkaji ilmu pengetahuan sehingga kita bisa membuktikan sekarang dan hal ini sebelum kemampuan seseorang mengerjakan hal tersebut, dengan tidak berpegang pada alasan itu bisakah dari proses sebuah sumber ilmu pengetahuan melebihi kemampuan diri kita?

Apakah tidak berpegang Pada alasan, misalnya, sebuah sumber yang selanjutnya dapat berhubungan dengan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara akurat, jiwa manusia dan kehidupan di akhirat yang mana tidak ada manusia yang dapat mengingkarinya secara ilmiah atau berdasarkan ilmu pengetahuan?

Kita harus mempertimbangkan pesan yang lebih besar yang membawa keempat itu di dalam al-Quran dan yang dibawa Nabi Muhammad SAW Mengenai kondisi manusia dan yang dinantikan umat manusia, kami berharap semoga usaha ini paling tidak memberi tawaran "makanan untuk dipikir" bagi siapa saja yang menyisihkan waktu untuk membaca buku ini.

Format edisi kedua ini berbeda dengan format edisi pertama dalam hal memberikan arus yang berkaitan dengan isi tekstual yang lebih besar dan meningkatkan ketertarikan atau minat membaca. Referensi yang berkaitan dengan pembicara yang aktual sebenarnya telah dibuat sesuai dengan yang diperlukan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada saudara Abdul Qadir Abdul - Kahlq, Ahmder Valmoria, Amir Ornidu, dan Walid Timbang dengan editingnya yang bernilai, saran, dan juga koreksi teks.


Panitia Buku

Yayasan Islam al-Haramain (September 1999)